Presiden meminta Kementerian Perdagangan membuat kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengembangkan pasar produk nasional.
Sektor perdagangan mendapat tugas besar sebagai pendorong pemulihan ekonomi nasional pada 2021. Kementerian Perdagangan pun harus menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk mendorong kinerja perdagangan pada tahun ini.
Harus diakui, tugas yang diemban M Lutfi sebagai komandan di sektor perdagangan tersebut memang tidak ringan. Apalagi, Presiden Joko Widodo telah meminta sektor itu menjadi lokomotif pemulihan ekonomi pada 2021.
Menurut Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi tahun ini harus bisa mencapai 5 persen. Itu bukan sesuatu yang mudah dari minus. “Saya mengharapkan kebijakan sektor perdagangan bisa memberi kontribusi dalam agenda pemulihan,” kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, Kamis (4/3/2021).
Kemendag pun diminta untuk menyiapkan langkah-langkah baru demi menyesuaikan konstelasi ekonomi dunia yang berubah karena pandemi. “Kementerian Perdagangan harus punya kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengembangkan pasar produk nasional kita,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Jokowi pun secara spesifik meminta Kementerian Perdagangan untuk memperluas pasar nontradisional. Pasalnya, banyak kawasan yang belum menjadi destinasi utama ekspor justru potensial untuk disasar RI mengingat pertumbuhan ekonominya yang positif di atas lima persen, seperti negara-negara Afrika, Asia Selatan, dan Eropa Timur.
Selain pasar nontradisional, Indonesia juga berpeluang menggarap pasar mitra. Namun seperti disampaikan Presiden Jokowi, perundingan perdagangan dagang dengan mitra potensial perlu segera dirampungkan. “Indonesia memerlukan pasar-pasar baru dan memberi kesempatan yang lebih luas bagi produk UMKM untuk menembus berbagai negara.”
Apa yang disampaikan kepala negara itu memang satu dari tiga strategi yang dibangun kementerian yang diampu M Lutfi. Ketiga strategi itu, pertama, memperkuat ekspor nonmigas sembari membuka akses pasar nontradisional melalui percepatan penyelesaian perundingan perdagangan dengan negara mitra baru.
Sebagai informasi, saat ini ada 23 perjanjian perdagangan bilateral regional yang telah diinisiasi Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Mozambique Preferential Trade Agreement (PTA), Indonesia-Pakistan PTA.
Kedua, menjamin pasokan dan stabilitas harga kebutuhan pokok dan penguatan pasar dalam negeri. Ketiga, dari sisi kebijakan, keringanan tarif bea masuk juga akan dioptimalkan di samping kemudahan, dan fasilitas akses pasar.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tak memungkiri bahwa sektor perdagangan melemah selama pandemi, yang tecermin dari kinerja perdagangan besar dan eceran di dalam negeri serta penurunan ekspor-impor Indonesia sepanjang 2020.
Meski turun, sektor perdagangan masih berkontribusi Rp1.995,4 triliun atau setara 12,93 persen terhadap PDB. Selain itu, ekspor barang dan jasa tercatat menyumbang 17,17 persen terhadap PDB dan impor sebesar 16,2 persen.
Dalam konfigurasi pasar, negara ini memiliki 10 negara tujuan utama dan produk utama ekspor. Ke-10 negara tujuan ekspor itu tercatat mencapai 69,7 persen dari total ekspor nonmigas pada 2020. Sementara itu kontribusi 10 produk utama mencapai 59,9 persen dari total ekspor nonmigas 2020.
Target Tercapai
Menanggapi arahan Presiden Jokowi, Lutfi optimistis target pertumbuhan ekspor nonmigas tahun ini yang dipatok tumbuh 6,3% dibandingkan dengan realisasi tahun lalu dapat tercapai.
Modal utamanya adalah harga komoditas nonmigas asal Indonesia bergerak positif. “Tahun 2020, ekspor nonmigas senilai USD155 miliar, tahun ini kita targetkan tumbuh 6,3 persen. Saya yakini ini bukan sesuatu yang mustahil.”
Meski demikian, Lutfi tak menampik soal gangguan logistik global yang diakibatkan oleh tak seimbangnya distribusi kontainer seiring lemahnya permintaan selama pandemi. Alhasil, terobosan perlu dilakukan agar pelaku bisnis tidak semakin terbebani.
Sementara itu, neraca dagang RI berhasil mencetak surplus untuk pertama kalinya sejak sembilan tahun lalu dengan nilai USD21,7 miliar. Meski surplus lebih banyak dipicu oleh penurunan impor yang lebih dalam, Lutfi mengatakan, kinerja dagang masih cukup baik, karena didominasi ekspor produk primer dan industri.
“Hal yang dapat menjadi catatan menggembirakan adalah 81,2 persen dari total ekspor Indonesia adalah dalam bentuk barang industri primer dan produk manufaktur.”
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan ekspor Indonesia ke sejumlah kawasan tradisional dan nontradisional juga masih menunjukkan pertumbuhan, yakni ke Eropa Barat yang naik 17,07 persen. Begitu juga ekspor ke tujuan Amerika Utara yang naik 3,51 persen, Asia Timur naik 4,01 persen, Eropa Timur naik 9,99 persen, dan Afrika Timur naik 8,09 persen.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum bidang Hubungan Internasional Kadin Indonesia Shinta W Kamdani sependapat, perdagangan internasional sangat menjanjikan untuk menjadi pendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional tahun ini.
Wabah pandemi telah juga mengubah lanskap perdagangan dunia. Saling ketergantungan tetap terjadi. Namun, dalam beberapa tahun ke depan rantai logistik perdagangan dunia akan cenderung lebih pendek, memanfaatkan kedekatan geografis, dan menghindari rantai nilai lintas samudra.
Langkah Indonesia dengan memperkuat dan membuka akses pasar nontradisional melalui percepatan penyelesaian perundingan perdagangan dengan negara mitra baru, selain terus mendorong mendiversifikasi ekspor dengan produk bernilai tambah, sudah merupakan langkah yang tepat.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari