Indonesia.go.id - Outlook Asia Makin Suram

Outlook Asia Makin Suram

  • Administrator
  • Senin, 30 September 2019 | 04:40 WIB
PROSPEK EKONOMI
  Asian Development Bank. Foto: ADB

Asia Development Bank mengeluarkan laporan tentang prospek ekonomi di Kawasan Asia. Ada 45 negara yang menjadi fokusnya. Proyeksi ke depan tidak terlalu menggembirakan.

Tampaknya ekonomi Asia bakal terkena dampak perang dagang. Dalam jangka pendek memang ekonomi di seluruh kawasan Asia masih stabil. Tetapi prospeknya semakin meredup. Hal ini disebabkan perdangangan dan investasi terus menurun.

Meningkatnya ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina telah membuat gelap outlook ekonomi negara berkembang di Asia. Asian Development Bank mengatakan, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia diprediksi akan melambat dari ramalan sebelumnya.

Negara-negara berkembang di Asia terdiri dari 45 negara di seluruh Asia dan Asia Pasifik. Menurut ADB, pertumbuhan ekonomi kawasan ini kemungkinan hanya akan tumbuh 5,4% tahun ini dan 5,5% tahun depan. Prediksi itu turun dari perkiraan pertumbuhan yang dibuat pada Juli sebesar 5,7% dan 5,6%.

ADB melihat, perekonomian Cina mungkin akan tumbuh 6,2% tahun ini. Angka ini lebih lemah dari proyeksi 6,3% pada Juli. Pertumbuhan di Cina daratan diproyeksikan akan melambat lebih lanjut menjadi 6,0% pada tahun 2020. Adapun Cina menargetkan pertumbuhan ekonominya bisa mencapai 6,0% hingga 6,5% pada 2019.

Seiring dengan melemahnya momentum perdagangan, ADB juga melihat penurunan investasi sebagai risiko utama bagi prospek pertumbuhan ekonomi kawasan. Jika dilihat berdasarkan sub-wilayah, Asia Selatan akan tetap mengalami pertumbuhan paling cepat di Asia Pasifik, meskipun setelah ADB memangkas prospek 2019 menjadi 6,2% dari sebelumnya 6,6%.

Di sini, ADB juga memangkas estimasi pertumbuhannya untuk India menjadi 6,5% dari sebelumnya 7,0%. Di sisi lain, ADB mempertahankan proyeksi pertumbuhan India sebesar 7,2% untuk tahun depan.

Pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara juga diperkirakan melambat di akhir 2019 menjadi 4,5% dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya 4,8%. Padahal pada tahun lalu, pertumbuhannya mencapai 5,1%.

Tak hanya itu, negara-negara berkembang Asia juga harus berurusan dengan kenaikan harga makanan. Alhasil, prakiraan inflasi 2019 dan 2020 untuk kawasan ini naik menjadi 2,7% dari sebelumnya 2,6%.

Namun begitu, ADB melihat pusat ekonomi industri baru seperti Hong Kong; Republik Korea, Singapura, dan Taipei diperkirakan akan tumbuh 6,0% tahun ini dan tahun depan.

Di Asia melemahnya momentum perdagangan dan investasi yang menurun adalah keprihatinan utama. Ini semua adalah masalah yang harus dipantau oleh pembuat kebijakan dengan cermat.

Di India Investasi yang lemah sebelum pemilihan umum April-Mei serta kredit yang lebih ketat membebani prospek pertumbuhan tahun ini. Dengan produk domestik bruto (PDB) sekarang diperkirakan akan meningkat 6,5% pada tahun 2019 sebelum mendekati pertumbuhan 7,2% pada tahun 2020.

Sementara itu, pemulihan Papua Nugini dari gempa bumi membantu mendorong pertumbuhan di subregion Pasifik menjadi 4,2% tahun ini sebelum moderat menjadi 2,6% tahun depan.

Laporan tersebut mencatat bahwa peningkatan dan perluasan konflik perdagangan RRT-AS dapat membentuk kembali rantai pasokan di wilayah tersebut. Sudah ada bukti pengalihan perdagangan dari RRC ke ekonomi lain di negara-negara berkembang Asia seperti Vietnam dan Bangladesh. Investasi asing langsung mengikuti pola yang sama.

Utang publik dan swasta telah meningkat di negara-negara berkembang Asia sejak krisis keuangan global 2008-2009 dengan utang-ke-PDB meluas sekitar dua pertiga selama dua dekade terakhir.

Laporan tersebut mencatat bahwa penumpukan utang yang cepat dapat membahayakan stabilitas keuangan dan mendesak para pembuat kebijakan untuk tetap waspada.

Inflasi telah meningkat sebagian besar karena kenaikan harga pangan di wilayah tersebut, termasuk di RRC karena flu babi Afrika telah mendorong kenaikan harga daging. (E-1)