Pembangunan akses jalan di bagian timur pelabuhan itu kini sudah mencapai 60% lebih. Akses jalan tersebut akan memperlancar arus keluar masuk barang dari KBN ke pelabuhan dan dermaga-dermaga di Tanjung Priok. Tol membentang dari Cibitung menuju Cilincing sepanjang 34 km lebih. PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)/IPC optimistis Jalan Tol Cibitung-Cilincing (JTCC) bisa beroperasi pada 2020.
“Berdasarkan laporan terbaru PT Cibitung Tanjung Priok Port (CTP) Tollways selaku BUJT (Badan Usaha Jalan Tol) pembangunan JTCC, konstruksinya saat ini telah mencapai lebih dari 60 persen, dan lahan yang sudah dibebaskan lebih dari 80 persen,” kata Direktur Teknik IPC Dani Rusli.
JTCC akan memperlancar akses transportasi dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju kawasan industri di Bekasi, Cibitung, Cikarang, hingga Karawang dan sebaliknya. Pada akhirnya, kelak keberadaan akses tol ini akan membantu menekan biaya logistik dan mengurangi beban trafik sekitar ruas Tol Jakarta-Cikampek.
Ruas Jalan Tol Cibitung-Cilincing dibangun PT CTP Tollways. Saham PT CTP Tollways dimiliki oleh PT Akses Pelabuhan Indonesia (45 persen) yang merupakan cucu usaha IPC dan PT Waskita Toll Road (55 persen). Total investasi pembangunannya mencapai sekitar Rp10,8 triliun di mana 70% dari biaya investasi diperoleh dari pinjaman sindikasi perbankan dan sisanya 30% diperoleh dari ekuitas.
Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis PT Akses Pelabuhan Indonesia Ari Sunaryono menjelaskan, jalan tol sepanjang 34,8 kilometer ini sebagian besar berada di wilayah Bekasi (80 persen). Sekitar 20 persen lainnya berada di wilayah Jakarta bagian Utara.
Akses JTCC merupakan bagian dari pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta 2 (JORR 2). Ruas ini terdiri dari 4 seksi, yaitu Cibitung-Telaga Asih (3,14 km), Telaga Asih-Tambelang (10,30 km), Tambelang-Tarumajaya (14,3 km), dan Tarumajaya-Cilincing (7,10 km).
Di sepanjang Jalan Tol Cibitung-Cilincing terdapat 43 jembatan, 5 simpang susun (interchange), 7 underpass dan 8 overpass, sehingga memiliki kompleksitas yang tinggi.
“Jalan ini dibuat dengan perhitungan elevasi seakurat mungkin untuk memastikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan. Apalagi nantinya sebagian besar pengguna jalan adalah truk kontainer dan angkutan barang yang memiliki bobot dan ukuran relatif besar,” jelasnya.
Ari menambahkan, JTCC merupakan Proyek Strategis Nasional, yang seluruh pekerjaannya dilakukan oleh tenaga ahli dalam negeri dan pekerja lokal.
Ada beberapa hal yang menyebabkan keterlambatan pembangunan tol yang seyogyanya selesai di akhir 2019 ini. Perubahan disain dari tanah uruk menjadi penanaman tiang pancang adalah salah satu yang menyebabkan keterlambatan. Disain awal hampir sebagian besar jalan tol akan di lakukan dengan tanah uruk. Tapi dengan pertimbangan jalan tol ini berada di samping pipa gas dan juga melewati soft soil (tanah lembek), maka diperlukan redesign.
Pengurukan tanah di areal jalur gas akan membahayakan, karena tanah akan bergerak ke samping dan menekan pipa gas. Pengurukan tanah di tanah lembek juga akan menjadikan perawatan jalan tol semakin mahal. Karena tanah akan selalu bergerak.
Pembangunan jalan Tol Cibitung Cilincing melewati sejumlah jalur padat lalu lintas dan padat penduduk. Selain melewati jalan tol dan sejumlah jalan umum, tol ini beberapa kali menyeberangi sungai dan rawa. Dan yang juga menyulitkan adalah saat membangun jembatan layang yang melewati tol aktif atau jalan umum, mereka tidak boleh menghentikan aktivitas jalan di bawahnya.
Untuk mewujudkan maritim sebagai masa depan Indonesia, dibutuhkan 3 aspek kunci mengembangkan dan mengeksplorasi potensi maritim yang disebut dengan Trilogi Maritime.
Kunci tersebut adalah: Pertama, pengembangan pelabuhan di berbagai daerah di Indonesia untuk membuka konektivitas agar memiliki standar dan kualitas pelayanan. Kedua, pengembangan transportasi pelayaran yang selama ini didominasi oleh kapal-kapal asing. Ketiga, pengembangan area industri yang terhubung dengan pelabuhan.
Dalam konsep ini penting ada tranformasi dalam integrated port, shipping line, dan industrial area, demi peningkatan daya saing. Pelabuhan agar bisa berkembang tentu harus didukung kawasan industri. Produsen yang bisa memasok barang yang bisa dikirim. Kemudian dikirim lewat pelabuhan yang baik. Serta, untuk mendistribusikan barang harus ada aliansi pelayaran yang hebat.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)/Indonesia Port Corporation (IPC) Elvyn G Masassya mengatakan, sebagai pengelola pelabuhan kelas dunia, IPC berkomitmen untuk terus melakukan efisiensi agar seluruh pelayanan dan operasionalnya memiliki daya saing tinggi. Efisiensi ini pada akhirnya akan menguntungkan konsumen.
Sebagai pintu gerbang aktivitas ekspor-impor, IPC turut berperan menjadikan produk-produk di dalam negeri memiliki daya saing tinggi di luar negeri. Oleh karena itu, positioning IPC sebagai fasilitator perdagangan menjadi penting.
Dalam konteks sebagai fasilitator perdagangan tersebut, saat ini IPC sedang mengembangkan New Priok Eastern Access (NPEA) yang menghubungkan Tanjung Priok dengan Kawasan Berikat Nusantara (KBN). (E-2)