Survei konsumen pada September 2022 menyebutkan bahwa optimisme terhadap kondisi ekonomi tetaplah terjaga.
Meski dunia masih dihantui resesi, pelaku ekonomi Indonesia tetap memiliki keyakinan konsumen yang terjaga. Indikator itu tergambarkan dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) pada September 2022.
Hasil survei Bank Indonesia (BI) yang dirilis Senin (10/10/2022) menyebutkan, IEK pada September 2022 tercatat sebesar 126,1, atau tetap berada pada level optimis. Kondisi ini yang menopang Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September 2022.
Pada periode itu, IKK tercatat berada di level 117,2. IKK pada September 2022 itu lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy), yang berada di level 95,5. Namun secara month to month (mtm) masih lebih rendah dibandingkan periode Agustus 2022 di level 124,7.
Berkaitan dengan hasil survei itu, Direktur Departemen Komunikasi BI Junanto Herdiawan mengindikasikan bahwa pada September 2022 optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga. “Keyakinan konsumen pada September 2022 yang tetap terjaga ditopang oleh tetap kuatnya Indeks Ekspektasi Konsumen [IEK],” katanya dalam keterangan resmi, Senin (10/10/2022).
Dia menjelaskan, IEK pada September 2022 tercatat sebesar 126,1, atau tetap berada pada level optimistis. Meski tidak setinggi bulan sebelumnya, yakni sebesar 137,7.
Sejalan dengan masih tetap terjaganya optimisme konsumen, pertanyaan selanjutnya komponen apa yang menyebabkan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) tetap kuat. Menurut hasil survei bank sentral itu, tetap kuatnya IEK terjadi utamanya pada komponen indeks ekspektasi penghasilan dan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja.
Sejalan dengan itu, Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE) tercatat sebesar 108,3. “Optimisme konsumen atas kondisi ekonomi saat ini masih tinggi, ditopang oleh optimisme akan penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja saat ini,” jelas Junanto.
Data survei bank sentral menjelaskan, keyakinan konsumen pada September 2022 terpantau pada seluruh kategori pengeluaran, terutama pada responden dengan pengeluaran Rp1 juta dan Rp4 juta hingga Rp5 juta.
Berdasarkan kelompok usia, IKK September 2022 juga tercatat pada seluruh kelompok responden, terutama pada responden berusia 41–50 tahun. Berkaitan dengan kondisi itu, Presiden Joko Widodo mengakui, tahun ini situasi sedang sulit dan bahkan tahun depan akan gelap, seiring makin tingginya ketidakpastian global.
Namun, Presiden Jokowi tetap optimistis, momentum pemulihan ekonomi nasional dapat terus berlanjut karena kondisi ekonomi Indonesia yang baik. Sikap optimis yang diperlihatkan Presiden Jokowi bukan tanpa dasar.
Pasalnya, realisasi pendapatan negara hingga akhir Agustus 2022 tercatat mencapai Rp1.764 triliun, tumbuh 49% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Indonesia bahkan tercatat mencapai pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 sebesar 5,44 persen (yoy)—tertinggi di antara negara dan kawasan anggota forum G20 yang mengindikasikan pemulihan di tanah air masih berjalan on the track.
IMF Pangkas Oulook
Pernyataan Presiden Joko Widodo berkaitan prospek gelap ekonomi dunia tahun depan juga terkonfirmasi dengan pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga itu telah memangkas perkiraan atau outlook pertumbuhan ekonomi global 2023 menjadi 2,7 persen.
Artinya, perkiraan tersebut turun dari 2,9 persen pada Juli 2022 dan 3,8 persen pada Januari 2022. Dikutip dari laporan World Economic Outlook (WEO) 2022, IMF juga memperingatkan tentang memburuknya prospek ekonomi global serta lonjakan inflasi dalam beberapa dekade dapat memperparah kondisi ekonomi dunia, yang sudah terkapar akibat perang Rusia vs Ukraina dan perlambatan Tiongkok.
"IMF melihat kemungkinan 25 persen dari ekonomi global akan melambat menjadi kurang dari 2 persen pada tahun depan," tulis IMF seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (12/10/2022).
Lembaga internasional tersebut mengungkapkan risiko salah perhitungan kebijakan telah meningkat tajam karena pertumbuhan tetap rapuh dan pasar tak kunjung menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Sekitar sepertiga dari risiko ekonomi global, seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Tiongkok akan mengalami berkontraksi tahun depan. IMF menilai, dampak pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve akan terasa secara global, dengan penguatan dolar AS yang terus menekan mata uang di pasar negara berkembang semakin menambah tekanan inflasi dan utang.
Meski tidak menghitung perlambatan 2020 akibat pandemi Covid-19, IMF memprediksi kinerja tahun depan akan menjadi yang terlemah sejak 2009 atau setelah krisis keuangan global. Harapannya, ekonomi Indonesia masih tetap baik-baik saja ke depannya.
Data Bank Indonesia menyebutkan, pendapatan negara hingga saat ini dilaporkan masih sesuai ekspektasi.
Penerimaan pajak dilaporkan berhasil mencapai Rp1.171 triliun atau bertumbuh 58 persen. Penerimaan bea dan cukai tercatat melonjak hingga 30,5% hingga mencapai Rp206 triliun.
Kemudian realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dilaporkan juga tumbuh 38,9 persen, yakni sebesar Rp386 triliun. Meskipun diakui, situasi ketidakpastian global masih sangat dirasakan, optimisme tetap harus dijaga.
Apa saja yang harus dilakukan pemerintah agar optimisme tetap terjaga? Tentu, kebijakan yang harus diambil adalah tetap terus mendorong investasi, mendorong konsumsi masyarakat, termasuk tetap memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat tidak mampu dengan berbagai programnya.
Ancaman resesi global akan tetap berdampak bagi kondisi ekonomi nasional. Namun, efeknya niscaya akan dapat dikurangi jika Indonesia siap mengantisipasi dan memiliki modal sosial yang kuat seraya tetap menjaga tingkat inflasi yang masih bisa ditoleransi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari