Indonesia.go.id - Roadmap Logistik Multimoda Tengah Disiapkan

Roadmap Logistik Multimoda Tengah Disiapkan

  • Administrator
  • Selasa, 19 Februari 2019 | 02:45 WIB
TARIF KARGO
  Proses bongkar muat kontainer ke kereta api kargo di Stasiun Kalimas. Sumber foto: Antara Foto

Pemerintah mendorong lahirnya suatu sistem logistik yang lebih multimoda, terutama ekspor-impor dan pangan.

Tarif surat muatan udara (SMU) naik 300%. Itulah berita hangat yang muncul minggu lalu. Kenaikan itu sontak langsung memukul pelaku usaha dan imbasnya ke konsumen juga.

Akibat adanya kenaikan itu, pelaku usaha yang tergabung di Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonnesia (Asperindo) bereaksi keras dengan mengeluarksan ancaman siap menghentikan pengiriman kargo via udara dan hanya melakukan pengiriman via transportasi darat dan laut saja.

Sebagai gambaran, ongkos angkutan ikan dari Merauke ke Jakarta, misalnya, per kg mencapai Rp4.300. Biaya itu, tiga kali lipat lebih dibandingkan dengan tarif angkut dari Tiongkok ke Jakarta yang hanya Rp1.200 per kg. Padahal, perjalanan dari Negeri Panda itu ke Jakarta lebih jauh dibandingkan dari Merauke ke Jakarta.

Ancaman dari Asperindo tentu sangat tidak tepat tatkala suhu politik tanah air tengah mendidih. Untungnya, pemerintah langsung merespons cepat dan tak ingin menjadi isu panas terus bergulir. Keluhan terhadap kenaikan tarif itupun sudah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo.

Pemerintah merespons keluhan ini dengan mempertemukan pengusaha dan pihak maskapai. Pihak yang diundang, antara lain, dari maskapai Garuda Indonesia, Lion Air, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, Batik Air, dan Wings Air.

Sementara itu, dari pengusaha logistik diwakili oleh Asperindo dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). Selain maskapai penerbangan, turut diundang pengelola bandara, PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II.

Melalui keterangan tertulisnya, Ketua Umum Asperindo Mohamad Feriadi menjelaskan bahwa kargo adalah bisnis yang berlangsung cepat dan dinamis. Dan, untuk menjaga keberlangsungan bisnis dibutuhkan komitmen untuk menjaga suasana tetap kondusif dan tetap saling mendukung satu sama lain.
Dia juga membantah Asperindo beserta seluruh anggota secara resmi tidak pernah menyatakan penyetopan pengiriman kargo lewat maskapai penerbangan. "Isu tersebut menurut hemat kami kurang tepat dan kurang kondusif bagi semua pihak dan stakeholder," ujar Feriadi, Sabtu (9/2/2019).
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan pun berusaha untuk mencari titik temu berkaitan dengan sengkarut tarif kargo udara itu, seperti disampaikan Dadun Kohar, Direktur Kemanan Penerbangan Kemenhub.

Menurutnya, pemerintah dan pemangku kepentingan kargo udara telah sepakat untuk menyelesaikan persoalan ini bersama-sama untuk mencarikan yang terbaik bagi semuanya. Dan, akhirnya kemelut itu berupa tarif kargo memang sudah bisa diredam.

Namun, bila berbicara wilayah Indonesia yang terdiri dari luas daratan 1,8 juta Km2 dan luas lautan 3,2 juta Km2 dan 2,9 juta Km2 laut perairan zona ekonomi ekslusif, atau total setara dengan 7,9 juta Km2. Belum lagi dari sisi panjangnya, dari barat di Pulau Weh hingga Papua, Indonesia terbentang sepanjang 5.150 km. Atau bila disandingkan dengan benua Amerika, panjang Indonesia terbentang dari ujung barat ke ujung timur Indonesia bisa sama dengan jarak dari California ke Bermuda. Maka, jelaslah tergambar bahwa masalah jasa transportasi dan logistik Indonesia tidaklah mudah.

