Sengketa Pemilu 2019 sudah selesai melalui keputusan Mahkamah Konstitusi. Secara hukum keputusan MK merupakan keputusan final dan mengikat. Artinya setelah keputusan itu tidak ada lagi celah konstitusional untuk menggugat. Berdasarkan keputusan MK tersebut Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia menetapkan pasangan H Ir Joko Widodo dan KH Prof Dr (HC) Ma’ruf Amin sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019 sampai 2024.
Indonesia sebagai negara muslim terbesar telah membuktikan dirinya mampu menjalankan sistem pemerintahan demokratis. Partisipasi Pemilu yang tinggi sekitar 80% menandakan antusiasme rakyat menyambut pesta politik terbesar tersebut. Dunia akhirnya mengakui bahwa kemampuan dan kedewasaan rakyat Indonesia menjadi modal utama dalam membangun masa depan.
Pascakeputusan MK, kita menunggu kira-kira komposisi kabinet seperti apa yang nanti dibentuk Jokowi-Amin. Harapan banyak orang, nantinya presiden akan membentuk sebuah tim profesional untuk menduduki kursi penting kementerian (zaken kabinet). Meski harus dicatat bahwa zaken kabinet yang dimaksud bukan meminggirkan peran personel partai politik sama sekali. Sebab profesionalisme adalah sebuah sikap kerja, bukan apa afiliasi partainya.
Dari komunikasi politik yang mulai terbangun tampaknya beberapa partai koalisi yang selama Pemilu Presiden tidak berada dalam koalisi Jokowi-Amin, sudah mendekat. Ada kemungkinan terjadi akomodasi terhadap mereka untuk masuk ke kabinet ini. Yang paling kentara adalah Partai Demokrat, melalui Agus Harimurti Yudhoyono, yang terus menunjukkan kedekatan dengan koalisi Jokowi-Amin. Selain itu, Partai Amanat Nasional juga ditenggarai menyeberang.
Sebagai sebuah sikap politik, pendekatan yang dilakukan kedua partai tersebut sah-sah saja. Tidak ada yang salah dari mereka yang hendak ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
Sementara itu, Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera dari narasi yang terlontar ke publik, sepertinya memilih untuk menjadi oposisi. Sikap PKS jauh lebih tegas. Sedangkan sikap Gerindra masih terbaca sedikit abu-abu. Ada peluang bagi Gerindra untuk ikut bergabung dalam kabinet mendatang, meskipun sepertinya tidak peluangnya tidak sebesar Demokrat dan PAN.
Dalam sebuah sistem demokratis, baik mereka yang berada dalam pemerintahan maupun mereka sebagai oposisi perannya sama-sama penting. Pemerintahan harus memiliki partner oposisi yang kuat dan rasional agar check and balance kekuasaan bisa terjaga. Inilah peran yang harus diambil oleh Gerindra dan PKS sebagai penyeimbang.
Sirkulasi kekuasaan yang sehat merupakan salah satu indikasi sehatnya sebuah sistem pemerintahan. Pascareformasi 1998 Indonesia bisa dikatakan selalu berhasil menjalankan Pemilu dengan damai. Kemampuan dan kedewasaan masyarakat terasa meningkat dari pemilu ke pemilu berikutnya. Terbukti angka partisipasi pemilu selalu tinggi. Ini menandakan bahwa masyarakat memiliki ikatan untuk menjalankan hak dan kewajiban politiknya dengan baik.
Dampaknya proses sirkulasi kekuasaan berjalan tanpa gejolak berarti. Dengan kata lain sistem dan mekanisme yang tersedia memberikan ruang besar bagi para politisi untuk berkompetisi secara sehat sekaligus juga menjamin terselenggaranya kompetisi secara adil dan terbuka.
Suksesnya Pemilu 2019 ini merupakan modal besar bagi Indonesia untuk melangkah ke depan. Ujian kedewasaan berbangsa dan bernegara berhasil dilalui dengan mulus. Memang masih ada sedikit riak yang tersisa akibat polarisasi pilpres, tetapi secara umum Pemilu 2019 berjalan sesuai dengan relnya.
Bisa dikatakan bahwa sukses Pemilu 2019 merupakan modal sosial yang besar yang dimiliki Indonesia. Modal sosial ini harus dikelola dengan baik dan serius. Semua elemen dalam politik, baik mereka yang berada di pemerintahan maupun yang berperan sebagai opisisi punya tanggung jawab sama besar untuk terus menerus melatih kedewasaan politik masyarakat. (E-1)