Indonesia.go.id - Satu Peta, Satu Informasi

Satu Peta, Satu Informasi

  • Administrator
  • Jumat, 16 November 2018 | 08:51 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH
  Sumber foto: Istimewa

Adanya berbagai peta tematik tampaknya justru memicu persoalan yang bisa berujung konflik. Demi menghasilkan kebijakan yang tepat dan terarah, Satu Peta Indonesia pun diluncurkan.

Pada 2014 Unit Kerja Pembantu Presiden untuk Percepatan Pembangunan menginformasikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengenai tumpang tindihnya peta peruntukan perkebunan dan tambang di Kalimantan.

Sebut saja lahan yang pada peta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mestinya menjadi areal tambang, tapi pada peta yang dikeluarkan kementerian lain dikategorikan sebagai wilayah perkebunan sawit.

Jika baru sampai tahap pengecekan, mungkin belum jadi masalah. Reportnya jika investor sudah memenangkan investasinya ternyata wilayah yang digarap bertumpukan dengan investor lain dalam bidang yang berbeda.

Belum lagi resiko konflik lahan yang berakibat pada konflik sosial yang disebabkan dasar informasi proses pengambilan keputusan yang berbeda. Ujung-ujungnya terjadi stagnasi dalam pembangunan di wilayah tersebut. 

Waktu itu, Presiden memerintahkan untuk dibuatkan kebijakan satu peta. Lembaga yang diserahi tugas melakukan pekerjaan ini adalah Badan Informasi Geospasial (BIG). 

Ketika masa pemerintahan Presiden Jokowi, kembali diinstruksikan untuk melakukan percepatan pengerjaan kebijakan satu peta. BIG ditugaskan untuk mempercepat kerjanya, berdasarkan Perpres No. 9/2016. Koordinasinya ada di bawah kendali Menko Perekonomian. 

Proses kerjanya, menyatukan berbagai peta tematik yang dikeluarkan berbagai kementerian dan lembaga agar tidak terjadi lagi saling tumpang tindih. Semua peta tematik itu didasarkan pada satu peta dasar.  Melalui kebijakan itu diharapkan, ada  kepastian dan arah pembangunan yang lebih jelas. 

Pada Agustus 2018, Presiden telah meresmikan peluncuran geoportal yang isinya peta informasi yang merangkum semua peta tematik berdasarkan satu peta dasar. Tentu saja ada informasi-informasi yang bisa diakses publik ada juga informasi yang hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu. Tapi pada dasarnya, semua kebijakan wilayah didasarkan pada satu peta yang sama. 

Sejarah mencatat, kehadiran peta dasar Indonesia sudah dimukai sejak jaman Belanda. Dan pada masa pemerintahan RI, lembaga Bakostranas dan Tipografi Angkatan Darat pun sudah mengerjakan.

Persoalannya terletak pada perangkingan peta tematik yang dikeluarkan oleh masing-masing kementerian dan lembaga pemerintahan. Belum lagi, beberapa pihak swasta juga mengeluarkan peta sendiri untuk kepentingan bisnisnya.

Tercatat ada 85 peta tematik yang masing-masing berbeda. Kementerian ESDM saja punya 17 peta tematik. Sedangkan Kementerian PUPR punya 11 peta tematik. Belum lagi, peta yang dimiliki KLHK dan  Kementerian Pertanian. 

Proses perwujudan kebijakan satu peta itu dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama adalah tahap kompilasi yang mengumpulkan seluruh peta tematik yang dikeluarkan berbagai pihak. Tentu bukan hanya mengumpulkan, tetapi juga diletakkannya di atas peta dasar. 

Setelah itu, dilakukan integrasi di antara semua peta tematik yang terkumpul. Ada 19 lembaga dan kementerian yang menyerahkan datanya kepada BIG untuk disusun ulang.

Langkah selanjutnya adalah sinkronisasi dan terakhir adalah berbagi pakai. Proses terakhir itu diwujudkan dalam sebuah portal geospasial (geoportal).

Dari sanalah, orang-orang yang berkepentingan dapat melihat dengan utuh kebijakan yang tepat untuk satu wilayah. Kebijakan satu peta ini juga menjadi petunjuk arah kebijakan masing-masing pemerintah daaerah. 

Kini Indonesia telah memiliki lanskap satu peta dasar dengan beragam peta tematik di dalamnya, dengan skala 1:50.000. Meskipun kebutuhan di lapangan idealnya, Indonesia memiliki peta dengan skala 1:5.000. 

Semakin kecil skala perbandingan akan semakin detil juga informasi wilayah yang bisa tersampaikan. Bahkan mungkin bisa sampai memberikan dengan jelas informasi batas desa dan hal detil lainnya. Badan Informasi Geospasial sendiri masih terus bekerja untuk menyiapkan peta dengan skala ideal itu. 

Secara teori pemetaan, kebijakan satu peta sejatinya tidaklah dibutuhkan, sepanjang peta-peta tematik itu bisa saling melengkapi. Masalahnya selama ini adalah ego sektoral yang menyebabkan peta tematik akhirnya berdiri sendiri.

Memang, kesemua peta itu dibuat berdasarkan peta dasar. Hanya saja, satu sama lain tidak saling terkoordinasi. Inilah yang menyebabkan terjadi penumpukan peruntukan dalam satu wilayah. 

Harus diakui sebuah kebijakan yang tepat hanya bisa diambil apabila data yang tersedia terjaga validitasnya. Ketika data yang ada terserak dengan validitas yang rendah, sebuah kebijakan yang didasarkan pada data itu sudah pasti melenceng. 

Nah, peta wilayah adalah dasar penting untuk mengambil sebuah kebijakan. Yang berkenaan dengan peruntukan lahan, garis batas, pembangunan jalan, dan sebagainya. Di sinilah pentingnya kebijakan Satu Peta Indonesia menjadi pegangan.

Berita Populer