Indonesia.go.id - Komoditas TPT Masih Tunjukkan Tren Positif

Komoditas TPT Masih Tunjukkan Tren Positif

  • Administrator
  • Kamis, 26 September 2019 | 05:07 WIB
KINERJA MANUFAKTUR
  Pekerja menyelesaikan jahitan pesanan pelanggan di kawasan Tambora, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/M Adimaja

Kemenperin masih sangat optimistis komoditas itu bisa menembus pasar ekspornya dengan nilai USD15 miliar pada tahun ini.

Komoditas tektil dan produk tekstil (TPT) masih diharapkan menjadi salah satu produk unggulan negeri ini. Pasalnya, industri ini ternyata masih kokoh menjaga pertumbuhannya pada kuartal III ini, meski tensi perang dagang Amerika Serikat-Cina belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Indikator itu bisa terlihat dari data Kemenperin yang menyebutkan kinerja ekspor industri TPT selama tiga tahun terakhir masih terus menunjukkan performa yang cukup moncer. Pada 2016, ekspor komoditas itu tercatat masih berada di angka USD11,87 miliar, kemudian di 2017 menyentuh USD12,59 miliar dengan surplus USD5 miliar.

Tren positif ini berlanjut hingga tahun lalu dengan nilai ekspor sebesar USD13,27 miliar. Bahkan, Kemenperin masih sangat optimistis komoditas itu bisa menembus pasar ekspornya dengan nilai USD15 miliar pada tahun ini.

Bisa jadi, data-data di atas benar adanya. Namun bila dibedah lebih lanjut, industri TPT sebenarnya kropos. Dalam konteks TPT, struktur industri terbagi menjadi empat jenis pabrik, yakni pabrik serat, benang, kain, dan pakaian jadi.

Seperti disampaikan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), kondisi industri serat, benang dan kain sedang lesu, terutama untuk pabrik skala mikro dan kecil. Dalam tiga tahun terakhir, utilitas produksi ketiga pabrik ini terus menurun.

Menurut data asosiasi itu, utilisasi kain sekarang tinggal 50% dari sebelumnya 60% pada 2017. Lalu benang dari 76% menjadi 70%. Begitu pun dengan produk serat dari 70% tinggal menyisakan 65%-67%. Dan, masih menurut data asosiasi itu, produk yang masih bersaing adalah produk pakaian jadi yang masih tinggi sekitar 85%.

Dari gambaran di atas itulah, wajar saja kelompok TPT tetap masih menunjukkan performa yang masih baik, terlihat dari laju pertumbuhan PDB-nya. Pada 2015, pertumbuhan industri TPT turun 4,79% dan pada tahun berikutnya turun 0,09%.

Namun, memasuki 2017 geliat industri TPT mulai tumbuh. Hingga akhir 2017, industri TPT tumbuh sebesar 3,83%. Pada 2018, kinerja industri TPT kian membaik dengan laju pertumbuhan PDB mencapai 8,73%.

Kondisi industri TPT yang masih menjanjikan dibuktikan dengan data lainnya, yakni dari kinerja pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang. Dari data tersebut, industri TPT tercatat naik 19% sepanjang kuartal I/2019 (YOY).

Dari pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang TPT, produksi pakaian jadi mencatatkan kenaikan yang signifikan sebesar 29%. Sementara itu, produksi tekstil hanya sekitar 9%.

Pertumbuhan Tinggi

Inilah yang menjadi penyebab kenapa pertumbuhan industri TPT di semester pertama tahun ini masih tercatat positif, yang juga diperkuat laporan Badan Pusat Statistik yang menyebutkan sektor TPT selama kuartal II/2019 menjadi sektor manufaktur dengan pertumbuhan tertinggi.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah produk unggulan TPT terus berpuas diri saja di tengah lesunya ekonomi global yang masih dibayangi perang dagang dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat Vs Cina?

Masih banyak agenda yang perlu dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan produk unggulan itu di tengah gempuran impor produk sejenis, apalagi Kementerian Perindustrian telah menempatkan komoditas TPT sebagai salah satu dari lima sektor prioritas Making Indonesia 4.0 bersama sektor makanan dan minuman. sektor otomotif, sektor kimia, dan elektronika.

Melalui Making Indonesia 4.0, kementerian itu memiliki target menjadikan tekstil dan busana (TPT) sebagai produsen functional cloting terkemuka dunia. Sebuah cita-cita yang mulia dan tidak ringan untuk menggapainya di tengah-tengah kroposnya struktur industri tersebut.

Meskipun industri TPT ini diyakini masih dapat menjaga pertumbuhan dunia usaha pada kuartal III ini, dan itu juga diperkuat dari data BPS yang menyebutkan sektor ini masih memberikan sinyal pertumbuhan yang positif.

Namun, Kepala BPS Suhariyanto ketika Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR beberapa waktu lalu mengingatkan pertumbuhan ekonomi sulit dicapai melalui ekspor. Dengan kondisi perekonomian global yang tidak pasti, kinerja pertumbuhan ekspor diasumsikan sebesar 3,7% pada 2020.

"Untuk menggenjot ekspor dalam jangka pendek dengan perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian, akan berat. Saya akan lebih menekankan bagaimana konsumsi dalam negeri yang bisa dipicu," kata Suhariyanto.

Bisa jadi pernyataan Kepala BPS itu benar, apalagi bisnis TPT kini masih menghadapi persoalan barang impor terutama yang diimpor oleh industri hilir yang saat ini diuntungkan adanya perang dagang. Di sisi lain, industri tengah dan hulu sedang menghadapi persoalan yang sama.

Untuk itu, para industri kini kompak mengajukan tarif perlindungan dari produk impor atau safeguard bagi produk TPT. Bila tak dilakukan, nasib industri TPT terutama hulu dan menengah bakal makin tertekan.

Harapan itu juga yang dikemukakan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat ketika bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin (16/9/2019). Presiden, tutur Ade, telah berkomitmen untuk membenahi ekosistem industri TPT demi menggenjot ekspor dan memacu masuknya investasi ke Indonesia.

Dalam pertemuannya dengan Presiden, Ketua API itu menyinggung soal komitmen bersama para pengusaha TPT mengenai pengamanan pasar domestik melalui instrumen safeguard. Instrument itu dinilainya bertujuan untuk mengharmonisasikan tarif barang-barang impor, khususnya terkait Asean-Cina Free Trade.

“Asean-Cina Free Trade Agreement karena kan ada 0%. Di mana khususnya untuk kain jadi dan garmen 0%, sedangkan hulunya ada bea masuk 50% bahkan ditambah dengan antidumping 9%, bisa ada yang menjadi 15 [%] ada yang menjadi 20 [%]. Tentu itu yang membuat industri kita menjadi lemah,” tekannya.

Ade menyebutkan, pengusaha juga mengusulkan ada kemudahan ekspor bagi industri TPT. Saat ini, kemudahan yang diberikan pemerintah adalah kemudahan impor tujuan ekspor (ITE). Padahal yang dibutuhkan oleh ekosistem industri TPT adalah kemudahan lokal tujuan ekspor.

“Kenapa gak dibikin kemudahan lokal tujuan ekspor sehingga mata rantai supply chain dalam negeri bisa terjadi. Kalau tidak, kita terus memberikan order ke luar terus karena impor. [Usulan ini] supaya pajak-pajaknya ditangguhkan karena tujuan ekspor,” jelasnya. (F-1)