Indonesia.go.id - Meratifikasi Perjanjian Perluasan Pasar Ekspor

Meratifikasi Perjanjian Perluasan Pasar Ekspor

  • Administrator
  • Senin, 25 November 2019 | 13:20 WIB
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
  Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Penyelesaian perundingan perdagangan internasional kini menjadi perhatian khusus pemerintahan Joko Widodo. Hal itu merupakan salah satu cara dalam meningkatkan daya saing Indonesia, terutama ekspor.

Ada tiga perjanjian ekonomi dengan negara mitra yang akan segera diratifikasi setelah mendapat lampu hijau dari DPR. Ketiga perjanjian tersebut adalah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA), Indonesia European Free Trade Association (I-EFTA) CEPA, dan Persetujuan ASEAN Mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (ASEAN Agreement on E- Commerce/EEA).

Dalam siaran persnya, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengingatkan bahwa penyelesaian perjanjian itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Seperti diketahui, sebelumnya Presiden mengingatkan agar perjanjian perdagangan dengan negara-negara potensial yang menjadi tujuan ekspor Indonesia dapat segera diselesaikan. Hal ini tentunya termasuk penyelesaian proses ratifikasi perjanjian perdagangan internasional yang telah tuntas, agar dapat segera dimanfaatkan oleh pelaku usaha dan masyarakat Indonesia.

Ketiga draft perjanjian itu menjadi bahasan dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR beberapa waktu lalu. Bahkan Komisi VI DPR telah sepakat mengenai ketiga perjanjian ini dan pengesahannya akan dilakukan dengan undang-undang.

Kementerian Perdagangan juga menyebutkan bahwa isi Perjanjian IA-CEPA itu juga akan mendorong peningkatan akses pasar perdagangan barang, jasa, dan investasi serta pembentukan economic powerhouse, kerja sama ekonomi, dan pengembangan SDM.  

Manfaat IA-CEPA bagi Indonesia, antara lain, pertama, meningkatkan daya saing sumber daya manusia, industri, dan sektor jasa Indonesia. Kedua, meningkatkan akses pasar barang dan jasa dari Indonesia ke Australia, mengingat produk-produk Indonesia dan Australia pada umumnya yang bersifat komplementer.

Lalu ketiga, meningkatkan investasi. Diketahui, Australia merupakan sumber investasi yang cukup dikenal di Indonesia, terutama di sektor ekstraktif, pertanian, infrastuktur, keuangan, kesehatan, makanan-minuman, dan transportasi.

Keempat, Indonesia dapat memanfaatkan jaringan kerja sama Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) yang dimiliki Australia dengan negara mitranya. Australia sendiri memiliki perjanjian perdagangan bebas FTA dengan 30 negara, yaitu ASEAN, Amerika Serikat, Chile, Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Kanada, Meksiko, Selandia Baru, dan 12 negara di Pasifik Selatan, serta dua perjanjian yang belum diimplementasikan, yaitu dengan Hongkong dan Peru.

Perjanjian itu memiliki peluang dan manfaat jangka panjang. Di bidang perdagangan barang, melalui IA-CEPA, Australia akan menghapus semua pos tarifnya (sebanyak 6.474 pos tarif) menjadi 0 persen pada saat diimplementasikan. Beberapa produk Indonesia yang berpotensi ditingkatkan ekspornya ke Australia, antara lain, otomotif, ban, kayu, furnitur, kayu lapis, pipa, monitor LCD/LED, tekstil dan garmen, alas kaki, perikanan, mentega, kakao, karpet, serta plastik.

Sedangkan dari segi nilai, potensi ekspor terbesar Indonesia ke Australia terletak pada sektor otomotif, baik mobil konvensional, maupun mobil listrik yang akan menjadi tren berkendaraan ke depan. Dalam hal ini IA-CEPA mendorong ekspor mobil listrik dan hybrid Indonesia dengan tarif 0 persen dan menggunakan kemudahan surat ketentuan asal barang.

Dari sektor jasa, IA-CEPA akan memberikan dampak positif berupa peningkatan capaian sektor jasa. Prognosa peningkatan sektor jasa tertinggi akan terjadi pada sektor transportasi, khususnya transportasi udara dan konstruksi. Nilai yang dihasilkan dari ketiga sektor jasa tersebut berturut-turut USD40,13 juta, USD31,59 juta, dan USD24,31 juta.

Menteri Perdagangan mengungkapkan, Indonesia dan Australia akan berkolaborasi dalam pembuatan “Economic Powerhouse”. Kolaborasi ini merupakan kolaborasi kekuatan ekonomi dengan memaksimalkan rantai pasok untuk mendorong produktivitas, daya saing, dan meningkatkan ekspor Indonesia ke pasar ketiga.

Indonesia dan Australia dapat berkontribusi lebih besar pada rantai perdagangan global untuk memasok kebutuhan dunia. Dalam hal ini, Indonesia dapat menjadi pusat industri pengolahan bila didukung adanya kemudahan akses bahan baku dan penolong yang murah dan berkualitas dari Australia.

Contoh, economic powerhouse yang mulai terbentuk saat ini adalah sebuah pola produksi untuk produk gandum olahan. Indonesia mengimpor biji gandum dari Australia untuk diolah menjadi tepung terigu dan barang jadi seperti mi instan di Indonesia kemudian produk olahan tersebut diekspor ke negara lain, termasuk Australia.

Selain itu, komitmen Australia pada IA-CEPA dalam pembangunan sumber daya manusia ditegaskan dalam bentuk side letters dan panandatanganan nota kesepahaman MoU.

Adapun komitmen Australia dalam konteks IA-CEPA ini, di antaranya, komitmen peningkatan Work and Holiday Visa (WHV). Saat ini kuota Indonesia untuk WHV terbatas hanya 1.000 orang dan kuota ini habis dalam hitungan jam karena peminatnya sangat banyak. Dalam kerangka IA-CEPA, kuota ini ditingkatkan menjadi 4.100 orang dimulai saat IA-CEPA berlaku dan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 5.000 orang.

Selain itu, terdapat fasilitasi program pertukaran tenaga kerja melalui KADIN, APINDO, dan IABC. Program berjalan maksimum 6 bulan dengan 100 peserta pada tahun pertama dan meningkat sampai 500 peserta pada tahun ke-5.

Menurut Menteri Perdagangan, tujuan kerja sama IE-EFTA adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia dan tentunya daya saing produk Indonesia di pasar EFTA.  Hal ini akan dicapai melalui, pertama peningkatan akses pasar di bidang barang melalui penghapusan dan penurunan tarif bagi produk Indonesia.  

Kedua, perluasan akses pasar jasa Indonesia. Dalam persetujuan ini, negara-negara EFTA membuka luas sektor-sektor jasa bagi Indonesia di berbagai moda perdagangan jasa.  Swiss misalnya membuka 116 subsektor jasa, Norwegia 84 subsektor jasa, Islandia 89 subsektor jasa, dan Liechtenstein 78 subsektor jasa dengan tingkat keterbukaan pasar yang tinggi termasuk kepemilikan investor Indonesia sampai dengan 100 persen di beberapa subsektor. 

Ketiga, peningkatan investasi.  CEPA dengan EFTA ini akan mendukung upaya penciptaan iklim usaha yang terbuka, stabil, dan dapat diprediksi bagi para investor. Peningkatan investasi juga akan membuka kesempatan yang lebih luas bagi terciptanya lapangan kerja dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Keempat, provisi mengenai kerja sama dan pengembangan kapasitas. Kerja sama yang ditargetkan dalam persetujuan dengan EFTA ini, antara lain, peningkatan kualitas UMKM, pengembangan sektor pariwisata, penguatan sistem pendidikan, dan pelatihan vokasi.

Sebelumnya Kemendag telah pula melakukan kajian singkat prognosa untuk memprediksi perubahan perdagangan antara Indonesia dan EFTA dengan menggunakan simulasi kenaikan tren ekspor Indonesia ke EFTA. Proyeksi kenaikan ekspor Indonesia ke EFTA selama lima tahun dapat mencapai rata-rata USD 1,92 miliar. Bila pada 2018 total ekspor Indonesia ke kawasan EFTA tercatat sebesar USD 732,8 juta, maka pada tahun pertama implementasi diprediksi ekspor Indonesia akan meningkat menjadi USD1,03 miliar dan menjadi USD3,08 miliar pada tahun ke-5.

Adapun produk ekspor utama Indonesia ditargetkan yang akan naik pada tahun ke-5 adalah perhiasan dari USD525,93 juta menjadi USD2,2 miliar; lensa kontak dari USD65,17 juta menjadi USD435,51 juta; emas dari USD22,71 juta menjadi USD271,67 juta; peralatan penerima untuk TV dari USD9,25 juta menjadi USD219,90 juta; dan minyak esensial dari USD5,34 juta menjadi USD204,68 juta.

Dalam perdagangan barang, produk dari Indonesia yang memenuhi kriteria originating product akan dihapuskan tarifnya atas 99 persen nilai impor EFTA dari Indonesia. Adapun rinciannya pertama, penghapusan 7.042 pos tarif atau 81.74 persen dari total pos tarif Swiss dan Liechtenstein yang mewakili 99,65 persen nilai impor kedua negara ini dari Indonesia. Kedua, penghapusan 6.333 pos tarif atau 90,97 persen dari total pos tarif Norwegia yang mewakili 99,75 persen nilai impor Norwegia dari Indonesia. Terakhir penghapusan 8.100 pos tarif atau 94.28 persen dari total pos tarif Islandia yang mewakili 99,94 persen nilai impor Islandia dari Indonesia.

Sementara itu dalam perjanjian EEA, menurut Menteri Perdagangan,  didorong kesadaran akan pentingnya aktivitas niaga elektronik di kawasan Asia Tenggara. Perjanjian ini merupakan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui perdagangan lintas batas yang semakin mudah dan dapat dimanfaatkan oleh UMKM.

Hal itu pulalah yang mendasari kesepakatan di antara anggota ASEAN untuk menuangkan upaya mendorong perkembangan niaga-el dalam Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025. Mendag melanjutkan, tujuan utama Persetujuan ASEAN mengenai Perdagangan melalui Sistem Elektronik (ASEAN Agreement on E- Commerce/EEA adalah untuk memfasilitasi niaga elektronik di wilayah ASEAN. Selain itu, untuk memperdalam kerja sama antara negara anggota ASEAN guna mengembangkan penggunaan niaga-el dalam  pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kesenjangan antara negara. Juga tercipta iklim usaha yang semakin kondusif bagi pengembangan niaga el, dan terbukanya peluang dagang yang lebih besar bagi UMKM Indonesia untuk meningkatkan pemasaran barang dan jasanya Selain itu, akan tercipta kepastian usaha dalam menjalankan transaksi daring di kawasan ASEAN. (E-2)