Di dalam negeri, hingga Senin (30/3/2020), tercatat sebanyak 1.414 orang terinfeksi virus pembawa penyakit Covid-19. Mereka tersebar di sejumlah wilayah di Tanah Air. Ada 122 orang yang meninggal dunia dan 75 orang lainnya berhasil mencapai kesembuhan.
Tak hanya di Indonesia, Covid-19 tengah menjadi ancaman utama warga bangsa-bangsa di dunia. Total angka infeksi virus corona mutan mencapai 721.584 kasus. Hal itu mengakibatkan sebanyak 33 ribu lebih warga dunia meregang nyawa. Jumlah kematian terbesar terjadi di Italia, dengan angka 10 ribu korban.
Sejumlah negara, termasuk juga Indonesia, wabah bahkan menjangkiti dan merenggut nyawa sejumlah elite negara. Artinya, virus berbahaya tersebut memang mampu beraksi tanpa pandang bulu, strata sosial, ekonomi, suku, bangsa, agama, dan lainnya.
Besarnya angka gangguan di sektor kesehatan masyarakat, dan juga fatalitas yang ditimbulkannya, membuat berbagai negara berikut elemen di dalamnya berlomba untuk melakukan sejumlah langkah. Bukan hanya di bidang penciptaan obat atau vaksin, tapi juga dalam berbagai sektor lain, termasuk ketatanegaraan.
Indonesia merupakan salah satunya. Minggu (29/3/2020) siang, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan surat edaran yang mengatur tentang pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di daerah. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa pemerintah daerah dapat menetapkan status keadaan darurat bencana Covid-19.
Surat edaran bernomor 440/2622/SJ itu diteken Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan diterbitkan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
Langkah itu merupakan wujud tindak lanjut Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda.
Status darurat yang dimaksud dalam hal ini adalah siaga darurat Covid-19 dan/atau tanggap darurat Covid-19. Namun demikian, penetapan status tersebut mensyaratkan adanya kajian dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat.
Makna dan Konsekuensi
Merujuk surat edaran yang terhitung berlaku efektif mulai Minggu, 29 Maret 2020 itu, maka kiranya perlu dipahami pula tentang makna dari penetapan status kedaruratan bencana berikut konsekuensinya.
Sebagaimana diketahui, dalam situs resminya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa status bencana nonalam seperti wabah penyakit Covid-19 bukanlah merupakan bencana nasional.
Walau begitu, penanganannya berskala nasional, dan mengerahkan potensi sumber daya nasional. Hal itu karena pada UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang dimaksud bencana terdiri dari bencana alam, nonalam, dan sosial.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Jadi dalam hal ini kejangkitan Covid-19 termasuk bencana nonalam yang sudah di tingkat pandemi, sesuai dengan pernyataan WHO.
Nah dalam UU Penanggulangan Bencana itu disebutkan makna dari status keadaan darurat bencana. Yakni, suatu keadaan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana.
Status keadaan darurat ditetapkan oleh pemerintah. Di mana pada tingkatan nasional ditetapkan oleh presiden, lalu di tingkat provinsi oleh gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh bupati/wali kota.
Status kedaruratan bencana sendiri terbagi atas tiga jenis, yaitu siaga darurat, tanggap darurat, dan darurat ke pemulihan. Yang dimaksud dengan status siaga darurat adalah keadaan ketika potensi ancaman bencana sudah mengarah pada terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya informasi peningkatan ancaman berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan dampak yang akan terjadi di masyarakat.
Sementara itu, status tanggap darurat merupakan keadaan ketika ancaman bencana terjadi dan telah mengganggu kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat.
Lalu, status transisi darurat ke pemulihan merupakan keadaan ketika ancaman bencana yang terjadi cenderung menurun eskalasinya dan/atau telah berakhir, sedangkan gangguan kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat masih tetap berlangsung.
Pemberlakuan status keadaan darurat sesuai UU 24/2007 dan mengacu pada Keppres No. 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 oleh pemerintah daerah membawa konsekuensi khusus.
Apa saja yang menimbulkan konsekuensi khusus itu? Yakni, dengan menetapkan status siaga atau tanggap darurat Covid-19, berarti pemda siap bekerja 24 jam tujuh hari dan mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk menyelamatkan rakyat di daerahnya dari penyakit Covid-19. Selain itu, pemda juga dapat menggunakan Dana Siap Pakai (DSP) dan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) daerah untuk menangani status keadaan tertentu ini.
Kementerian Keuangan juga sudah memberi kewenangan untuk refocussing kegiatan dan realokasi anggaran kementerian/lembaga dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 yang tertuang dalam surat edaran Menteri Keuangan Nomer SE-6/MK.02/2020.
Penulis: Ratna Nuraini
Editor: Firman Hidranto/Elvira