Indonesia.go.id - Berlayar di Tataran Praksis dan Konseptual

Berlayar di Tataran Praksis dan Konseptual

  • Administrator
  • Rabu, 16 Oktober 2019 | 01:26 WIB
PIMPINAN MPR
  Ahmad Basarah. Foto: Istimewa

Mewakili fraksi dengan 128 suara, Ahmad Basarah pegang posisi strategis di MPR. Kiprahnya akan mewarnai proses amandemen terbatas UUD 1945 yang akan dilakukan dalam waktu dekat.

Tidak banyak kader partai pada era reformasi ini yang terampil dalam olah seni berorasi. Di antara stok yang terbatas itu, nama Ahmad Basarah tentu layak disisipkan. Kesehariannya yang santun dan banyak senyum itu, bisa sontak berubah menjadi berapi-api ketika ia naik ke mimbar orasi. Ia bisa bicara begitu bersemangat, artikulasinya jelas, berirama, dan cukup eskspresif. Kekhasannya itu tampak bila ia naik ke mimbar-mimbar terbuka yang ia leluasa mengekspresikan pandangan pribadinya.

Ahmad Basarah, 51 tahun, telah memilih jalur politik nasionalis sejak muda. Ketika mahasiswa, Basarah, aktif di Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), bahkan menjadi Sekjen Presidium GMNI 1996-1999. Setelah itu, sambil merintis usaha ia mulai terlibat di PDI Perjuangan. Ia ikut membangun Bamusi (Baitul Muslimin Indonesia), sayap muslim PDI Perjuangan, dan menjadi ketua umumnya 2007-2010. Ia juga dipercaya senjabat sebagai Sekjen Persatuan Alumni GMNI dua periode, 2006-2014.

Ahmad Basarah, biasa disapa AB, lahir dari keluarga muslim yang kental. Ia tidak canggung memimpin Bamusi. Ormas itu lahir dan menandai PDI-P sebagai partai terbuka yang mengakomodasikan banyak perspektf di dalamnya, termasuk sudut pandang keislaman. Pandangan itu bergulir setelah PDIP gagal meraih kemenangan pada Pemilu 2004. Dalam evaluasi internalnya, selain belum sempat membangun basis kader yang tangguh, kekalahan itu juga disebabkan karena citra partai dianggap hanya mewakili kaum nasionalis dan suara politik minoritas. Bamusi mendapat tugas mengubah citra tersebut.

Sebagai Ketua Umum Bamusi, AB memangggul tugas yang tidak ringan. Apalagi, pada saat yang hampir bersamaan, ia terpilih sebagai Sekjen Pengurus Pusat Persatuan Alumni GMNI (2006-2014). Namun, di sisi lain ia memiliki legitimasi yang kokoh untuk terjun pada Pemilu 2009. Ia mewakili Bamusi, sekaligus merepresentasikan GMNI.

Ahmad Basarah pun berlaga melalui Daerah Pemilihan (Dapil) Jatim III (Banyuwangi,  Bondowoso, dan Situbondo). Bukan perkara enteng, karena ia lahir dan besar di Jakarta. Toh, ia berhasil meraih tiket ke Senayan. Posisi untuk masuk ke orbit elit partai semakin terbuka ketika ia terpilih masuk ke jajaran inti kepengurusan partai, yakni sebagai Wakil Sekjen 2010-2015. Kongres 2015 kembali menempatkannya sebagai Wakil Sekjen (2015-2019). Praktis ia menjabat Wakil Sekjen selama 9 tahun.

Pada Pemilu 2014, AB kembali berhasil meraih tiket DPR. Makin dalam ia masuk pusaran orbit elite PDI Perjuangan. Dengan kartu wakil sekjen di tangannya, AB pun dipercaya menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI-P di MPR. Bahkan, seiring ada penambahan kursi wakil pimpinan, AB pun menjabat sebagai Wakil Ketua MPR-RI sejak Maret 2018 - September 2019.

Setelah kembali terpilih sebagai anggota DPR untuk periode ke-3 (2019-2024), lewat daerah pemilihan Malang Raya, Ahmad Basarah sempat digadang-gadang sebagai Ketua MPR-RI. Namun, realitas politik tidak memungkinkan PDIP mengambil posisi Ketua DPR dan sekaligus Ketua MPR-RI. Maka, disepakati Ketua DPR RI untuk Puan Maharani, dan AB kebagian peran mewakili fraksinya kembali duduk di posisi Wakil Ketua MPR.

Sebagai anggota dewan, selain menunjukkan kegairahan dalam praksis politik , AB memperlihatkan pula minatnya pada politik dalam tataran konseptual. Minatnya itu tertempa sejak mahasiswa. Maka, ia tak ragu hijrah dari program studi (prodi) komunikasi yang  dijalaninya di IISIP Jakarta ke prodi ilmu politik di Universitas 17 Agustus Jakarta. Ia menamatkan S-1 tahun 1995.

Minat itu terus dipupuknya, hingga ia melanjutkan studi ilmu politiknya di pascasarjana UI 1997 - 1998, dan studi ilmu hukum di propram pascasarjana UKI 2007-2009. AB menempuh pendidikan S-3-nya dan meraih gelar doktornya dalam ilmu hukum tata negara dari Universitas  Diponegoro di 2016 dengan predikat cum laude. Desertasi doktornya mengupas Eksistensi Pancasila sebagai tolok ukur pengujian UU terhadap UUD di Mahkamah Konstitusi.

Di berbagai forum AB bisa lantang mengatakan bahwa tak ada jalan mengganti falsafah Pancasila dalam tatanan hukum Republik Indonesia, kecuali dengan jalan makar atau revolusi. Bahkan, MPR RI pun tidak punya kewenangan melakukannya, karena posisi Pancasila sebagai sumber segala hukum itu berada di atas UUD 1945. MPR hanya berhak mengubah batang tubuhnya. Ia juga meyakini bahwa Peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni adalah sah. Bukan tanggal lain, karena asas pengertian pada falsafah negara yang berlaku sesungguhnya sama dengan rumusan Pancasila 1 Juni meski urutannya berbeda.

Ahmad Basarah juga merupakan salah satu figur yang mendorong seniornya M Taufiq Kiemas, selaku Ketua MPPR-RI 2009-2013, menggulirkan program empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sempat ada kritik, konsep itu seolah menempatkan keempatnya sebagai pilar yang setara. Almarhum M Taufiq Kiemas mengatakan, bahwa empat pilar itu dipandang setara sebagai sesama sumber norma atau asas etik. Dalam konteks zaman ketika muncul arus politik yang berpotensi membawa banyak perbedaan, empat sumber norma itu perlu dikedepankan. Empat pilar adalah norma untuk merangkul semuanya.

Dengan segala kiprahnya, Ahmad Basarah kini memegang posisi strategis. Pasca-Konggres PDIP di Bali, Agustus lalu, AB masuk kembali dalam jajaran inti kepengurusan, sebagai Ketua Bidang Luar Negeri. Di MPR ia didukung fraksi besar dengan 128 anggota. Ahmad Basarah akan memainkan peran penting dalam Sidang Umum MPR nanti yang mengagendakan amandemen UUD 1945 secara terbatas, antara lain, untuk menghadirkan Ketetapan MPR tentangg Garis Besar Haluan Negara. (P-1)