Mampu mendukung UMKM, implementasi kebijakan sistem pembayaran dan akselerasi digitalisasi pun diperkuat.
Harga aset kripto yang terus anjlok bisa jadi disebabkan sepinya transaksi mata uang tersebut. Namun berbeda dengan kondisi transaksi aset kripto, pembayaran dengan sistem digital atau uang elektronik terus mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia, transaksi uang elektronik pada Agustus 2022 tumbuh 43,24 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Sementara transaksi digital banking juga naik 31,40 persen secara yoy.
Tentu pembaca bertanya-tanya, apakah uang elektronik yang biasa masyarakat gunakan sehari-hari, seperti gopay, ovo, dana, dan sebagainya, bisa disebut sebagai uang digital yang sah dan diakui oleh pemerintah? Apakah jenis transaksi itu bisa dikatakan sebagai uang digital rupiah?
Berkaitan dengan itu, Bank Indonesia pun memberi penjelasan. Disebutkan, uang elektronik yang kini kian marak digunakan tidak bisa disebut sebagai uang digital rupiah. Dalam konteks transaksi uang elektronik, tanggung jawab atas instrumen pembayaran yang diterbitkan pada pemegangnya ada pada pihak swasta atau industri. Sedangkan, pemegang uang digital tanggung jawabnya ada pada bank sentral.
Oleh karena itu, Bank Indonesia berencana segera meluncurkan uang digital rupiah atau sering disebut dengan Central Bank Digital Currency (CBDC). Mereka kini tengah menggodoknya. Rencananya, akan dirilis akhir tahun ini.
CBDC itulah yang nanti menjadi bentuk digital dari uang yang diterbitkan bank sentral dan simbol kedaulatan negara. Seperti disampaikan Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Bank Sentral kini masih dalam tahap meneliti penerapan dan implikasi CBDC pada sektor publik dan swasta.
“Hal ini pada waktunya ditindaklanjuti dengan perumusan kebijakan terkait penerbitan CBDC, yang implementasinya akan didahului dengan studi/kajian hingga tahapan eksperimen yang matang,” ucap Erwin Haryono, dalam satu kesempatan, belum lama ini.
Yang jelas, perkembangan transaksi pembayaran secara digital sudah semakin masif digunakan. Terkait itu, Bank Indonesia terus memonitor dan melakukan pengawasan. Apalagi, pembayaran dengan sistem digital juga berperan bagi pemulihan ekonomi.
Selain itu, transaksi digital juga mendukung kemajuan ekonomi masyarakat seperti UMKM. Itulah sebabnya, disampaikan Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Wahyu Agung Nugroho, Bank Indonesia terus memperkuat implementasi kebijakan sistem pembayaran dan akselerasi digitalisasi.
Hal tersebut dimaksudkan, menurut Wahyu, untuk mendukung pemulihan ekonomi. Adapun, dia juga memaparkan, nilai transaksi uang elektronik (UE) pada Agustus 2022 tumbuh 43,24 persen secara tahunan atau yoy.
"Di sisi lain, nilai transaksi digital banking meningkat 31,40 persen yoy," ujarnya, pada Senin (3/10/2022).
Selain itu, Wahyu Agung menambahkan, di tengah tekanan inflasi, transaksi ekonomi, dan keuangan digital tetap mengalami kenaikan. Kenaikan ditopang oleh meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring, perluasan, kemudahan sistem digital, serta akselerasi digital banking.
Mengenal QRIS
Selain melalui uang elektronik, ada lagi varian dari uang digital. Salah satunya dengan metode bertransaksi melalui Quick Response Code Indonesian Standard atau biasa disingkat QRIS. Tentu ada yang bertanya, barang apalagi itu? QRIS adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) menggunakan QR code.
QRIS dikembangkan oleh industri sistem pembayaran bersama dengan Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Semua PJSP yang akan menggunakan QR code pembayaran wajib menerapkan QRIS.
Ihwal kinerjanya, Direktur Kepala Grup SP Ritel Bank Indonesia Fitria Irmi Triswati menjelaskan, volume transaksi QRIS tumbuh 184 persen secara tahunan atau mencapai 91,73 juta transaksi dengan nilai Rp9,66 triliun pada Agustus 2022.
Demikian pula dengan jumlah merchant mencapai 20,82 juta merchant. "Saat ini QRIS sedang menjadi sistem pembayaran antarnegara untuk memfasilitasi aktivitas perdagangan dan sektor pariwisata, khususnya bagi pelaku UMKM," katanya.
Harus diakui, penggunaan QRIS sebagai alat pembayaran sangat membantu bagi pelaku usaha, terutama sektor UMKM, karena meminimalisir kendala pembayaran secara tunai dan memberikan kemudahan. Merujuk pada data Bank Indonesia, nilai transaksi perbankan melalui kanal digital pada Agustus 2022 mencapai Rp4.557,5 triliun atau naik 31,4 persen secara yoy.
Adapun, nilai transaksi uang elektronik di Indonesia mencapai Rp35,5 triliun atau meroket 43,24 persen secara tahunan. Dari gambaran itu, transaksi digital di tanah air diproyeksikan makin tebal. Pasalnya, pelaku industri bank kini terus membangun dan menjalankan bisnis mereka juga secara hibrida, kombinasi konvensional, dan digital.
Bahkan, dalam lima tahun ke depan, Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu negara yang memanfaatkan transaksi digital terbesar di kawasan regional maupun global. Indikator itu semakin nyata bila melihat dari aksi sejumlah bank besar membangun ekosistem digital.
Meski sudah menunjukkan kemajuan yang signifikan, ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk memperkuat transaksi digital di Indonesia. Pertama, memperkuat ekosistem. Kedua, menjalin kolaborasi dengan lokapasar.
Ketiga, memperkuat usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Keempat, memperbaiki jaringan dan infrastruktur komunikasi dan teknologi informasi (IT) yang diperluas, sehingga bisa dinikmati seluruh kalangan di Indonesia.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari