The Asia Foundation (TAF) bersama jaringan kelompok masyarakat sipil telah menyusun naskah kebijakan tentang insentif bagi daerah yang berwawasan ekologis, skema transfer fiskal dari level pemerintahan yang lebih tinggi kepada level pemerintahan di bawahnya. Melalui konsep Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), TAF bersama jaringan masyarakat sipil menyusun indikator-indikator lingkungan hidup dan kehutanan yang nantinya dijadikan acuan bagi pemerintah provinsi dalam memberikan bantuan keuangan kepada kabupaten/kota.
Melalui konsep TAPE, The Asia Foundation dan jaringan masyarakat sipil mendorong gubernur untuk menetapkan peraturan tentang transfer bantuan keuangan yang berbasis pada kinerja lingkungan hidup dan kehutanan.
Kabupaten Jayapura menjadi kabupaten pertama di Indonesia yang menerapkan skema transfer keuangan berbasis lingkungan. Kebijakan ini ditetapkan dalam Peraturan Bupati Jayapura No. 11 Tahun 2019 tentang Alokasi Dana Kampung Kabupaten Jayapura. Menurut riset lembaga The Asia Foundation dan lembaga bantuan Pemerintah Inggris (UKAid), Kabupaten Jayapura telah menerapkan skema transfer keuangan berbasis lingkungan.
Alokasi Dana Kampung (ADK/ADD) konvensional, ADK Jayapura menambahkan proporsi alokasi insentif dan alokasi afirmasi, selain alokasi dasar dan alokasi proporsional. Indikator ekologi termasuk di dalam proporsi alokasi insentif yang diperoleh dari Indeks Desa Membangun (IDM). Dana Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE) bisa digunakan oleh pemerintah kampung untuk mendukung peningkatan kapasitas pemerintahan kampung, pemenuhan layanan dasar, penanggulangan kemiskinan kampung, peningkatan ekonomi kelompok masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup.
Hal tersebut terungkap dalam acara “Peluncuran Naskah Kebijakan dan Dialog Publik” yang digelar Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) di Hotel Arya Duta Jakarta, pada 14 November 2019, bertema “Transfer Fiskal berbasis Ekologi”.
Dalam buku naskah kebijakan yang disusun tim The Asia Foundation, UKAid, bersama jaringan masyarakat sipil ini disebutkan, pada 2019, Jayapura mengalokasikan anggaran ADD sebesar Rp76 miliar yang terdiri dari alokasi dasar Rp66 miliar (86%), alokasi proporsional Rp7 miliar (10%), alokasi affirmasi Rp2,5 miliar (3%) untuk 34 kampung, dan alokasi insentif kinerja Rp775 juta (1%) diberikan kepada 37 dari 144 kampung.
Selain Kabupaten Jayapura, gagasan memberlakukan insentif ini juga Pemerintah Kalimantan Utara. Gubernur Kalimantan Utara melalui penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 6 Tahun 2019 mengharuskan transfer bantuan keuangan provinsi Kalimantan Utara didasarkan pada lima kriteria, yaitu pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan, penyediaan ruang terbuka hijau, pengelolaan persampahan, perlindungan sumber daya air, dan pencegahan pencemaran udara.
Gagasan kedua pemerintah daerah ini mendapat apresiasi sebagai terobosan atau inovasi yang memberikan peluang baru skema pembiayaan dalam pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Skema transfer keuangan berbasis lingkungan atau Ecological Fiscal Transfer (EFT) merupakan konsep baru yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup menjadi lebih baik dan memungkinkan diadopsi oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten lainnya. Pemerintah daerah diharapkan bisa mengintegrasikan skema ini ke dalam berbagai kebijakan pembangunan hijau atau kebijakan perencanaan pembangunan daerah seperti RPJMD yang telah dan akan disusun.
Dalam dialog siang itu, sejumlah perwakilan daerah “menggugat” komitmen pusat kepada daerah untuk mengapresiasi kepedulian terhadap lingkungan oleh pemerintah daerah. “Ketika daerah sudah mulai menggagas bahkan sudah melaksanakan EFT, kapan pemerintah pusat memberikan insentif kepada daerah yang berwawasan lingkungan?” “Mengapa pemerintah membantu daerah-daerah memulihkan kerusakan lingkungan, tapi sebaliknya tidak memberikan insentif untuk pemerintah daerah yang menjaga hutan?”
Menurut naskah The Asia Foundation, di Indonesia, wacana mengenai EFT mulai berkembang dalam 2 tahun terakhir. Dan hingga saat ini, wacana EFT yang dikembangkan melalui skema fiskal yang bersumber dari anggaran pusat masih dalam berbagai proses diskusi untuk penajaman gagasan. Sementara skema EFT yang dikembangkan pada tingkat provinsi dan kabupaten oleh TAF dan jaringan masyarakat sipil sudah mulai berjalan di beberapa daerah yaitu Provinsi Kalimatan Utara dan Kabupaten Jayapura. Beberapa daerah lain sedang dalam proses pembahasan adopsinya, antara lain Papua, Papua Barat, Kalimatan Timur, Riau, dan Aceh untuk skema TAPE dan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Keerom, Kabupaten Supiori dan Kabupaten Kubu Raya untuk skema TAKE.
Sebelumnya Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dalam Konferensi Transfer Fiskal Ekologis pada Agustus 2019 menyatakan berkomitmen untuk memberikan insentif kepada daerah yang menjaga hutan ataupun berkontribusi terhadap pelestarian alam dan lingkungan melalui skema DPL.
Sri Mulyani menyatakan, salah satu indikator yang akan dinilai dalam skema DPL adalah luas kawasan lindung (protected areas) yang meliputi hutan dan laut. Wacana DPL ini sejalan dengan konsep Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE) yang sedang dikembangkan TAF bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan jaringan masyarakat sipil.
Dalam naskah The Asia Foundation ditulis pula tentang berbagai upaya untuk menjaga dan melindungi lingkungan hidup termasuk tutupan hutan juga dilakukan oleh pemerintah daerah. Sebagai contoh beberapa provinsi mengembangkan inisiatif ‘Provinsi Hijau’ seperti Aceh, Kalimantan Timur, Sumatra Selatan, dan Papua Barat. Di tingkat kabupaten juga dikembangkan inisiatif yang sama seperti di Kapuas Hulu dan Malinau (‘Kabupaten Konservasi’), Sigi, Siak, dan Sintang (‘Kabupaten Hijau’). Inisiatif-inisiatif di atas memerlukan dukungan berbagai pihak terutama pemerintah daerah di bawahnya untuk mencapai target pembangunan hijau tersebut. Untuk itu perlu dikembangkan skema insentif bagi daerah-daerah yang memiliki komitmen untuk menjaga dan melindungi lingkungan hidup.
Di beberapa negara, skema insentif ini dikembangkan melalui transfer fiskal kepada pemerintah di bawahnya (negara bagian atau provinsi) sebagai penghargaan atas kinerja dalam pengelolaan lingkungan hidup termasuk kehutanan. Sebagai contoh di negara bagian Parana, Brasil telah menerapkan skema insentif ini (ecological fiscal transfer) yang dalam waktu hanya 8 tahun, berhasil meningkatkan total kawasan lindung di Parana dari 637 ribu ha pada 1991 menjadi 1,69 juta ha pada 2000 atau meningkat sekitar 165%5. Keberhasilan ini menginspirasi negara-negara bagian lainnya di Brasil dan beberapa negara lain seperti Portugal (2007), India, Jerman, Australia, dan Swiss. (E-2)