Indonesia kini sudah punya UU yang mengatur mengenai perkembangan ekonomi kreatif. Semangatnya bukan untuk membatasi, melainkan untuk memfasilitasi dan melindungi para pelaku ekonomi. Setidaknya ada tujuh pokok yang menjadi fokus UU tersebut.
Pertama, UU ini mengatur soal ekonomi kreatif dari hulu sampai hilir. Misalnya, aturan pengembangan riset, pengembangan pendidikan, fasilitasi pendanaan dan pembiayaan, penyediaan infrastruktur, pengembangan sistem pemasaran, pemberian insentif, fasilitasi kekayaan intelektual, dan pelindungan hasil kreativitas.
Kedua, pemberian insentif kepada pelaku ekonomi. Dalam UU ini diatur proses pemberian insentif baik berbentuk fiskal maupun nonfiskal. Dengan adanya insentif ini diharapkan dapat meringankan beban biaya yang ditanggung para pelaku usaha sehingga mendorong mereka menghasilkan karya atau produk yang lebih variatif.
Ketiga, UU ini juga mendorong pengembangan kapasitas pelaku industri. Misalnya, pemerintah dan pemerintah daerah sebagai fasilitator pengembangan industri diberikan peran untuk melakukan pelatihan, pembimbingan teknis, pendampingan, dukungan fasilitasi menghadapi perkembangan teknologi dan dunia usaha, serta dilakukannnya standardisasi usaha dan sertifikasi profesi.
Keempat, dibentuknya badan layanan umum sebagai bentuk layanan kepada pelaku ekonomi kreatif yang berada di bawah naungan pemerintah maupun pemerintah daerah. Badan ini bisa memberikan bantuan dan dukungan maksimal untuk perkembangan industri, khususnya bagi pelaku di daerah. Tujuannya agar ekonomi kreatif tidak hanya tumbuh di kota-kota besar.
Kelima, kekayaan intelektual. UU Ekonomi Kreatif ini melindungi hasil karya intelektual dan mengatur mengenai kekayaan intelektual sebagai jaminan atau kolateral. Hal ini membuat pelaku ekonomi kreatif dengan kekayaan intelektual yang dimilikinya mendapatkan akses pelayanan keuangan dan perbankan. Hak atas kekayaan intelektual secara legal dapat dijadikan jaminan utang bagi lembaga keuangan.
Keenam, ketersediaan infrastruktur ekonomi kreatif. UU ini mengatur ketersediaan infrastruktur ekonomi kreatif oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam bentuk infrastruktur fisik dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Bukan hanya itu, dengan infrastruktur Palapa Ring yang sudah mencakup hampir seluruh wilayah di Indonesia, pada akhirnya perkembangan ekonomi kratif dapat lahan subur. Sebab salah satu syarat ketersediaan akses internet yang cepat dan mudah sudah tersedia.
Terakhir, dibuatnya rencana induk ekonomi kreatif (Rindekraf). UU ini mengatur Rindekraf untuk dimasukkan atau menjadi bagian integral dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Hal ini juga dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah serta diintegrasikan dalam dokumen perencanaan daerah.
Undang-undang Ekonomi Kreatif yang terdiri dari tujuh bab dan 34 pasal ini telah sah dan diharapkan dapat menunjang keberhasilan ekonomi kreatif sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Dengan disahkan UU ini, perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu tulang punggung pembangunan ekonomi nasional diharapkan akan makin terdorong lebih maksimal. Potensi-potensi dari daerah bisa dikembangkan dan dirorong untuk bergerak lebih maju.
Pengakuan terhadap kekayaan intelektual yang bisa dijadikan jaminan permodalan merupakan salah satu terobosan penting. Tentu saja dalam hal ini diperlukan keterbukaan dari industri perbankan untuk dapat melihat potensi pengembangan industri ketimbang hanya berkutat dengan syarat-syarat lama yang hanya mengandalkan koleteral fisik.
Dalam hitungan, potensi ekonomi kreatif di Indonesia saat ini bisa mencapai Rp1.200 triliun. Jika potensi sebesar ini dikelola dengan baik, tentu saja akan memberikan efek yang signifikan.
Indonesia yang kaya kultur, budaya, kuliner, dan kreativitas seni merupakan lahan subur untuk menggaet kesejahteraan. Kekayaan tersebut harus dikelola dan diarahkan, dengan melibatkan seluruh potensi pemerintah, dunia usaha, sektor keuangan dan masyarakat. (E-1)