Mengejar tenggat masa tugasnya di Kabinet Kerja, yang tinggal tersisa tiga pekan lagi, Menteri Negara (Meneg) BUMN Rini Soemarno terbang ke Bern, Swiss. Bersama delegasi PT KAI (Kereta Api Indonesia) dan PT INKA (Industri Kereta Api), Menteri Rini Soemarno ingin memastikan bahwa kerja sama dengan Swiss Stadler Rail, membangun industri kereta api di Banyuwangi, Jawa Timur, terealisasi tahun 2020.
Penjajakan sudah dilakukan cukup lama. Bahkan, Peter Sphuler, pemilik saham mayoritas dan sekaligus Executive Chairman Swiss Stadler Rail, telah berkunjung dan berembug dengan Menteri Rini Soemarno di Jakarta pada awal Maret silam. Sebagai tindak lanjutnya, perjanjian kerja sama tiga pihak (PT Inka, PT KAI, dan Swiss Stadler Rail) itu diteken di Bern, Sabtu lalu (21/9/2019).
Perjanjian itu ditandatangani Dirut PT Inka Budi Noviantoro dan Exrcutive Chairman Swiss Stadle Rail Peter Sphuler. Menteri Rini Soemarno dan Duta Besar RI untuk Swiss Mulyawan Hadad ikut hadir menyaksikan acara tersebut di Markas Swiss Stadle Rail di Bern.
Dalam kesepakatan itu disebutkan, Stadler Rail dan PT Inka akan membangun perusahaan patungan di Banyuwangi. Produksinya berupa kereta api lintas provinsi (regional), light rail vehicle dan kereta dalam kota (Metro). Investasinya USD210 juta, sekitar Rp3 triliun. Pembangunan pabrik akan dimulai 2020 dan PT Inka telah menyiapkan lahan 83 hektar, dengan akses khusus ke Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, sejauh 3 km. Kapasitas produksi 250 unit per tahun, tapi akan naik ke 1.000 unit per tahun setelah 2030.
Seraya sarana pabriknya dibangun, perusahaan patungan ini akan melakukan rekrutmen pekerja lokal. Selain menjalani pelatihan teknis terkait industri kereta api, para pekerja domestik juga akan mengikuti traning guna beradaptasi dengan budaya kerja Stadler Rail, yang memang akan diadopsi ke Banyuwangi. Tahap selanjutnya, tenaga-tenaga ahli Swiss akan didatangkan dan bekerja sama dengan staf domestik. Pekerja Swiss itu akan kembali ke negerinya setelah para mitra Indonesianya terampil mengoperasikan keseluruhan rantai industri.
Pada tahap awal, industri kereta Banyuwangi ini tentu akan memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, terutama untuk jenis kereta yang belum bisa (atau belum ekonomis) untuk diproduksi oleh industri PT Inka di Madiun. Setidaknya, akan ada kerja sama yang saling mengisi antara Madiun dan Banyuwangi. Namun, industri inii juga dibangun untuk mengisi pasar Asia, Pasifik, dan Afrika.
PT Inka sendiri, sebagai BUMN yang berdiri 1981 dengan memanfaatkan bengkel dan fasilitas Jawatan Kereta Api (kini PT KAI), sudah berkiprah secara regional. Setelah memenangkan tender pada 2017, PT Inka mulai mengirim kereta api ke Bangladesh sejak awal 2019 ini. Kontraknya senilai USD100.9 juta untuk 250 unit kereta api dengan berbagai jenis.
Januari lalu, PT Inka mengapalkan 50 unit kereta tipe MG (Meter Gauge) ke Pelabuhan Citaggong. Juli lalu 26 unit jenis Broad Gauge (BG), dan di awal September ini tambahan 22 unit lagi. Targetnya, 200 kereta akan dikirim tahun 2019 ini.
PT Inka pun memenangkan kontrak USD51,7 juta pada 2018 dari Phillipine National Railways, berupa 6 unit DMU (Diesel Multiple Unit), 3 unit lokomotif dan 15 unit gerbong penumpang. Ke Malayia, PT Inka menjual power generating car (PGC), well wagon ke Singapura, dan sejumlah blizzard center sills ke Australia. Untuk pasar domestik, PT Inka sedang menyiapkan 438 unit kereta LRT yang akan bergerak di Jakarta-Bogor-Bekasi-Depok.
Kini PT Inka bukan industri kelas bengkel lagi. Manajemen PT Inka yakin bahwa target penjualan Rp3,75 triliun pada 2019 bisa tercapai. Per Agustus lalu, PT Inka telah membukukan angka penjualan Rp2,43 triliun, 86 persen dari target. Target 2020 dipastikan melampaui sasaran 2019.
Lahir sebagai anak bawang di industri perkeretaapian, Inka sempat menerima sentuhan ‘’Bapak Teknologi Indonesia” BJ Habie. Atas perjuangan Profesor BJ Habibie, muncul kebijakan semua kereta api impor harus datang sebagai barang terurai dan dirakit di PT Inka Madiun. Para teknisi dan insinyur PT Inka belajar dari proses itu. Sebagai Menristek, BJ Habibie juga mengirim anak-anak muda belajar ilmu rekayasa dan mesin kereta api di pertengahan 1980-an hingga 1990-an.
Dari sanalah muncul tenaga-tenaga terampil dan mengguasai perkeretaapian. Mereka yang kini menjadi masinis di PT Inka dan punya kepercayaan diri untuk berkiprah di industri perkeretaapian. Salah satu hasil karya mereka dipajang di gerbang Indonesia, yakni Bandar Udara Soekarto-Hatta (Soetta). Kereta listrik ekspres rute Bandara Soetta – Stasiun Manggarai adalah produksi Inka, satu-satunya industri kereta api di Asia Tenggara.
Tak heran bila rombongan Menteri Rini Soemarrno itu datang ke markas Swiss Stadler Rail juga dengan penuh percaya diri untuk menjalin kesepakatan kerja sama secara setara. Dengan penguatan teknologi Stadler Rail, PT Inka yakin bahwa pihaknya lebih banyak lagi membawa kereta ekspres asal Indonesia ke jalur ekspor. Apalagi, ke depan adalah era moda transportasi massal akan lebih banyak bicara. (P-1)