Tanda-tanda bergulirnya industri manufaktur mulai terlihat di Jawa Timur. Hal tersebut dibuktikan dengan geliat penjualan produk furnitur atau mebel Jawa Timur yang mulai menunjukkan peningkatan permintaan. Kondisi tersebut dipicu pencabutan kebijakan lockdown menghadapi pandemi Covid-19 oleh beberapa negara tujuan ekspor.
Merujuk data Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian (Pusdatin Kemenperin) 2020, geliat ekspor furnitur di wilayah Jawa Timur ditunjukkan dari nilai ekspor olahan kayu dan furnitur pada Januari 2020 sebesar 146,21 juta dolar AS.
Pada Februari dan Maret, nilai ekspor naik secara berturut-turut sebesar 155,06 juta dolar AS dan 161,92 juta dolar AS. Namun pada April dan Mei, nilai ekspor menurun secara berturut-turut pula sebesar 143,31 juta dolar AS dan 115,86 juta dolar AS disebabkan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang di beberapa wilayah di Indonesia.
Seiring pelonggaran mobilitas sosial ekonomi oleh beberapa negara di Juni 2020, ekspor kembali naik di angka 146,36 juta dolar AS. Ekspor pada Juni tersebut merupakan angka yang lebih tinggi daripada Januari. "Pada periode semester I, Januari hingga Juni 2020, nilai ekspor industri furnitur dan olahan kayu di Jatim sebesar 868,74 juta dolar AS. Sedangkan, nilai impor sebesar 45,16 juta dolar AS. Sehingga, terjadi surplus senilai 823,58 juta dolar AS," jelas Kepala Disperindag Pemprov Jawa Timur Drajat Irawan.
Negara tujuan ekspor produk mebel Jawa Timur mayoritas adalah Amerika Serikat, Jepang, Inggris, serta negara-negara di Eropa, antara lain, Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, dan Italia. Impor produk mebel terbanyak berasal dari Tiongkok.
Industri mebel merupakan salah satu sektor produk yang mendorong ekspor Jawa Timur dengan ketersediaan bahan baku melimpah baik kayu, bambu, maupun rotan. Berdasarkan data BPS Jatim tahun 2019, jumlah industri pengolahan kayu termasuk di dalamnya industri furnitur sebanyak 10.120 unit, dengan rincian industri kecil sebanyak 9.418 unit, industri menengah sebanyak 27 unit dan sisanya industri besar sebanyak 175 unit.
Selain membidik peluang ekspor, industri mebel tentu saja tidak melupakan pasar domestik. Kendati permintaan dalam negeri belum sebaik pasar ekspor, industri ini juga sudah siap memenuhi perubahan pola konsumen di masa adaptasi kebiasaan baru.
Masa pandemi Covid-19 membuat masyarakat yang lebih banyak di rumah membeli produk home decor, kerajinan (kriya), dan perabotan rumah tangga lainnya. Peningkatan kinerja industri mebel juga didukung dengan adanya platform jual beli produk mebel/perabotan/kriya secara daring yang semakin marak dipakai masyarakat. Hal ini dikarenakan banyaknya varian produk yang tersedia. Platform itu menyediakan pelbagai kemudahan berbelanja.
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menilai, pihaknya mulai merasakan pemulihan di kala pandemi Covid-19 masih terjadi di tanah air. Sebelumnya, sejak Covid-19 merebak di Maret 2020, nyaris tidak ada pesanan masuk ke industri mebel dan kerajinan nasional.
HIMKI mencatat, jumlah tenaga kerja pada industri furnitur dan kerajinan nasional mencapai 2,1 juta orang. Pabrikan industrik kecil menengah (IKM) atau dengan omzet di bawah USD1 juta per tahun mendominasi 80 persen dari total pelaku industri mebel. Untuk itu, pemerintah memberikan sejumlah stimulus permodalan maupun insentif fiskal kepada UKM umumnya dan khususnya UKM bidang homedecor dan furnitur.
Membaiknya kondisi industri mebel dalam beberapa bulan terakhir merupakan sinyal menggeliatnya sektor industri manufaktur di tanah air.
Untuk itu, Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus menjaga aktivitas sektor industri manufaktur di tanah air agar tetap berjalan selama masa pandemi Covid-19. Namun demikian, operasionalnya dipastikan harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, pihaknya selama ini aktif mengawal realisasi penanaman modal dari sektor industri. Upaya ini untuk penguatan struktur manufaktur di dalam negeri sehingga memacu daya saing hingga kancah global dan mencegah meluasnya PHK.
Kemenperin mencatat, sepanjang Januari-September 2020, sektor industri menggelontorkan dananya di Indonesia mencapai Rp201,9 triliun. Nilai ini berkontribusi 33 persen dari total nilai investasi nasional sebesar Rp611,6 triliun. Penanaman modal di sektor industri tersebut meningkat apabila dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 sekitar Rp147,3 triliun.
Adapun subsektor yang memberikan sumbangsih terbesar pada devisa selama Januari-September 2020, yakni investasi dari industri logam, mesin dan elektronik yang menembus Rp77,8 triliun. Berikutnya, industri makanan sebesar Rp40,5 triliun serta industri kimia dan farmasi berkisar Rp35,6 triliun.
Menperin optimistis, resiliensi sektor industri manufaktur di Indonesia masih cukup kuat dan tinggi saat menghadapi adaptasi kebiasaan baru. Hal itu juga terlihat dari Purchasing Managers Index (PMI) yang menunjukkan kepercayaan diri para manajer di sektor industri dalam melakukan pembelian bahan baku.
Hasil survei yang dirilis oleh IHS Markit, PMI manufaktur Indonesia pada Oktober menembus level 47,8 atau naik dibanding capaian pada September yang menempati posisi 47,2. Geliat industri manufaktur seperti mebel dan kerajinan diharapkan semakin menguat di paruh awal tahun 2021. Seiring dengan makin terbukanya pasar global dan makin tinggi kepercayaan warga dunia dengan mulai diproduksinya vaksin Covid-19.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini