Indonesia.go.id - Dari Cikarang Lewat Patimban ke Pasar Dunia

Dari Cikarang Lewat Patimban ke Pasar Dunia

  • Administrator
  • Selasa, 10 Desember 2019 | 03:40 WIB
INFRASTRUKTUR
  Presiden Joko Widodo meninjau progres proyek pembangunan pelabuhan Patimban di Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat, Jumat (29/11/2019). Foto: Biro Pers Setpres

Pelabuhan Patimban Subang akan jauh lebih besar dari Tanjung Perak dan Makassar. Dermaga terminal (hasil reklamasi) memberi kedalaman 17=18 meter hingga dapat melayani kargo ukuran ultra-large yang tak bisa merapat di Tanjung Priok. 

Presiden Joko Widodo tampak sumringah saat mengunjungi proyek pembangunan Pelabuhan Patimban di  Kabupaten Subang, Jawa Barat. Mengenakan helm proyek  dan berkemeja putih dengan lengan yang tergulung, RI-1 ini dengan bersemangat meninjau sejumlah struktur konstruksi di lokasi calon pelabuhan terbesar kedua di Indonesia, setelah Tanjung Priok Jakarta, Jumat (29/11/2019).

Yang agak berbeda, selain disertai Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, kali ini Presiden Jokowi juga dikawal dua staf khusus milenialnya, yakni Putri Indahsari Tanjung, 23 tahun, dan Andi Taufan Garuda Putra, 32 tahun.

‘’Kita sudah lihat, progresnya bagus sekali. Tak ada masalah,’’ kata presiden usai melakukan peninjauan. Tanggul pantai  terlihat kokoh, pilar-pilar besi berdiri menjorok ke laut dan akses jalan tol ke pelabuhan pun sudah 95 persen rampung. ‘’Bulan Juni 2020, jalan akses ini selesai,’’ kata presiden. Menteri Basuki pun menganggukkan kepala.

Proyek Pelabuhan di Patimban itu memang dikeroyok oleh Kementerian PUPR dan Kemenhub. Menteri Basuki bertanggung jawab urusan akses jalan serta sarana lingkungan,  Menteri Budi Karya menangani bangunan fisik pelabuhannya. Akses yang disebut presiden adalah ruas jalan tol baru sepanjang 8,2 km, dari kompleks pelabuhan ke Jalan Raya non-Tol Jakarta-Cirebon. Sekitar 6 km setelah Pamanukan belok ke arah kiri. Nama Patimban sendiri adalah nama desa tempat pelabuhan tersebut berada, yang masuk Kecamatan Pusakanegara.

Menteri Basuki mengatakan bahwa struktur jalan sengaja dibikin elevated sepanjang 7,5 km agar tidak banyak menyita lahan persawahan. Biaya jalan ini sekitar Rp1,1 triliun. Jalan tersebut  nantinya akan memanjang lagi sejauh 30 km lagi dan bertemu jalan Tol Cipali (Cikopo-Palimanan). Konstruksi jalan ini akan digarap 2021-2014 dengan biaya Rp6,35 triliun.

Pelabuhan Patimban kelak akan menjadi pelabuhan besar, yang salah satu fungsinya menjadi terminal ekspor produk otomotif (mobil dan sepeda motor) yang  industrinya semakin berkembang di Cikarang. Jarak Cikarang ke Patimban hampir 90 km. Lebih dekat ke Tanjung Priok, Jakarta. Namun, padatnya kegiatan bongkar muat di Tanjung Priok dan sesaknya jalur lalu lintas ke sana, apalagi pada tahun-tahun mendatang, membuat pelabuhan baru itu akan menjadi pilihan yang masuk akal.

Pelabuhan Patimban itu sendiri akan terhampar di areal seluas 654 hektar. Tidak semuanya mengambil lahan desa. Dermaga utamanya bertumpu di atas pulau reklamasi seluas 350 ha, yang dihubungkan ke daratan dengan jalan di atas air sepanjang 900 meter. Lahan yang di daratan digunakan untuk gudang dan perkantoran, area komersial, pergudangan, serta logistics park, termasuk untuk parkir mobil yang menunggu pengapalan. Salah satu peran penting Pelabuhan Patimban, kata presiden, ialah mendukung ekspor produk otomotif.

Pelabuhan Patimban tergolong megaproyek. Sampai penyelesaian tahap pertama saja (2020), biayanya  Rp23,5 triliun, belum termasuk jalan tol ke pelabuhan. Awalnya, pelabuhan baru itu akan dibangun di pesisir Cilamaya, Karawang. Tapi, di Cilamaya sudah telanjur banyak infrastruktur dan properti industri minyak dan gas. Feasibility studi 2015 menyatakan Patimban amat layak. Maka, dari Cilamaya lokasinya digeser 35 km ke Patimban. Setelah selesai dengan urusan ganti rugi dan pemindahan warga terdampak, pembangunannya dimulai awal 2018.

Dalam rentang waktu sampai 2027 ada tiga tahapan proyek. Tahap pertama, membangun terminal peti kemas 100 hektar, berkapasitas 3,75 juta TEUs (twenty-foot equivalent unit), satuan kargo yang merujuk kemampuan melayani 3,75 juta unit peti kemas setara 20 kaki (6 meter) per tahunnya. Termasuk dalam tahap pertama ini terminal pengangkutan bagi 328 ribu unit mobil utuh alias CBU (completely build up), terminal kapal Ro-Ro terminal sepanjang 200 meter dengan segala penunjangnya. Direncanakan tahap satu ini selesai akhir 2020.

Pada tahap kedua, kapasitas pelayanan terminal peti kemas akan meningkat menjadi 5,5 juta TEUs, dan tahap  dua ini akan selesai 2024. Sedangkan pada tahap ketiga, kapasitas pelabuhan akan meningkat ke level 7,5 juta TEUs dan diharapkan rampung pada 2027. Dengan kapasitas sebesar itu, Patimban akan menjadi pelabuhan terbesar kedua setelah Tanjung Priok yang pada 2018 sudah berkapasitas 11,5 juta TEUs. Namun, Patimban akan lebih besar dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, yang pada saat ini menangani 3,6 juta TEUs, atau Pelabuhan Makassar yang masih di level 1 juta TEUs.

Patimban dirancang menjadi pelabuhan paling modern di Indonesia yang mampu melayani kapal-kapal kargo ukuran besar, bahkan kelas ULCS (Ultra-Large Container Ship) yang tak bisa merapat ke dermaga Tanjung Priok. Dermaga yang dibangun di pulau reklamasi Patimban memungkinkan kedalaman lautnya mencapai 17-18 meter. Jauh lebih ideal  katimbang Priok yang maksimum hanya 14 meter. Pelabuhan Patimban dibangun untuk mengantisipasi luberan traffic dari Tanjung Priok.

Dengan tambahan fasilitas di Pelabuhan Patimban ini, ada jaminan bahwa industri yang berkembang di daerah Cikarang, Karawang, Subang, juga sekitar Bandung, akan lebih mudah mengakses ke pelabuhan besar. Apalagi, sebagai pelabuhan HUB, Patimban bisa terkoneksi dengan rute pengapalan ke berbagai penjuru dunia, dan akan disinggahi kapal-kapal kargo raksasa.

Pembiayaan pembangunan Pelabuhan Patimban ini  tak semata-mata mengandalkan APBN. Pemerintah Jepang menyuntikkan bantuan pinjaman lunak sebesar USD1,04 miliar (Rp14,2 triliun), melalui JICA (Japanese International  Cooperation Agency). Bantuan ini berjangka 40 tahun, dengan tingkat bunga 0,1 persen per tahun, dan disertai grace period selama 12 tahun.

Jepang punya kepentingan juga dengan  banyak industrinya di Cikarang, terutama otomotif dan segala spareparts-nya. Tahun 2018 lalu, ekspor mobil dari Indonesia mencapai 346 ribu unit, senilai USD4,78 miliar. Sebanyak 264 ribu unit  dalam bentuk CBU, dan 82.000 unit lain terurai, CKD (completely knock down). Toyota dan Daihatsu menjadi kontributor terbesar, dan berikutnya ada Mitshubisi, Suzuki, dan Hyundai. Sementara ekspor sepeda motornya mencapai 630 ribu unit tahun 2018 lalu dengan bendera Yamaha dan Honda.

Selain  mengerahkan dana APBN dan bantuan lunak JICA, pembangunan Pelabuhan Patimban itu juga dilakukan dengan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBU. Dengan begitu, beban ke APBN bisa berkurang. (P-1)