Lancarnya vaksinasi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 turut mendorong penguatan persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi.
International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dari 4,8% menjadi 4,3%. Meskipun IMF merevisinya, Indonesia melalui Menkeu Sri Mulyani masih tetap optimistis proyeksi pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5 persen-5,3 persen.
Masih optimistisnya Sri Mulyani, menteri yang menangani fiskal negara ini, adalah hal wajar. Apalagi sikap optimistis itu juga didukung oleh data, seperti Purchasing Managers' Index (PMI) yang terus membaik, defisit fiskal yang masih bisa dijaga sehingga kontraksi tidak terlalu dalam.
Selain tetap berlangsungnya bantuan ke masyarakat dan dunia usaha, tetap terjaganya pencegahan wabah pandemi dengan fokus lebih mengetatkan tracing, treatment, dan testing (3T), dan semakin masifnya pelaksanaan vaksinasi ke masyarakat. Sejumlah stimulus itulah yang mendorong terjadinya guratan-guratan positif perekonomian Indonesia dan mulai tampak jelas meski wabah corona belum berakhir.
Di awal tahun, empat lembaga ekonomi kredibel dunia--Bank Dunia, OECD, Fitch Ratings, dan IMF--menyampaikan prediksi optimistis atas ekonomi Indonesia pada 2021 dan 2022. Misalnya, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh 4,4 persen sepanjang 2021. “Semua prediksi pertumbuhan ekonomi termasuk dari IMF merupakan perkiraan yang berdasarkan dengan ketidakpastian,” ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Senada dengan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun berkeyakinan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 4,8 persen-5,3 persen.
Sinergi Pemerintah
Pada kesempatan itu, Perry Warjiyo juga menyatakan kegembiraannya atas kuatnya sinergi pemerintah, bank sentral, dan otoritas terkait. Oleh karena itu, situasi ekonomi di tengah pandemi Covid-19 bisa ditangani secara bersama dan koordinatif.
Pernyataan senada juga disampaikan Sri Mulyani. Menurutnya, pemerintah sangat fleksibel untuk terus menyesuaikan berbagai kebijakan untuk mendorong ekonomi tetap tumbuh sesuai target. "Ya benar, ekonomi tahun ini asumsinya macam-macam, vaksinasi, gelombang ketiga, dan lain-lain," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional - Temu Stakeholders, Jumat, (9/4/2021).
Menkeu Sri pun menceritakan kisah sukses bahwa berbagai penyesuaian kebijakan sudah cukup berhasil menahan agar kontraksi pada 2020 tidak terlalu dalam. "Kalau negara lain bisa minus 8-9 persen, kita hanya minus 2 persen," katanya.
Situasi ini yang terus diakselerasi di 2021. Pemerintah akan tetap fokus di bidang kesehatan terutama vaksin serta tracing, treatment, dan testing. Agar sektor riil berjalan, pemerintah pun tetap memberikan bantuan kepada masyarakat dan dunia usaha.
Misalnya, program pemulihan ekonomi nasional berupa pos dukungan bagi UMKM dan korporasi senilai Rp186,81 triliun. Demikian pula, insentif perpajakan untuk dunia usaha juga diberikan Rp53,86 triliun. Harapannya, sejumlah insentif itu mendorong segera terjadinya pemulihan. Pemerintah menargetkan kuartal kedua ini, dunia usaha bisa rebound.
Indikasi mulai bergeraknya sektor riil juga terpantau oleh Bank Indonesia. Menurut bank sentral itu mengutip hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU), kegiatan dunia usaha pada kuartal I/2021 mulai terakselerasi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Bank Indonesia mencatat, nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pada kuartal I/2021 sebesar 4,5 persen, membaik dari -3,9 persen pada kuartal IV/2020.
“Peningkatan didorong oleh kinerja sejumlah sektor yang telah positif, antara lain, sektor pertambangan dan penggalian dengan SBT 2,93 persen, sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan dengan SBT 0,96 persen, serta sektor industri pengolahan 0,83 persen,” tulis Bank Indonesia dalam laporannya, Rabu (14/4/2021).
Bagaimana dengan perilaku konsumen, apakah dengan adanya wabah Covid-19 mempengaruhi perilaku mereka? Setelah setahun berlalu dan wabah masih marak berlangsung, Bank Indonesia memotret ternyata keyakinan konsumen Indonesia semakin membaik, sudah hampir masuk zona optimistis.
Menurut laporan bank sentral itu, kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak membuat konsumen kehilangan harapan akan prospek perekonomian. Indikator itu bisa terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2021 berada di 93,4. Meningkat dibandingkan dengan 85,8 dan 84,9 pada Februari dan Januari 2021 dan mencatat rekor tertinggi sejak Desember 2020.
Meski masih di bawah 100, tetapi terlihat IKK dalam tren meningkat. Jika keyakinan ini bisa dijaga, atau bahkan ditingkatkan, maka bukan tidak mungkin pada bulan-bulan mendatang sudah bisa menembus level 100.
IKK terdiri dari dua sub-indeks besar yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Pada Maret 2021, IKE memang masih cukup jauh di bawah zona optimistis yaitu 72,6. Namun jauh lebih baik ketimbang posisi Februari 2021 yang berada di 65,1.
"Responden menyampaikan bahwa perkembangan program vaksinasi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 yang berjalan lancar turut mendorong penguatan persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi," sebut laporan BI.
Perbaikan IKE terutama disumbangkan oleh Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja yang naik 11,8 poin. Artinya, konsumen berpandangan bahwa mencari kerja saat ini sudah lebih mudah meski angkanya masih cukup jauh dari level optimistis.
Walau pandangan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini masih pesimistis, tidak dengan ekspektasi ke depan yang tecermin dari IEK. Pada Maret 2021, IEK tercatat 114,1, jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 106,5.
Harapannya, tren yang sudah mulai menunjukkan pemulihan itu terus bergerak yang lebih baik. Cukup sudah derita ekonomi minus terjadi tahun lalu. Kini saatnya, semua komponen masyarakat bersama pemerintah bergandeng tangan untuk ikut menggerakkan lesu darah ekonomi menjadi lebih bergairah lagi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari