Mondar-mandir ke Gedung DPR-RI, guna membahas APBN 2020, rupanya membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pegal-pegal juga. Ia harus berunding dengan Komisi XI, Badan Anggaran, lantas ke Sidang Paripurna. Belum ada acara seminar dan pembekalan bagi anggota parlemen baru.
‘’Ini minggu paling gila dalam Pemerintahan Jokowi,’’ katanya kepada wartawan di Gedung DPR-MPR RI, Selasa lalu (12/9/2019).
Toh, proses musyawarah berjalan lancar. Kini penetapan postur (sementara) APBN 2020 sudah disepakati, dan tinggal ketok palu saja di Sidang Paripura. Jumlah anggarannya sekitar Rp2.528.800.000.000.000 (duaribu limaratus duapuluh delapan triliun delapan ratus miliar rupiah), disingkat Rp2.538,8 triliun. Ada kenaikan 2,75 persen dari APBN 2019.
Seperti APBN sebelumnya, angka pendapatan dan belanja itu disusun dengan sejumlah asumsi, antara lain, pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 3,1 persen, nilai tukar rupiah Rp14.400 per USD, tingkat bunga SPN (surat perbendaharaan negara) 3 Bulan 5,4 persen, harga minyak mentah Indonesia USD63 per barel (rata-rata), dan lifting minyak bumi 755 ribu per barel per hari.
Dari APBN 2020 yang sebesar Rp2.528,8 triliun ini, kontribusi pendapatan negara Rp2.221,5 triliun. Ada defisit yang harus ditambal pembiayaan utang Rp351,9 triliun. Sejak 2015, level utang 2020 itu yang paling rendah, setelah mencapai level tertinggi di atas Rp400 triliun pada 2026 dan 2017.
Pendapatan negara sendiri terus meningkat. Pada 2015 tercatat pendapatan Rp1.703,7 triliun menjadi Rp2.165,1 triliun (2019) dan Rp2.221,5 triliun (2020). Sempat menurun dari 2016 ke 2017, yakni susut sekitar Rp77 triliun. Situasi inilah yang membuat adanya lonjakan utang untuk APBN 2017.
Secara umum realisasi penerimaan APBN pada Kabinet Joko Widodo selalu meningkat dari pendapatan aktual di tahun sebelumnya, meski secara absolut di bawah target yang tertera. Secara praktis, situasi itu tidak mengoyak APBN karena pada kenyataannya juga serapan anggaran tak semuanya 100 persen. Langgam APBN dari dulu selalu begitu.
Penerimaan pajak, meski selalu dihantui gambaran buruk di tengah pelambatan ekonomi dunia, selalu naik. Pajak migas, nonmigas, serta penerimaan dari kepabean-cukai, selalu positif dari tahun ke tahun. Ada fluktuasi pertumbuhannya. Untuk PPh Migas, misalnya, pertumbuhannya antara 2,8 – 13,4 persen, bahkan ditargetkan 14.8 persen di tahun 2020. Pajak secara keseluruhan tumbuh antara 3,6 – 13 persen dan ditargetkan 13,3 persen pada 2020. Ekonomi terus tumbuh di tengah segala tantangannya.
Kenaikan pajak tentu tak terjadi begitu saja. Ada sejumlah kebijakan yang diimplementasikan, semisal meningkatkan kepatuhan wajib pajak, perbaikan kualitas pelayanan, penyuluhan, pengawasan melalui penguatan sistem IT, dan administrasi perpajakan. Ada pula kebijakan penyetarakan level playing field, perbaikan proses bisnis khususnya dalam hal restitusi PPN, serta implementasi Keterbukaan Informasi Perpajakan (AEoI). Selebihnya ekstensifikasi barang kena cukai dan penyesuaian tarif cukai rokok.
Pada APBN 2020, penerimaan kepabeaan dan cukai itu akan didongkrak dengan kenaikan cukai rokok 23 persen, sehingga pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp179 triliun. Pada sektor kepabean dan cukai ini, 97 pesen pemasukan disumbang dari cukai rokok.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menjadi sektor yang belum bangkit. Target pada APBN 2020 ini hanya Rp389,3 triliun, turun dari target 2019 yang Rp386,3 triliun dan jauh di bawah realisasi PNBP 2018 yang mencapai Rp409,3 triliun. Melemahnya harga migas dan batubara, yang berdampak pada susutnya royalti untuk negara mengakibatkan penyusutan PNBP.
Namun, di antara komponen PNBP itu ada kue penerimaan dari pelayanan kementerian/lembaga yang terus meningkat. Dari 6 kementerian/lembaga (KL) penyumbang terbesar, pada tahun ini diperkirakan bisa terkumpul Rp42,3 triliun. Yang terbesar dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Rp16,5 triliun, Polri Rp9,9 triliun, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Rp7,1 triliun, dan yang lainnya.
Sumber PNBP Kominfo, antara lain, dari hak penyelenggaraan telekomunikasi, penggunaan spektrum frekuensi radio, pengujian, sertifikasi serta kalibrasi di bidang komunikasi dan informatika. PNBP Polri berasal dari STNK dan pajak kendaraan, dan Kemenhub berasal dari pengoperasian bandara, terminal, pelabuhan, dan penerimaan yang terkait dalan rantai jasa transportasi lainnya.
Adapun dari sisi belanja negaranya, ada belanja pemerintah pusat yakni belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp884,6 triliun, dan belanja non K/L Rp798,9 triliun. Kemudian, ada belanja negara juga yang berupa transfer daerah Rp784,9 triliun, dan dana desa Rp72 triliun.
Dari postur APBN 2020 itu, keseimbangan primer tetap dijaga Rp12 triliun, yakni penerimaan negara dikurangi belanja. Karena ada utang yang harus dibayar, maka di dalam APBN itu ada pos pembiayaan anggaran yang besarnya Rp307,2 triliun. Defisit itu dibiayai utang baru. Namun, secara keseluruhan defisit anggaran masih di posisi aman sebesar 1,76 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). DPR RI sepakat atas postur itu. Palu pun ditekok, tok..tok..tok. (P-1)