Indonesia.go.id - Penggunaan Biodiesel Semakin Terakselerasi

Penggunaan Biodiesel Semakin Terakselerasi

  • Administrator
  • Senin, 9 September 2019 | 03:02 WIB
KAMPANYE ANTIMINYAK SAWIT
  Pekerja melakukan bongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) sawit untuk diangkut ke pabrik CPO Subulussalam di Desa Blang Dalam Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh, Jumat (16/8/2019). Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Hasil uji coba penggunaan biodiesel 30% (B30), Kementerian ESDM tidak menemukan kendala apapun, bahkan performa mesin dinilai masih optimal.

Pengenaan bea masuk 8%-18% terhadap produk biodiesel asal Indonesia untuk tujuan Uni Eropa tak menjadikan bangsa ini menjadi tergantung dengan pasar benua biru tersebut.

Bahkan, menjadikan bangsa ini lebih berdikari, menjadi bangsa yang mandiri, dan memiliki jati diri sebagai bangsa yang kuat, dan tidak bisa didikte oleh bangsa lain. Imbas dari sikap itu berupa aksi positif dengan lebih menggenjot lagi penggunaan biodiesel.

Benar, penggunaan biodiesel negara ini terus diakselerasi. Tidak lagi B20 (dengan kandungan CPO sebanyak 20%), tapi melangkah lebih maju ke B30, bahkan hingga B100. Oleh karena itu, mandatori penggunaan biodiesel pun sudah ditetapkan untuk diimplementasikan secara tepat waktu.

Misalnya, mandatori penggunaan B20 yang dimulai 2016 kini pencapaiannnya sudah mencapai 99%. Berikutnya, B30 (Januari 2020), dan B50 (akhir 2020). Bahkan berencana mengakselerasinya hingga B100. Program yang ambisius dan patut didukung.  

Dalam rangka mengakselerasi penggunaan B30, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun melakukan uji coba ke sejumlah kendaraan transportasi bulan ini, seperti alat pertanian, alat berat, dam mesin diesel.

Menurut laporan Kementerian ESDM, kementerian itu telah melakukan uji coba terhadap sejumlah alat transportasi. Misalnya, uji coba jalan terhadap mobil penumpang dengan menempuh jarak 42.000 km dan niaga besar telah mencapai 30.000 km lebih. Begitu pun untuk alat berat, waktu yang dibutuhkan selama 1.000 jam.

Hasilnya? Seperti disampaikan Kementerian ESDM, mereka tidak menemukan kendala apapun, bahkan performa mesin dinilai masih optimal. Begitupun dengan filter atau saringan bahan bakar, mereka menemukan tekanan lebih tinggi meskipun masih bisa ditoleransi.

Hingga saat ini, penggunaan bahan bakar B30 pada kendaraan dinilai masih memenuhi spesifikasi kendaraan di Indonesia. Begitu juga dengan emisi karbon yang lebih rendah. Sementara itu, untuk tenaga kuda (horsepower) terjadi pengurangan sekitar 1%.

Wajar saja, Kementerian ESDM begitu optimistis mandatori B30 bisa terapkan mulai 1 Januari 2020 meskipun dengan syarat  semua hasil uji coba itu telah berjalan hingga 80% dan tidak ada kendala dari hasil uji coba tersebut.

Harus diakui tidak ringan untuk mewujudkan dan mengakselerasi penggunaan biodiesel. Namun, komitmen sudah ditetapkan. Dan, untungnya, meskipun adanya sanksi dari Uni Eropa, berupa pengenaan BM 8%-18% terhadap produk biodiesel Indonesia, tidak menyurutkan negara itu untuk terus mendorong penggunaan biodiesel.

Artinya, negara ini sudah berada di jalur yang benar untuk terus mencari energi alternatif yang berkelanjutan, tidak lagi tergantung ke energi fosil. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia juga jalan keluar terhadap komoditas unggulan CPO, dan jalan keluarnya itu adalah menyegerakan penggunaan biodiesel tersebut.

Target Bauran

Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 dengan porsi penggunaan biodiesel di kisaran 13,8 juta kiloliter (KL). Pada tahun ini, penggunaan biodiesel diharapkan bisa mencapai 6,6 juta KL berbanding pencapaian 3,75 juta KL pada 2018.

Tidak itu saja, pemerintah bahkan melangkah lebih jauh lagi untuk menyegerakan pembentukan badan usaha penyalur B30. Menurut rencana, pembentukan lembaga itu akan ditentukan pada Oktober 2019 atau setelah uji jalan pada kendaraan telah selesai dilakukan.

"Kalau Pak Menteri [ESDM] menginginkan, lembaga itu sudah ditentukan pada Oktober. Jadi, ada persiapan dari sisi logistik untuk Januari 2020 sudah siap," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, Kamis (5/9/2019).

Nantinya, dari badan usaha yang mendapatkan kuota impor solar pada 2020. Karena, sesuai Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2015, setiap badan usaha BBM yang mendapat rekomendasi impor solar wajib melakukan pencampuran dengan fatty acid methyl ester (FAME) sebanyak 30%.

Beleid tersebut mengatur sektor yang diwajibkan memanfaatkan biodiesel sebagai bahan bakar, yakni pelayanan umum (PSO), transportasi non-PSO, industri dan komersial, serta pembangkit listrik. Masing-masing sektor tersebut diwajibkan memanfaatkan mandatori biodiesel sebesar 15% pada 2015, 20% pada 2016, 30% pada 2020, dan 30% pada 2025.

Yang jelas, bentuk perlawanan Indonesia dan Malaysia terhadap kebijakan diskriminasi perdagangan dari Uni Eropa ternyata tidak hanya dengan pendekatan secara bilateral, bahkan kedua negara serumpun itu kini tengah membawa masalah itu ke tingkat Asean.

Ini tersirat dari dari hasil pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah Ri’ayataudddin Al Mustafa Billah Shah, Selasa (27/8/2019). Seperti disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi,, Pemerintah Indonesia dan Malaysia mencari cara melawan diskriminasi sawit dari Uni Eropa (UE). Salah satunya melalui jalur Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (Asean).

"Jadi diskriminasi sawit tidak hanya concern Indonesia dan Malaysia, tetapi juga jadi concern Asean," ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Adanya Asean akan semakin menguatkan posisi Indonesia dan Malaysia. Kedua negara produsen tersebut selama ini berjalan masing-masing dalam menghadapi diskriminasi dari UE. Perlawanan bersama Asean juga dilakukan melalui kelompok kerja. Saat ini Asean dengan UE tengah membentuk kelompok kerja untuk minyak sawit.

Terlepas dari semua itu, segala upaya pemerintah untuk keluar dari perlakuan diskriminasi perdagangan, di tingkat negara dengan melakukan tekanan melalui pendekatan organisasi regional (Asean) dan diplomasi, upaya untuk lebih mengakselerasi penggunaan biodiesel patut diapresiasi dan didukung.

Namun, akselerasi itu semua tentu tidak bisa dilakukan pemerintah sendirian, butuh kerja sama semua pemangku kepentingan bangsa ini untuk mewujudkan komitmen untuk memperluas penggunaan energi baru terbarukan sehingga akhirnya penggunaan energi fosil pun bisa segera dieliminir seminim mungkin. (F-1)