Indonesia.go.id - Instrumen Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Instrumen Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

  • Administrator
  • Sabtu, 3 Desember 2022 | 20:55 WIB
EKONOMI DIGITAL
  Presiden Joko Widodo pada pertemuan pemimpin APEC sesi 1 di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok, Thailand. SETPRES
APEC sebagai incubator of ideas perlu mengambil langkah-langkah strategis demi memperkuat fundamental transformasi digital di kawasan.

Digitalisasi di semua sektor kini sudah menjadi keniscayaan. Bila ingin maju negaranya, penggunaan teknologi digital kini sudah menjadi sebuah tuntutan.

Pada 2022, Indonesia memiliki pasar ekonomi digital sebesar USD77 miliar. Demikian disampaikan Google, Temasek, dan Bain & Company dalam laporan e-Conomy SEA 2022. Nilai ekonomi digital USD77 miliar itu berarti naik 22 persen dibandingkan sebelumnya.

Bagaimana dengan nilai gross merchandise value (GMV)--sebuah standar yang selalu digunakan untuk mengukur nilai ekonomi berdasarkan nilai penjualan kotor barang dan jasa selama periode tertentu?

Di Indonesia GMV terbesar pada 2022 berasal dari sektor e-commerce dengan nilai estimasi USD59 miliar. Kemudian sektor ekonomi digital lainnya, yaitu jasa transportasi, pesan antarmakanan, dan pemesanan tiket perjalanan, sebesar USD8 miliar.

Berikutnya, masih mengacu data Google, Temasek, dan Bain & Company, pasar media online dan travel online masing-masing USD6,4 miliar dan USD3 miliar. Pasar digital Indonesia diperkirakan tetap akan terus tumbuh dan tetap menjadi yang terbesar di Asia Tenggara sampai 2030.

Pengembangan pasar ekonomi digital pada 2025 diperkirakan meningkat menjadi sekitar USD144 miliar. Namun, ada sejumlah tantangan ekonomi makro yang berpotensi membebani prospek pertumbuhan ini. "Dengan perlambatan ekonomi dan pasar tenaga kerja yang melemah, pengeluaran nonesensial konsumen akan berkurang," kata Google, Temasek, dan Bain & Company dalam laporannya.

Dari gambaran di atas, wajar pelbagai negara kini menjadikan ekonomi digital sebagai berkah, serta menjadi kunci pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Indonesia termasuk yang menikmati pertumbuhan ekonomi digital tersebut.

Disebutkan Presiden Indonesia Joko Widodo, ketika menyampaikan pidatonya dalam acara APEC Leaders’ Dialogue with APEC Business Advisory Council (ABAC), yang merupakan agenda keempat dalam rangkaian KTT APEC, Jumat (18/11/2022), digitalisasi sebagai kunci pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Namun begitu, Presiden Jokowi menilai, masih terjadi kesenjangan akses digital baik antar ekonomi negara APEC, ataupun di dalam tiap ekonomi negara tersebut.

“Oleh karena itu, APEC sebagai incubator of ideas perlu mengambil langkah-langkah strategis guna memperkuat fundamental transformasi digital di kawasan,” ujar Presiden Jokowi, dalam kesempatan itu.

Pada kesempatan dialog kali itu pula, Presiden Jokowi berada dalam satu kelompok dengan para pemimpin dari Jepang, Peru, Chinese-Taipei, Brunei Darussalam, dan Amerika Serikat. Pada pertemuan APEC yang diselenggarakan di Kamboja itu, ada tiga isu utama yang dibahas. Yaitu, mengenai sustainability, regional economic integration, dan digitalization and inclusion.

Berkaitan dengan isu itu juga, Presiden Joko Widodo menyampaikan sejumlah ajakan kepada para pimpinan ekonomi APEC. Pertama, mengajak ekonomi APEC untuk mendorong kesetaraan akses digital melalui peningkatan ketersediaan infrastruktur digital.

