Tahun ini, program peremajaan perkebunan kelapa sawit digeber dengan menyasar lahan perkebunan seluas 180.000 hektare dengan alokasi dana Rp5,567 triliun.
Komoditas sawit merupakan salah satu produk unggulan Indonesia. Komoditas ini beserta produk turunannya menyumbang 3,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan serapan tenaga kerja sebanyak 16 juta pekerja.
Dari gambaran itu, bisa dikatakan sektor itu menjadi penopang ekonomi rakyat terutama di tengah-tengah masih berlangsungnya wabah Covid-19 yang juga sangat berdampak terhadap perekonomian nasional. Di tengah terpuruknya sejumlah komoditas akibat pandemi, petani dan pengusaha produk sawit tengah menikmati legitnya harga.
Produk sawit kini tercatat di Bursa Malaysia di level 3.954 ringgit per ton, atau Rp13.795/ton pada Senin (8/3/2021). Bursa Malaysia biasanya menjadi patokan dunia untuk produk sawit dan turunannya.
Penyebab melambungnya harga komoditas crude palm oil (CPO) dan tercatat yang tertinggi dalam 10 tahun mengikuti tren harga minyak nabati lainnya didorong oleh kenaikan harga minyak dunia, seiring dengan adanya eskalasi tensi geopolitik di Timur Tengah.
Berdasarkan data dari Bursa Malaysia pada Senin (8/3/2021), harga CPO untuk kontrak Mei 2021 sempat mencapai harga tertinggi pada 3.954 ringgit per ton sebelum tiba di harga setelmen 3.878 ringgit per ton. Level itu sekaligus mencatatkan penguatan harian tertinggi sejak 2011.
Sementara itu, harga CPO berjangka kontrak pengiriman April 2021 terpantau naik 38 poin ke 4.012 ringgit per ton setelah sempat mencapai titik tertingginya pada 4.062 ringgit per ton. Bertolak pada kondisi tersebut, Gapki (Gabungan Pengusaha kelapa Sawit Indonesia) berani menaikkan proyeksi produksi CPO di 2021 menjadi 49 juta ton. Tahun lalu, realisasi produksi mencapai 47,4 juta ton.
Dari gambaran harga itu, prospek komoditas sawit ke depannya masih sangat menjanjikan dan tetap menjadi komoditas andalan nasional. Selain bisa menjadi produk biodiesel, produk alternatif BBM, produk sawit biasanya juga digunakan untuk kebutuhan bahan pangan, industri kosmetik, industri kimia, dan industri pakan ternak.
Bagaimana sebenarnya profil perkebunan di sektor itu? Merujuk data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,58 juta hektare dengan status kepemilikan lahan terdiri dari tiga tipe.
Pertama, perkebunan besar swasta (PBS) 53% atau sekitar 7,88 juta ha. Kedua, perkebunan rakyat/kelompok petani (PR) 40% atau sekitar 5,8 juta ha; dan ketiga, perkebunan besar negara (PBN) 7% atau 635.000 ha dari total keseluruhan lahan.
Namun dari total luas lahan itu, sebagian besar sudah berusia di atas 30 tahun terutama yang diusahakan oleh perkebunan rakyat atau petani, Masalah itu juga pernah diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, ketika mencanangkan pentingnya peremajaan perkebunan sawit rakyat (PSR) tersebut.
Tahun ini, pemerintah kembali meneruskan program peremajaan perkebunan kelapa sawit tersebut. Peremajaan itu menyasar lahan perkebunan seluas 180.000 hektare dengan alokasi dana Rp5,567 triliun. Hingga 2022, peremajaan perkebunan sawit ditargetkan bisa mencakup 540.000 hektare.
Peremajaan Sawit
Program peremajaan sawit sudah dimulai sejak 2016. Sejak 2016 hingga 2020, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPkS) telah menyalurkan dana Rp5,32 triliun untuk peremajaan sawit dengan luas kebun 200.205 ha dan mencakup pemilik kebun sebanyak 87,906 orang.
Pada 2020, dana yang disalurkan mencapai Rp2,67 triliun dengan luas 94.033 ha. Tahun ini, BPDPkS akan menyasar 540.000 ha dengan dana Rp5,567 triliun.
BPDPKS sendiri merupakan lembaga yang ditugaskan untuk menghimpun, mengelola, dan menyalurkan dana sawit untuk meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia.
Penyaluran dana sawit didasarkan pada Perpres nomor 61/2015 jo Perpres nomor 66/2018 yang di antaranya adalah untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit. Peremajaan perkebunan kelapa sawit diwujudkan melalui program PSR yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, beberapa tahun lampau.
Berkaitan dengan program peremajaan sawit rakyat, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud mengemukakan program peremajaan sawit merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap perkebunan rakyat.
“Program peremajaan sawit rakyat ini merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat,” ujarnya seusai Penandatanganan Kerja Sama Peremajaan Sawit Rakyat Melalui Kemitraan di Graha Sawala, Gedung Ali Wardana Kemenko Perekonomian, Selasa (9/3/2021).
Selain itu, dia menjelaskan, program itu juga sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada pekebunan sawit rakyat melalui program peremajaan sawit rakyat, PSR juga sebagai program Pemulihan Ekonomi Nasional yang mampu menyerap banyak tenaga kerja di masa pandemi Covid-19.
Khusus kali ini, pelaksanaan peremajaan melibatkan banyak pihak, antara lain enam perusahaan anggota dari GAPKI dan satu perusahaan milik negara yaitu PTPN VI dengan 18 KUD/koperasi/gapoktan anggota dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) yang berasal dari enam kabupaten, yaitu Kotabaru (Kalsel), Serdang Bedagai (Sumut), Muaro Jambi dan Merangin (Jambi), Kampar dan Indragiri Hulu (Riau), dengan total luas lahan dalam perjanjian PSR ini sebesar 18.821 hektare.
Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Pertanian dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bersama seluruh pemangku kepentingan industri sawit telah menyusun mekanisme peremajaan sawit rakyat yang lebih efektif dan efisien termasuk melalui pola kemitraan antara perusahaan dan petani kelapa sawit.
Peran aktif dari kepala daerah di sentra kelapa sawit diperlukan untuk mendukung pelaksanaan percepatan peremajaan sawit rakyat di daerahnya. Harapannya, target peremajaan sebesar 540.000 hektare yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk 2020-2022 dapat tercapai.
Alhasil, produktivitas meningkat, harga semakin legit, dan petani pun gembira.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari