Di Jawa-Bali, laju transmisi Covid-19 melambat. Angka kematian menyusut dan tingkat okupansi tempat tidur rumah sakit menurun drastis. PPKM mikro diperpanjang selama dua pekan di Jawa-Bali.
PPKM yang dijalankan pada tujuh provinsi seluruh Jawa dan Bali dinilai bisa menekan risiko pandemi. Tren pelambatan pada laju penularan Covid-19 terus berlangsung. Angka kematian pun menyusut. Maka, pemerintah memutuskan memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tingkat mikro hingga 8 Maret 2021.
Keputusan perpanjangan PPKM mikro itu disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Sabtu (20/2/2021). Perpanjangan PPKM mikro itu dimulai dari Selasa 23 Februari sampai 8 Maret 2021. Secara umum, kebijakan ini hanya akan diberlakukan di tingkat RT/RW, desa/kelurahan di 123 kabupaten/kota di Jawa dan Bali.
Namun dalam pelaksanaannya, masing-masing gubernur bisa menetapkan prioritas di kabupaten kota tertentu yang dianggap perlu menerapkan PPKM mikro itu. Tentunya, dengan mengacu pada sejumlah kriteria epidemiologisnya. Penetapan itu kemudian dikirimkan ke Menteri Dalam Negeri RI, sebagai usulan untuk memperoleh landasan hukum berbentuk instruksi mendagri. "Para gubernur akan menindaklanjuti instruksi mendagri tersebut," kata Menko Airlangga pula.
Kebijakan PPKM mikro, menurut Airlangga, diyakini telah memberikan kontribusi yang positif terhadap penurunan jumlah kasus aktif Covid-19 sebesar 17,27% pada sepekan terakhir. Di sepanjang pekan sebelumnya, menurut Juru Bicara Satgas Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito, pelambatan laju penambahan kasus bahkan mencapai 25 persen. “Ini angka penurunan yang paling drastis dalam seminggu selama masa pandemi,” katanya.
Tren angka kasus baru di bawah garis 10 ribu pun terus berlanjut. Hari Selasa (23/2/2021), penambahan kasus baru sebesar 9.775 orang. Dengan demikian total kasus positif di Indonesia sebesar 1.298.608 orang. Dari jumlah tersebut, menurut catatan di Kementerian Kesehatan, sebanyak 1.104.990 orang (85 persen) dinyatakan sembuh, dan 35.014 orang lainnya meninggal dunia, bertambah 323 orang dalam sepekan terakhir.
Yang tercatat sebagai kasus aktif, yakni pasien tanpa gejala, atau dengan gejala ringan sampai berat, yang masih menjalani perawatan medis maupun isolasi mandiri, ada sebanyak 148.604 orang. Data epidemiologis yang dirilis hari itu berdasarkan pemeriksaan sebanyak 65.431 sampel. Pemeriksaan spesimen telah berjalan dengan tingkat yang kembali normal.
Catatan, tujuh provinsi peserta Kebijakan PPKM mikro, yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali, memang memperlihatkan perkembangan positif. Selama masa PPKM mikro angka penambahan kasus baru dan angka kematian memang melambat.
Pada dua pekan antara 9--22 Februari tercatat ada penambahan kasus positif sebesar 83.841 kasus. Angka itu jauh lebih kecil dibanding dua pekan sebelumnya, yang mencatatkan 128.753 kasus. Dalam kasus kematian juga terjadi penurunan pada saat PPKM mikro diterapkan. Ada 2.065 kasus kematian pada dua pekan atau 9--21 Februari, sedangkan selama dua pekan sebelumnya ada penambahannya 2.773 kasus kematian.
Namun, Profesor Wiku mewanti-wanti bahwa hasil dari intervensi kebijakan pada pandemi itu baru akan terlihat setelah tiga atau empat pekan setelah kebijakan dieksekusi. Dengan begitu, perkembangan positif itu lebih pas dikaitkan dengan kebijakan sebelumnya, yakni hasil dari PPKM yang diljalankan tanpa embel-embel mikro.
Apa pun namanya, Profesor Wiku menyambut baik tren positif itu. Hanya saja, ia mencatat bahwa tidak semua daerah menunjukkan tren yang sama. Di Jawa Tengah, misalnya, masih terjadi kenaikan laju penularan dan tingkat kematian. “Saya minta perhatian kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,” katanya.
Tren yang sama dari ketujuh provinsi itu adalah menyusutnya keterisian rumah sakit oleh pasien Covid-19. “Mungkin, ada penurunan dari persentase pasien dengan gejala sedang dan berat,” Profesor Wiku menambahkan.
Tentang peta risiko, tak ada perubahan. Kelompok lanjut usia (lansia), yang berusia 60 tahun atau lebih, menurut Profesor Wiku, adalah kelompok rentan yang akan menghadapi risiko lebih berat bila terinfeksi Covid-19. “Karena sistem kekebalan tubuhnya sudah menurun,” katanya.
Belum lagi, jika terkena Covid-19 para lansia itu sering menghadapi ancaman ganda, doble burden, yakni diperparah oleh penyakit komorbid seperti gangguan pada paru, jantung, pembuluh darah, dan ginjal. Walhasil, dengan porsi 10,7 persen pada populasi yang terinfeksi Covid-19, kelompok lansia menyumbang 48,3 persen kematian.
Oleh karenanya, pemerintah memasukkan lansia ke dalam daftar prioritas vaksinasi gelombang II yang dimulai 17 Februari. “Yang sudah dilakukan dan berjalan dengan baik adalah vaksinasi untuk lansia tenaga kesehatan,” kata Profesor Wiku. Di luar kelompok nakes, lansia yang lainnya juga sudah menjalani vaksinasi. “Terutama di ibu kota provinsi,” kata Wiku yang juga Koordinator Tim Pakar Satgas Covid-19 itu.
Selain karena ketersedian fasilitas kesehatan, di ibu kota provinsi, secara umum vaksinasi untuk para nakes juga sudah selesai. Itulah sebabnya, Profesor Wiku pun menyilakan lansia yang berniat mendapatkan vaksin pada kesempatan pertama untuk mendaftarkan diri, bisa secara online melalui laman web Kementerian Kesehatan.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari