Indonesia.go.id - Terjaga dan Stabil Pada Kuartal Ketiga

Terjaga dan Stabil Pada Kuartal Ketiga

  • Administrator
  • Selasa, 5 November 2019 | 18:46 WIB
SISTEM KEUANGAN RI
  Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (31/10/2019). Foto: Kemenkeu/Biro KLI

Neraca pembayaran membaik, cadangan devisa aman, dan inflasi terkendali. Dana APBN pun terus diarahkan ikut mengungkit pertumbuhan ekonomi. Sistem keuangan stabil dan menjadi modal optimistis memasuki 2020.

Indikator stabilitas keuangan itu bagai berada di paras Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Maka, ketika wajah Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur BI  Perry Warjio sumringah, usai rapat KKSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) di Gedung Bank Indonesia Kebon Sirih, Jakarta (31/10/2019), bisa ditafsirkan tak ada problem berat dan darurat dalam sisten keuangan Indonesia.

Lembaga KKSK itu sendiri merupakan badan koordinasi yang melibatkan empat pejabat penting negara, yakni Menkeu, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tugas KKSK adalah berkoordinasi melakukan penanganan untuk menjaga stabilitas keuangan. Pada rapat hari itu, KSSK membahas agenda utama yaitu asesmen kondisi stabilitas sistem keuangan triwulan III 2019.

Selain Sri Mulyani dan Perry Warjio, hadir pula Ketua OJK Wimboh Santoso serta Ketua DK-LPS Halim Alamsyah. Semuanya datang bersama tim masing-masing. Rapat tertutup itu kemudian menelurkan kesimpulan bahwa stabilitas sistem keuangan di triwulan III 2019 tetap terkendali di tengah tingginya ketidakpastian perekonomian global.

Variabel ketidakpastian ekonomi global itu memang tetap menjadi isu utama. Pangkalnya masih pada ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok, meski pada Oktober 2019 cenderung mereda, di triwulan III 2019 suasana perang dagang ini masih panas. Itu yang memaksa dunia internasional merevisi angka pertumbuhannya, dan pada gilirannya memberi tekanan kepada harga komoditas dan inflasi.

Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi masih terus berlangsung, meskipun kontraksi kinerja ekspor perlu mendapat perhatian karena berdampak ke kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di triwulan III 2019 diperkirakan membaik didukung oleh surplus transaksi modal dan finansial yang tetap besar, serta defisit transaksi berjalan yang terkendali.

Cadangan devisa aman, masih berada jauh di atas standar kecukupan internasional. Kinerja NPI yang membaik berdampak pula pada nilai tukar rupiah yang menguat. Sementara itu, inflasi terkendali pada level yang rendah dan stabil di dalam target 3,5 + 1%. Ketahanan ekonomi yang terjaga pada gilirannya mendukung stabilitas sistem keuangan.

Rentetannya masih panjang, karena stabilitas sistem keuangan yang terkendali itu, dan didukung pula oleh terjaganya ketahanan perbankan, likuiditas yang memadai, serta pasar uang yang cukup stabil. Hal ini tecermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)  yang tinggi dan risiko  kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah. Kecukupan likuiditas tetap baik, tergambar dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi. Perkembangan ini berkontribusi pada penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit, dan memberikan kelonggaran atas suku bunga kebijakan moneter.

Dampak Kebijakan KKSK

Koordinasi kebijakan KSSK yang terus diperkuat berdampak positif pada stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga. Kondisi sistem keuangan yang terus terjaga stabil ini diharapkan mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi global. Sinergi kebijakan juga diarahkan untuk memperkuat ketahanan eksternal melalui upaya peningkatan ekspor barang, jasa, serta menarik aliran masuk modal asing, termasuk penanaman modal asing.

BI memperkuat bauran kebijakan akomodatifnya dengan menurunkan suku bunga kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 100 bps sejak Juli hingga Oktober 2019. Hal ini sejalan dengan prakiraan inflasi yang terkendali dan imbal hasil investasi keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat.

BI juga melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial. Pertama, meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan melalui pelonggaran pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan RIM Syariah. Kedua, mendorong permintaan kredit pelaku usaha melalui pelonggaran ketentuan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV), termasuk tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit dan pembiayaan properti dan uang muka Kredit Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan. Selain itu, kebijakan sistem pembayaran dan kebijakan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dalam rangka mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik itu pula, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas belanja, dan terus menjaga pelaksanaan program-program prioritas agar APBN mampu memberikan daya dorong yang optimal bagi perekonomian. Pemerintah telah mengantisipasi potensi pelebaran defisit fiskal, dan mempertimbangkan secara cermat beberapa opsi pendanaan, baik yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), penarikan pinjaman tunai dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), dengan tetap mengedepankan prinsip efisiensi dan kehati-hatian, seraya mengendalikan rasio utang dalam batas aman.

Untuk melengkapi insentif fiskal dan moneter, OJK mengoptimalkan kontribusi sektor jasa keuangan dengan tetap memperhatikan ketahanan sektor jasa keuangan. OJK akan terus memantau transmisi kebijakan moneter di pasar dan lembaga jasa keuangan, di mana saat ini suku bunga berada dalam tren menurun. Upaya lainnya dilakukan dengan mempertajam kebijakan dan insentif yang telah dikeluarkan, peningkatan akses keuangan, pemberdayaan UMKM dan masyarakat kecil, serta mendukung upaya pembiayaan pada sektor produktif yang prospektif dengan tetap memperhatikan aspek prudensial.

Merespons tren penurunan suku bunga simpanan, yang terjadi pascapenurunan suku bunga kebijakan moneter serta kondisi likuiditas perbankan yang relatif membaik, LPS pada periode September 2019 menurunkan kembali tingkat bunga penjaminan pada bank umum dan BPR masing-masing 25 bps menjadi sebesar 6,50% dan 9,0% untuk Rupiah sementara untuk valuta asing menjadi sebesar 2,00%. Mempertimbangkan bahwa proses penyesuaian suku bunga simpanan masih berlangsung, LPS akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan Tingkat Bunga Penjaminan sesuai perkembangan suku bunga simpanan dan hasil asesmen atas kondisi ekonomi makro, likuiditas perbankan, serta stabilitas sistem keuangan.

Melihat tren yang ada, pada kuartal IV 2019 ini kondisi sistem keuangan Indonesia juga akan terjaga stabil dan menguat. Kondisi itu penting, karena akan menjadi modal penting untuk memasuki tahun 2020 yang diperkirakan masih akan dihantui oleh awan kelabu akibat perang dagang AS-Tiongkok. (P-1)