Pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di istana baru-baru ini, menandakan bahwa era kontestasi politik Pilpres telah berakhir. Kedua mantan Calon Presiden itu sudah menunjukkan kepada publik siap bekerja sama dalam menghela pemerintahan ke depan.
Komentar dari beberapa petinggi Gerindra juga mengkonfirmasi merapatnya Gerindra dengan Jokowi. Mereka tidak menampik kemungkinan ada kader partainya yang akan mengisi kursi di kabinet nanti.
Sebelum pertemuan ini, Prabowo sudah beberapa kali berjumpa dengan Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri. Sebagai partai pemenang Pemilu dan pengusung nomor satu pasangan Jokowi-Amin, PDIP merupakan salah satu kunci dalam koalisi pemerintah. Ketika hubungan PDIP-Gerindra semakin akrab, orang pasti mengira bahwa Gerindra memang sudah berada dalam koalisi pemerintahan.
Tampaknya pilihan Presiden Jokowi untuk mengajak Gerindra dalam koalisi adalah wajar. Secara platform, PDIP dan Gerindra merupakan dua partai nasionalis. Artinya dari sisi ideologi kepartaian koalisi baru itu adalah hal yang wajar.
Lagi pula selama kehadirannya sebagai partai, Gerindra bisa dikatakan belum pernah berada dalam posisi partai penguasa. Selama ini Prabowo selalu berada dalam posisi opoisisi. Artinya jika koalisi baru ini terbentuk, adalah pengalaman pertama bagi Gerindra untuk duduk sebagai partai pemerintah.
Presiden Jokowi memang penting untuk menjalankan politik akomodatif agar perjalanan pemerintahan ke depan lebih lancar. Sebab sisa pilpres yang memakan banyak energi harus diakui hampir membelah bangsa ini menjadi dua kutub yang saling berseberangan.
Dengan diajaknya Gerindra masuk koalisi pemerintahan, diharapkan seluruh residu sisa Pilpres 2019 bisa terlupakan. Politik akomodatif baru gaya Jokowi ini juga penting mengingat tantangan ekonomi Indonesia yang membutuhkan stabilitas.
Di tengah arus ketidakpastian global, Indonesia membutuhkan iklim yang lebih sehat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Pembangunan ekonomi membutuhkan suasana yang adem dan minim gejolak.
Jika Gerindra bergabung dengan pemerintahan, diperkirakan hampir 75% kekuatan parlemen berada di gerbong pemerintah. Semua itu untuk memastikan bahwa ganjang-ganjing politik bisa ditekan untuk menyambut investasi yang dibutuhkan ekonomi Indonesia.
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu titik penting bagi Indonesia di masa depan. Bonus demografi yang besar, jika tidak ditangani secara tepat bukan malah memberi hasil maksimal, melainkan justru akan menjadi beban baru.
Lapangan pekerjaan harus dibuka seluas-luasnya untuk menampung tenaga-tenaga muda yang tumbuh. Untuk itu semua dibutuhkan investasi besar agar bisa membuka berbagai lapangan usaha yang pada akhirnya menyerap tenaga kerja.
Dengan stabilitas politik yang terjaga sepertinya Indonesia akan makin mudah mengatur ritme pembangunan ekonominya. Apalagi dalam kacamata dunia, keberhasilan Indonesia melewati pemilu yang damai membuktikan kemampuan bangsa ini dalam mengelola potensi konflik yang dimungkinkan muncul akibat perbedaan politik.
Kemampuan Indonesia menjaga pertumbuhan ekonominya di atas 5% di tengah ketidakpastian global merupakan prestasi yang juga diakui dunia. Jika suasana politik ke depan makin stabil dan sehat, diperkirakan Indonesia akan menjadi salah satu negara tujuan investasi yang paling seksi bagi seluruh kekuatan ekonomi di dunia.
Gerindra memang secara resmi belum memutuskan sikapnya apakah akan bergabung dengan koalisi pemerintah atau tetap berdiri sebagai oposisi. Partai itu baru akan menggelar Rapat Nasional pada 16 Oktober mendatang.
Namun dilihat dari gelagat yang semakin kentara, sepertinya Gerindra bisa dipastikan akan mendudukkan kader-kadernya di kabinet. Hal ini akan menambah kekuatan baru bagi pemerintahan Jokowi-Amin untuk menghela perjalanan bangsa ini lima tahun ke depan. (E-1)