Kawasan APEC harus menjadi penjuru dalam mewujudkan kesetaraan akses digital di dunia, tanpa meninggalkan seorang pun (leave no one behind).

Kedua, penguatan sumber daya manusia di sektor digital perlu ditingkatkan untuk mendukung pengembangan infrastruktur maupun teknologi digital. Langkah kolaboratif antarekonomi APEC perlu diperkuat untuk memenuhi kebutuhan dan adaptasi tenaga kerja guna menghadapi era Industri 4.0.

Peningkatan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan perlu ditingkatkan, terutama untuk menjangkau kelompok perempuan, remaja, dan kalangan rentan. Lebih lanjut, literasi digital dan inklusi finansial bagi UMKM perlu didorong, mengingat kontribusinya yang besar terhadap perekonomian kawasan.

Hal lain, dalam Presidensi G20 Indonesia pada 2022 juga didorong dukungan sistem pembayaran untuk menyiapkan perekonomian pascapandemi yang berbasis digital. Pada jalur keuangan juga telah dilakukan pembahasan terkait pengembangan Central Bank Digital Currencies (CBDC) dalam rangka memfasilitasi pembayaran lintas batas sambil menjaga stabilitas moneter internasional dan sistem keuangan.

Dari sisi regional, Presidensi G20 Indonesia mendorong penerapan Regional Payment Connectivity (RPC) di negara ASEAN sebagai inisiatif transformasi digital. Hal itu sesuai dengan pokok bahasan di Presidensi G20 Indonesia, yang belum lama ini berakhir, yang mendorong peningkatan inklusi keuangan bagi kelompok rentan.

Menurut Presiden Jokowi, peningkatan inklusi keuangan bagi kelompok rentan itu, yang salah satunya melalui kesepakatan Yogyakarta Financial Inclusion Framework untuk memanfaatkan digitalisasi sektor keuangan.

“Kita harus perhatian terhadap kelompok itu dengan mendorong produktivitas pada kelompok marginal atau rentan, yang mencakup UMKM, perempuan, dan anak muda,” ujar Presiden.

Dalam konteks ekonomi digital, harus diakui pemerintah terus mendorongnya. Bahkan, melalui berbagai kebijakan, pemerintah mendukung generasi muda untuk terus berinovasi dan memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang telah disediakan pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan bahwa digitalisasi tumbuh pesat pada masa pandemi Covid-19. Salah satunya di sektor kesehatan, di mana pengguna telemedicine tumbuh sepuluh kali lipat.

Indonesia juga memiliki aplikasi PeduliLindungi yang di-install oleh lebih dari 110 juta pengguna. Selain sektor kesehatan, sektor pendidikan dan perbankan digital juga terus berkembang pesat.

“Hampir seluruh negara, termasuk Indonesia, menggunakan digitalisasi sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi dan menggunakan digitalisasi sebagai tempat untuk penciptaan lapangan pekerjaan,” tutur Menko Airlangga.

Pengembangan pasar ekonomi digital pada 2025 diperkirakan meningkat menjadi sekitar USD144 miliar. Membaca peluang tersebut, pemerintah pun terus membangun infrastruktur pendukung digitalisasi di Indonesia yang dapat membantu Indonesia agar saling terkoneksi.

“Transformasi digital terus didorong pemerintah dengan mempersiapkan infrastruktur, antara lain, fiber optik, jaringan 4G menjadi 5G, dan juga sedang disiapkan satelit yang tidak terlalu tinggi atau Low Earth Orbit Satelite (LEO). Dengan satelit ini, kalau seluruhnya bisa terpasang, maka seluruh pulau di Indonesia terkoneksi,” jelas Menko Airlangga.

Selain penyiapan infrastruktur, SDM yang memiliki kemampuan di bidang digital merupakan hal yang sangat penting. Indonesia memiliki jumlah start-up cukup banyak, bahkan terbanyak di Asean.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari