Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah resmi menyusun kabinetnya. Minggu lalu, Jokowi secara maraton memanggil sejumlah calon menteri dan wakil menterinya. Bisa jadi, ini kabinet ‘The Dream Team’ untuk menyambut tantangan Indonesia lima tahun ke depan.
Presiden Jokowi nantinya akan dibantu empat menko dan 30 menteri dan 12 wakil menteri. Mereka berasal dari pelbagai latar belakang, mulai dari kalangan profesional, parpol, bahkan keterwakilan dari milenial pun ada di kabinet yang dinamakan Kabinet Indonesia Maju itu.
Dalam rangka itu, Presiden Joko Widodo pun sudah menyampaikan lima arahan terkait pekerjaan besar yang diusung pemerintah dalam lima tahun ke depan. Apa saja itu? Pertama, pembangunan sumber daya manusia.
Kedua, melanjutkan pembangunan infrastruktur. Ketiga, menyederhanakan regulasi dan kendalanya. Keempat, menyederhanakan birokrasi secara besar-besaran. Dan kelima, transformasi ekonomi dari ketergantungan pada sumber daya alam dan menjadi daya saing manufaktur.
Bisa jadi, Presiden Joko Widodo sudah mengetahui apa masalah Indonesia dalam 5 tahun ke depan. Sebagai incumbent pemenang Pemilu 2019, Jokowi sangat paham bagaimana membawa Indonesia maju.
Oleh karena itu, Jokowi pun dalam pidato pelantikannya, Minggu (20/10/2019), bercita-cita membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap) pada 2045. “Mimpi pada 2045 ialah Indonesia memiliki produk domestik bruto (PDB) sebesar USD7 triliun dan masuk dalam lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati 0%.”
Sebagai gambaran, Jokowi pun memberikan penjelasan bahwa Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan. “Itulah target kita. Target kita bersama,” ujar Jokowi.
Apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan suatu mimpi. Untuk menjadi negara maju bukan tidak mungkin dicapai. Dipilihnya bawahan, menteri-menteri ekonomi yang mumpuni, diyakini bisa membantu presiden untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Sebelum beranjak membahas tantangan ekonomi Indonesia ke depan, saya ingin memberikan gambaran pembantu presiden di bidang ekonomi. Untuk Menteri Koordinator bidang Perekonomian, presiden telah menetapkan Airlangga Hartarto, mantan Menteri Perindustrian di kabinet sebelumnya.
Airlangga diyakini mampu merespons dan mencari jalan keluar dari kondisi makro ekonomi saat ini. Ketua umum Partai Golkar ini pernah dua kali menjadi ketua komisi di DPR—Ketua Komisi VII (2006-2009) dan Ketua Komisi VI (2009-2014).
Di pemerintahan, Airlangga juga pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Perindustrian (Menperin). Salah satu program unggulannya adalah program Making Indonesia 4.0. Tujuannya adalah upaya untuk mempersiapkan Indonesia menghadapi industri digital 4.0.
Begitu juga dengan program penguatan industri hulu atau pengolahan sehingga Indonesia memiliki basis berupa struktur industri dasar yang kuat untuk menopang mimpi menjadi negara industri manufaktur yang kuat.
Artinya, Airlangga dinilai mampu menjawab tantangan Presiden Jokowi yang meminta Ketum Partai Golkar itu mengawal transformasi ekonomi dari ketergantungan pada sumber daya alam dan memiliki daya saing manufaktur di tingkat global.
Selain itu, adanya sosok Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dan Suharso Monoarfa sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas juga sudah sangat tepat untuk mengawal perekonomian negara ini untuk lima tahun ke depan.
Sri Mulyani, yang juga mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia dikenal sangat kompeten dalam membangun kebijakan ekonomi menuju Indonesia yang lebih baik. Rekam jejaknya, dia telah berhasil memanfaatkan kesempatan kemajuan ekonomi global untuk mereformasi struktur keuangan pada 2017.
Hingga kini, struktur keuangan Indonesia bertahan dari berbagai gangguan eksternal, terutama kenaikan suku bunga, khususnya di Amerika Serikat. Sri Mulyani juga dinilai berhasil menjaga stabilitas belanja negara.
Sri Mulyani diyakini mampu dan paham apa yang akan dilakukannya. Perempuan ini sangat paham terhadap kebijakan fiskal. Dalam beberapa kebijakannya, dia juga sangat prudent menjaga keseimbangan APBN, menjaga defisit dan menjaga keseimbangan primer APBN.
Dalam konteks defisit anggaran belanja, negara ini berhasil tetap menjaga defisit anggaran belanja Indonesia hanya sebesar 2,5%, atau lebih rendah dari target semula, 2,9%.
Di bawah Pemerintahan Jokowi, Indonesia berhasil menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah. Bahkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sudah mencapai angka USD1 triliun untuk pertama kalinya.
Tak dipungkiri tantangan ke depan, Airlangga bersama Sri Mulyani cukup berat mempertahankan stabilitas ekonomi di periode pertama Jokowi. Nah, mereka berdua juga menjadi tumpuan untuk meneruskan postur ekonomi Indonesia periode kedua pemerintahan Jokowi.
Berkaitan dengan prospek ekonomi ke depan, kita menyakini dan optimistis Indonesia masih tetap ada prospek meskipun tantangannya tidak ringan. Tantangan itu adalah ekonomi global yang saat ini tidak menentu selain berupaya untuk tidak lagi bergantung pada sumber daya alam.
Ketidakpastian ekonomi global dan industrialisasi menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam lima tahun ke depan dalam upaya menggenjot pertumbuhan yang lebih tinggi.
Sebenarnya, Kementerian PPN/Bappenas telah menetapkan pertumbuhan ekonomi dalam rancangan teknokratis RPJMN 2020-2024 berada dalam rentang 5,4% - 6%. Adapun, target pertumbuhan ekonomi secara rata-rata sebesar 5,7%.
Di sisi lain, lembaga itu juga mematok pertumbuhan sektor manufaktur di kisaran 5,4%-7,05%. Bersamaan dengan Produktivitas Faktor Total (TFP) yang diproyeksi mencapai 10%-50%. Ada optimisme di situ.
Namun, kita juga patut mewaspadai peringatan yang disampaikan oleh Bank Dunia. Lembaga itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5% tahun depan sembari juga mewanti-wanti potensi adanya capital outflow yang deras akibat semakin intensifnya perang dagang dua adidaya ekonomi dunia, Amerika Serikat dan Cina. (F-1)