Indonesia.go.id - Super Koridor Pantura untuk Percepatan Industri

Super Koridor Pantura untuk Percepatan Industri

  • Administrator
  • Senin, 24 Agustus 2020 | 22:30 WIB
PEMBANGUNAN KAWASAN
  Proyek pembangunan Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat. Foto: Wijaya Karya

Pembangunan super koridor ekonomi Pantai Utara Jawa dan kawasan industri lainnya kini terus dikebut dalam waktu singkat.

Pantai Utara Jawa sontak terangkat nilainya setelah Presiden Joko Widodo melontarkan rencana untuk menjadikannya super koridor ekonomi Pantai Utara Jawa. Koridor itu tentunya merujuk pada jalur jalan utama di Pantai Utara (Pantura) Jawa, yakni jalur menyusur pantai yang membentang mulai dari Merak di Provinsi Banten hingga ke Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.

Jalan raya nasional dari Merak ke Ketapang itu panjangnya 1.316 km. Jalur ini juga telah didukung oleh jalan tol Trans Jawa yang merentang sepanjang 1.167 km.Tersedianya infrastruktur jalan tol dan fasilitas pendukung lainnya, seperti pelabuhan bisa jadi yang melahirkan ide lanjutan dari Presiden Joko Widodo untuk mengembangkan super koridor ekonomi Pantai Utara Jawa.

Seperti disampaikan dalam pidato presiden di depan Sidang Tahunan MPR-RI dalam Rangka HUT ke-75 Proklamasi Kemerdekaan RI di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020), Joko Widodo menekankan bahwa pembangunan super koridor ekonomi Pantura Jawa dan kawasan industri lainnya akan segera dikebut.

“Kawasan itu dirancang untuk bisa mengundang investasi berkualitas, yang bersinergi dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kita, yang memberikan nilai tambah signifikan untuk perekonomian nasional, serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” kata Jokowi.

Untuk mendukung rencana itu, Presiden menyebut Kawasan Industri Batang dan Subang-Majalengka sebagai andalan untuk mengundang investasi lebih lanjut yang akan makin meramaikan super koridor Pantai Utara Jawa tersebut.

Senada dengan Kepala Negara, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan rencana itu menjadi bagian sebagai pengungkit perekonomian pascawabah Covid-19. “Seperti yang menjadi harapan Presiden, kawasan itu bisa menjadi pengungkit untuk perekonomian pasca-Covid-19,” ujar Airlangga.

Dalam pengertian Menko Perekonomian, super koridor Pantai Utara Jawa tak hanya Kawasan Industri Batang dan Subang-Majalengka. Namun, integrasi semua kawasan industri yang terbentang dari Cilegon di Banten hingga Gresik di Jawa Timur.

Pemerintah memang kini tengah gencar menawarkan Kawasan Industri Batang dan Subang-Majalengka kepada investor untuk masuk ke kawasan itu. Di Kawasan Industri Terpadu Batang, misalnya, ada proyek kawasan industri yang merupakan kerja sama pemerintah dan BUMN.

Sejumlah kementerian dan badan usaha negara yang bakal terlibat di dalamnya. Di antaranya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, PT Pembangunan Perumahan, PT Jasa Marga, dan PT Waskita Toll Road, yang kini tengah mengembangkan kawasan seluas 450 hektare untuk tahap pertama dari tahap kedua yang akan meliputi area 4.300 hektare.

Begitu juga dengan Kawasan Industri Subang-Majelengka. Kesemua kawasan itu kini sudah terintegrasi dengan akses jalan tol Trans Jawa. Selain itu juga didukung infrastruktur pelabuhan yang memadai, baik Tanjung Emas, Semarang, Tanjung Perak, Surabaya, dan Tanjung Priok, Jakarta.

Infrastruktur lainnya ialah Pelabuhan Patimban di Subang yang kini sedang dibangun. Kelak, Pelabuhan Patimban yang dibangun di atas lahan 300 ha itu akan mencapai kapasitas 2,74 TEUs, lebih besar dari Tanjung Perak, Surabaya. Investasi untuk pelabuhan itu diperkirakan menelan Rp43,22 triliun. Menurut rencana, soft opening pelabuhan tahap pertama pada November 2020.

Dari gambaran di atas, dan merujuk pernyataan pemerintah, wilayah investasi yang ditawarkan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, yang cukup lengkap infrastruktur beserta pendukung lainnya meskipun wilayah lainnya pun tetap terus dikembangkan.

Ini juga tergambarkan dari laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), bila melihat sebaran investasi, persentase realisasi investasi (semester I 2020) di Pulau Jawa mencapai 52,4 persen dengan nilai investasi sebesar Rp100,6 triliun.

Sedangkan persentase realisasi investasi di luar Pulau Jawa sebesar 47,6 persen dengan nilai investasi sebesar Rp91,3 triliun sehingga realisasi investasi secara kumulatif sepanjang periode Januari--Juni (Semester I) Tahun 2020 yang mencapai Rp402,6 triliun.

 

Tetap Optimistis

BKPM pun masih mengusung optimistis pada 2020, realisasi investasi akan mencapai setidaknya Rp817,2 triliun atau sekitar 92,2% dari target awal sebesar Rp886 triliun, meskipun wabah pandemi Covid-19 masih berlangsung.

“Target ini akan tercapai apabila pemerintah terus melakukan konsolidasi internal yang intensif dalam melakukan upaya maksimal yang berorientasi pada pencarian solusi,” ujar Bahlil Lahadalia, Kepala BKPM, dalam satu kesempatan.

Dari gambaran di atas, potret investasi Indonesia sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Selama kurun waktu 10 tahun, Indonesia masih termasuk lebih baik dibandingkan negara-negara seperti Brasil, Vietnam, Malaysia, dan India. Negara ini tetap tercatat gross fixed capital formation terhadap GDP masih termasuk tinggi di atas 30 persen. Hanya kalah dengan Tiongkok yang mencapai di atas 40 persen.

Namun, masih ada asa yang harus terus didorong. Pasalnya, dari laporan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2020, negara ini masih tercatat berada di posisi 46,9 poin atau beranjak naik 7,8 poin dari bulan sebelumnya di level 39,1 poin.

Artinya, itu merupakan tanda positif tetap bergeraknya industri manufaktur nasional. Negara ini juga wajib terus berbenah. Indikator easy doing business Indonesia masih harus terus dibenahi meskipun kini berada di papan tengah. Namun, dibandingkan dengan negara di kawasan Asean lain, Indonesia masih tertinggal.

Potensi negara ini masih cukup besar untuk menarik minat investasi. Sembari berbenah, negara ini juga tetap harus mewaspadai laporan dari World Investment Report dari UNCTAD yang sudah memberikan peringatan bahwa wabah Covid-19 telah menyebabkan perilaku investor untuk menahan foreign direct investment (FDI) ke sejumlah negara tujuan investasi.

Bahkan, FDI diprediksi turun 5 hingga 10 persen pada 2021. Namun, lembaga PBB itu memberikan proyeksi akan terjadi pemulihan pada 2022. Lembaga itu juga mewanti-wanti agar soal penuntasan soal wabah pandemi tidak bisa dianggap remeh.

Perlu segera dituntaskan masalah kesehatan, selain terus melakukan penanganan masalah ekonomi yang tepat, termasuk mitigasinya, sehingga ketidakpastian di bidang ekonomi bisa diminimalkan. Namun demikian, peta jalan investasi negara ini yang terus mendorong investasi di sektor manufaktur, terutama industri pengolahan seperti industri logam dasar, barang logam, dan industri bukan mesin dan peralatannya, sudah berada di jalur yang benar.

Pelbagai hambatan investasi, seperti masih dikeluhkan kalangan investor di sektor manufaktur, antara lain soal kejelasan regulasi perizinan, masalah upah tenaga kerja, dan masalah produktivitas, harusnya terus diperbaiki untuk menciptakan daya saing. Pemerintah pun sudah menjanjikan semua itu dan akan mengakomodasinya dalam payung RUU Cipta Lapangan Kerja.

 

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer