Di sebagian besar kota-kota besar di dunia, air adalah bagian dari sesuatu norma. Keberadaannya menjadi satu kesatuan lingkungan yang terintegrasi, pengelolaanya tidak secara parsial.
Landasan itulah yang mendasari pembangunan kota dengan istilah kerennya waterfront city. Kota tepi air, sebuah pendekatan pembangunan wilayah perkotaan dengan pendekatan ekonomi, kependudukan, dan estetika lingkungan.
Model seperti itu tentu akan lebih mudah bila membayangkan Amsterdam, salah satu kota besar di Belanda. Di kota ini, kita akan disuguhi penataan kota terencana, indah dan terintegrasi satu sama lain. Bahkan, kota ini bisa disebut sebagai kota air.
Benar, sebagai kota yang berada di bawah permukaan laut, sepanjang Amsterdam ada tanggul yang mengelilingi kota itu, kemudian juga ada kanal-kanal untuk sirkulasi airnya.
Namun, air, kanal dan bangunan rumah menjadi satu kesatuan yang harmoni. Bayangkan, kanal-kanalnya yang bisa disusuri dengan nyaman dan menjadi penghasil devisa bagi negara itu karena turis juga bisa menikmatinya.
Ya, Amsterdam adalah satu contoh kota di dunia dengan perencanaan kota yang menarik. Sepanjang kanal, termasuk bangunan rumah berdinding bata merah di pinggirnya dibangun sedemikian elegan dan menarik.
Konsep tata kota dengan bersandingan dengan air itu, banyak kita temui di sejumlah kota besar di Eropa dan dunia lainnya. Harapannya, cara pendekatan inilah yang juga diterapkan dalam pengelolaan kota di negara ini, termasuk rencana pendirian ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Sebagai informasi, menurut data Bappenas, Indonesia memiliki sekitar 516 kota. Sebanyak 216 di antaranya merupakan kota tepi air yang berada di tepi laut (pantai), sungai, atau danau. Artinya, dilihat dari gambaran itu, potensi Indonesia sebenarnya tidak kalah juga dengan sejumlah kota di dunia yang mengusung konsep Waterfront City.
Pasalnya, negara ini memiliki laut yang indah dengan biru lautnya beserrta biota laut di dalamnya. Begitu juga kota yang bersandingan dengan sungai, atau danaunya. Inilah yang diharapkan pemerintah terhadap pembangunan perkotaan di negara ini. Sebuah konsep perkotaan yang diintegrasikan dengan potensi wisata lokalnya.
Harapan itulah yang mengemuka ketika Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja di Kalimantan Barat, Kamis (5/9/2019). Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga berkesempatan meninjau penataan kawasan sepanjang Sungai Kapuas, Pontianak.
"Pemerintah kini sedang mengerjakan empat waterfront city seperti ini di Bengkulu, di Kampung Nelayan di Tegal, Kampung Nelayan juga di Semarang, dan Pontianak. Dan, penataan sepanjang Sungai Kapuas, Pontianak yang paling bagus dan paling panjang," kata Presiden.
Penataan kawasan sepanjang Sungai Kapuas, Pontianak merupakan salah satu dari empat pemukiman tepi air yang sedang dibangun pemerintah. Keempat lokasi menjadi model bagi 11 lokasi yang masuk dalam proyek penataan kota tepi air periode 2016-2019.
Tiga lokasi lainnya adalah penataan kawasan pesisir Pantai Panjang Bengkulu, penataan kampung nelayan Tegalsari, Tegal, dan Kampung Nelayan Tambaklorok Semarang.
Penataan pesisir Pantai Panjang Bengkulu misalnya, mendapatkan pendanaan Rp89 miliar, dan proyek penataan diharapkan tuntas Desember 2020. Begitu juga dengan
penataan Kampung nelayan Tegalsari, salah satu kawasan kumuh di Kota Tegal. Proyek penataan kampung nelayan di kota ini mendapatkan pendanaan Rp96,11 miliar, dan proyek sudah dimulai sejak 2014.
Kampung Tambaklorok
Begitu juga dengan penataan kampung nelayan Tambaklorok, Semarang. Khusus penataan di kota ini, Kementerian PUPR telah menyelesaikan tugas pembanguan infrastruktur di akhir 2017. Proyek penataan saluran itu dimulai 2015 dengan anggaran Rp150 miliar.
Ditjen SDA melakukan penataan ulang termasuk menata bantaran sungai dan membangun tambatan kapal untuk memarkirkan perahu nelayan. Proyek itu telah selesai dikerjakan. Sebagai salah satu lokasi wisata bahari, kampung Tambaklorok diharapkan menjadi salah satu ikon wisata di ibu kota provinsi Jawa Tengah.
Khusus penataan di kawasan sepanjang Sungai Kapuas, pemerintah sudah mengerjakannya sejak 2016. Revitalisasi tersebut merupakan upaya pemerintah untuk menumbuhkan kegiatan perekonomian di sekitar Sungai Kapuas sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan di sepanjang sungai tersebut.
Penataan di sepanjang sungai Kapuas itu terutama menyentuh Kampung Beting, Pontianak. Di masa lalu, bila berbicara soal Kampung Beting selalu yang terlintas di benak pikiran warga Pontianak adalah hal-hal yang berbau negatif. Kampung itu sendiri berlokasi di Pontianak Timur, tepatnya di daerah pertemuan antara Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Yang istimewa dari kampung ini adalah kampung dibangun di atas jembatan kayu yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya. Bagi kampung ini, air adalah segala-galanya bagi mereka. Air adalah teman sehari-hari mereka, seperti menangkap ikan, jalur transportasi, mencuci dan sebagainya.
Dan, sebagai informasi tambahan terutama bagi wisatawan, di Kampung Beting, Pontianak ini terdapat bangunan cagar budaya yang erat dengan sejarah perkembangan Kota Pontianak yakni Masjid Jami dan Istana Kadriah Kesultanan Pontianak.
Penataan kawasan ini memang dilakukan secara bertahap. Pemerintah melakukannnya sejak 2017-2018 dengan anggaran Rp79,2 miliar. Menurut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, pengerjaan penataan kawasan ini hampir sepenuhnya rampung.
Ada pekerjaan yang tersisa dari penataan kawasan ini, yakni restorasi Masjid Beting dan kawasan sekitar dengan total anggaran Rp91,1 miliar, dengan progres konstruksi sudah mencapai 74% dan ditargetkan selesai November 2019. "Kalau mau ada tambahan sedikit untuk melengkapi maka tahun depan akan selesai final," kata Basuki.
Yang jelas, upaya pemerintah untuk melakukan revitalisasi pemukiman dan sejumlah infrastruktur di sejumlah kota yang bersinggungan dengan air, yang sebelumnya tampak kumuh menjadi sebuah kawasan tepi air yang lebih rapi mulai terlihat wujudnya. Nilai tambah lainnya akhirnya adalah datangnya wisatawan ke kawasan tersebut. (F-1)