Pemerintah berencana menerapkan cukai plastik untuk mengurangi sampah yang tidak dapat didaur ulang sehingga merusak lingkungan. Selain konsepsi cukai, pemerintah juga merencanakan memberi insentif kepada industri yang mampu memproduksi kemasan plastik ramah lingkungan.
Kementerian Keuangan mengusulkan besaran cukai yang dipungut Rp200 per lembar kantong plastik. Sementara itu, untuk produk plastik lain angkanya masih terus dikaji.
Selain untuk memerangi sampah plastik, langkah ini juga penting untuk memperluas objek cukai. Sampai saat ini Indonesia hanya memiliki tiga jenis cukai, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, serta hasil tembakau. Sedangkan negara-negara lain sudah menetapkan beberapa jenis cukai seperti seperti soda, parfum, bahan bakar minyak, hingga perjudian.
Khusus untuk cukai plastik, banyak negara sudah menerapkan. Sebut saja Brunei Darusalam, Inggris, Afrika Selatan, dan Kenya. Negara-negara tersebut berusaha membatasi sampah plastik yang merusak lingkungan.
Sebelum cukai ditetapkan, beberapa wilayah di Indonesia, sudah mencoba mengurangi konsumsi plastik. Provinsi Bali, misalnya, sudah melarang kemasan kantong kresek digunakan. Tas-tas ramah lingkungan dijadikan pengganti kemasan di minimarket sepulau Bali.
Bukan hanya itu, sedotan plastik juga dikurangi penggunaannya. Diharapkan dengan adanya diterapkannya kebijakan itu, sampah plastik di Bali akan berkurang secara signifikan.
Selain mengurangi dampak lingkungan, penerapan cukai plastik ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan cukai. Sampai Maret 2019, pendapatan cukai Indonesia hanya Rp21,35 triliun atau 12,9% dari total target yang ditetapkan sepanjang 2019 sebesar Rp165,5 triliun.
Rencana ini seperti biasa akan mendapat respons dari kalangan industri. Diterapkannya cukai plastik, otomatis akan meningkatkan biaya produksi untuk produk-produk yang menggunakan kemasan plastik. Sementara itu, jika diterapkan, pendapatan cukai plastik tidak akan menutupi berkurangnya gairah industri yang menyebabkan berkurangnya pendapatan dari pajak.
Kalangan industri lebih mendorong penyelesaian dampak lingkungan terhadap plastik ini dengan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Namun, tetap harus diingat bahwa plastik adalah sampah yang tidak mudah diurai. Alasan industri tidak bisa dijadikan penghalang untuk mengurangi penggunaan plastik yang menyebabkan sampah plastik.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperhitungkan nilai jual plastik dapat menurun bila pengenaan cukai plastik diterapkan. Penurunannya bisa mencapai Rp600 miliar per tahun.
Dengan adanya cukai plastik, diperkirakan akan terjadi penurunan permintaan kantong plastik sebesar 54% dari kebutuhan kantong plastik saat ini.
Bila volume plastik dibatasi, peluang investasi dan penerimaan pajak berpotensi hilang. Padahal, pertumbuhan dari sektor plastik dan karet pada 2018 cukup besar, yaitu sekitar Rp92 triliun. Kantong plastik sebagai sasaran utama cukai memberikan dampak besar terhadap sektor plastik secara keseluruhan.
Dua kepentingan ini, antara membatasi pengunaan plastik yang tidak ramah lingkungan dengan pertimbangan industri mesti dicarikan jalan keluarnya. Jika mengamati tumpukan sampah plastik di berbagai tempat umum, rasanya memang kita mulai terganggu dengan keberadaanya. Harus ada dorongan kuat untuk mengurangi penyebaran plastik di masyarakat.
Bukan hanya mengurangi penggunaan, tetapi proses recycling juga perlu ditingkatkan. Saat ini, menurut hitungan Kemenprin, proses cecycling hanya berkisar di angka 10% sampai 14% saja dari total sampah plastik yang ada. Pemerintah perlu mendorong proses itu setidaknya sampai 25%.
Sebetulnya problem sampah plastik ini juga disumbang dari impor sampah plastik yang diterima Indonesia dari berbagai negara. Menurut beberapa pengamat lingkungan, sampai saat ini masih banyak perusahaan yang melakukan impor sisa buangan kertas dan limbah plastik dengan alasan sebagai bahan baku industri.
Dalam konteks ini pemerintah semestinya harus mengambil kebijakan tegas, agar Indonesia tidak menjadi negara pembuangan sampah dari negara lain. Sebab apapun rencananya, cukai atau insentif terhadap produk plastik ramah lingkungan, jika kran impor sampah itu masih terbuka dan tanpa pengawasan, kita akan selalu tertimbun bahan berbahaya.
Untuk mengurai persoalan ini sepertinya memang perlu ada keseimbangan antara pertimbangan lingkungan, pendapatan negara dari cukai dan kelancaran dunia usaha. Menolak cukai plastik sama sekali, juga tidak adil.
Lihat saja sekeliling kita. Sampah plastik sudah menjadi wabah yang menggangu. (E-1)