Hanya saja pemerintah sudah berkomitmen untuk tidak akan tinggal diam menghadapi persoalan itu. Terbukti, pembangunan infrastruktur jalan termasuk jalan tol dan angkutan KA serta angkutan barang melalui laut pun terus digenjot.

Dan harus diakui pula bahwa kerja keras pemerintah itu sudah tampak nyata. Kita bisa menyaksikan dan merasakan infrastruktur jalan tol yang membentang dari Merak, Cilegon, hingga Pasuruan, Jawa Timur. Dan, tidak terlalu lama lagi sudah tersambung hingga Banyuwangi.

Begitu juga dengan infrastruktur rel KA yang sudah double track di sepanjang Jawa diharapkan segera terwujud. Kini rel KA double track baru dari Jakarta hingga Madiun. Begitu juga dengan pembangunan rel KA Trans Sulawesi yang kini terus dikebut.

Peringkat LPI naik

Adanya kerja keras berupa pembangunan infrastruktur terlihat hasilnya dari laporan Bank Dunia berkaitan dengan logistic performance index (LPI), yang naik signifikan selama dua tahun terakhir, yakni dari posisi 63 pada 2016 menjadi 46 di 2018.

Namun, negara ini tidak bisa berpuas diri karena dari laporan LPI Bank Dunia 2018, negara ini masih kalah dengan beberapa negara di kawasan ASEAN. Singapura tetap di peringkat pertama di ASEAN dengan menduduki peringkat 7 dunia, Thailand (32), Vietnam (39), dan Malaysia menduduki peringkat 41. Sedangkan menurut laporan LPI 2018, Indonesia menduduki peringkat 46 dengan nilai 3,15.

Ada beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur LPI satu negara, yakni soal kepabeanan. Indonesia  memperoleh nilai 2,67, infrastruktur (2,89), pengapalan internasional (3,23), kompetensi logistik (3,10), tracking dan tracing (3,30), dan ketepatan waktu (3,67).

Berkaitan dengan laporan LPI Bank Dunia itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui soal ketertinggalan negara ini dengan negeri-negeri jiran tersebut.

"Tentu saja, seperti saya jelaskan, itu merupakan hasil dari berbagai upaya, termasuk pengembangan infrastruktur, baik fisik maupun digital. Walau demikian, bila dibandingkan dengan negara ASEAN utama, kita belum lebih baik,” kata Darmin di kantornya, Jakarta, Rabu (6/2/ 2018).

Oleh karena itu, menurut pengakuan Darmin, pemerintah kini tengah mengidentifikasi fenomena tersebut, meskipun pembangunan infrastruktur terus digenjot pemerintah.

"Itu bagian dari kita yang sedang pelajari betul untuk mengefisienkan. Syukur-syukur, tentu saja bisa mendorong lahirnya suatu sistem logistik yang lebih multimoda yang pilihan-pilihannya lebih banyak," ucapnya.

Ditegaskannya, pemerintah akan berfokus untuk logistik ekspor-impor dan pangan. Pihaknya melakukan diskusi dengan asosisasi di lingkungan logsitik. “Kami banyak mendapatkan masukan dari asosiasi, mulai kendala tarif tol yang terlalu tinggi, hingga tarif transportasi udara untuk pengiriman barang yang juga sangat tinggi.”

Khusus soal logistik nasional, Indonesia sebenarnya sudah memiliki blue book logistik nasional melalui Perpres No. 26 Tahun 2012 “Oleh karena itu, kami berencana membuat yang lebih kongkrit termasuk soal roadmap logistik nasional,” tutur Darmin.

Terlepas dari semua itu, roadmap soal logistik nasional diharapkan segera dituntaskan oleh pemerintah. Banyak aspek yang harus diukur berkaitan dengan peta jalan logistik nasional, terutama menyediakan infrastruktur yang efisien agar biaya logistik bisa semakin ditekan dan bersaing di Asean.

Perlunya pendekatan yang holistik soal logistik nasional tentu menjadi harapan pelaku usaha karena menyangkut keberlangsungan bisnis dan industri kargo secara jangka panjang selain tentunya menjadi bagian dari komponen daya saing nasional dalam percaturan ekonomi global. (F-1)