Indonesia.go.id - Perikanan Masih Jadi Sektor Unggulan

Perikanan Masih Jadi Sektor Unggulan

  • Administrator
  • Rabu, 17 Juli 2019 | 02:37 WIB
DAYA SAING
  Hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Samudera Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Kamis (13/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa

Bangsa ini butuh kedaulatan dan keberlanjutan. Industri perikanan negara ini,  bila tanpa kedaulatan dan keberlanjutan, akan berhenti.

Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin baru saja meluncurkan Visi Indonesia dengan pendekatan lima sasaran prioritas dalam program kerja 2019-2024.

Ada lima target yang dicanangkan Joko Widodo di periode kedua pemerintahannya yang tertuang dalam Visi Indonesia. Kelima visi itu diharapkan mendorong Indonesia lebih produktif, berdaya saing, dan fleksibel dalam menghadapi tantangan global yang dinamis dan penuh risiko.

Dari kelima visi itu, pembangunan infrastruktur tetap menjadi titik tekan Pemerintahan Jokowi, dengan titik berat adanya interkoneksi infrastruktur dengan kawasan industri kecil, kawasan ekonomi khusus, pariwisata, persawahan, perkebunan, dan perikanan.

Untuk artikel kali ini, saya menyoroti perlunya bangsa ini juga tetap fokus dengan daya saing yang dimilikinya, salah satunya adalah sektor perikanan. Bayangkan dengan wilayah perairan dan potensi lautnya yang luar biasa, wajar negara ini tetap menggunakan sektor perikanan sebagai sektor unggulan untuk bersaing di percaturan ekonomi global.

Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sektor pertanian, kehutanan, dan perikananan merupakan salah satu sektor penyumbang tertinggi pertumbuhan bila dilihat dari PDB lapangan usaha.

Proyeksi pertumbuhan sektor itu menyumbang 3,88% secara year on year, atau 12,36% secara PDB. Dan, berdasarkan data kementerian itu juga, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan diprediksi menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar bersama sektor industri pengolahan. Sisanya disumbangkan oleh sektor jasa.

Artinya, data Kementerian Bidang Perekonomian sejalan dengan data yang dikeluarkan BPS selama kurun 20 tahun terakhir ini, sektor nonperdagangan (jasa) menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan sektor perdagangan.

Kontribusi Besar

Kabar baiknya, sektor produksi termasuk perikanan masih tetap memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kinerja ekspor negara ini. Menurut data Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), nilai ekspor komoditas perikanan pada semester I 2019 mencapai Rp40,57 triliun, atau naik 24,29% dibandingkan dengan semester I 2018 yang mencapai Rp32,64 triliun.

Kondisi itu diakui oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurutnya, ekspor pada kuartal II memang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal I.

Hal itu karena permintaan lebih banyak pada Maret hingga Mei, sebagai persiapan untuk liburan musim panas. "Pasar biasanya membeli di November untuk persiapan di Natal, Tahun Baru, dan thanksgiving. Biasanya di Januari dan Februari slowing down dan harga turun karena demand berkurang. Peak lagi di Maret, April, dan Mei untuk liburan musim panas," terang Susi, Kamis (4/7/2019).

Bila dirinci, nilai ekspor tersebut terbagi atas nilai ekspor komoditas perikanan produk konsumsi yang sebesar Rp32,90 triliun. Sementara itu, nilai ekspor produk nonkonsumsi sebesar Rp7,67 triliun.

Nilai ekspor komoditas perikanan konsumsi meningkat 16% dibandingkan dengan semester I 2018 yang sebesar Rp28,46 triliun. Sementara itu nilai ekspor produk nonkonsumsi naik 83% dibandingkan dengan semester I 2018 yang sebesar Rp4,18 triliun.

Dari sisi volume, ekspor produk perikanan konsumsi hidup meningkat menjadi 40,6 juta ekor. Lalu volume ekspor produk perikanan konsumsi non hidup sebesar 505.801,83 ton. Sementara untuk produk perikanan nonkonsumsi terbagi atas nonkonsumsi hidup sebesar 2,98 miliar ekor dengan volume ekspor produk nonkonsumsi nonhidup sebesar 90.240,68 ton.

Melihat realisasi ekspor hingga semester I, Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo optimistis nilai ekspor tahun ini bisa lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi ekspor tahun lalu. Terlebih, permintaan komoditas perikanan akan mengalami lonjakan di kuartal IV tahun ini.

"Tahun ini, kami optimistis nilai ekspor bisa mencapai USD5,5 miliar. Nilai itu naik dibandingkan dengan 2018 yang sekitar USD4,7 miliar," tutur Nilanto.

Apa saja yang menjadi produk ekspor unggulan di sektor itu? Ternyata produk ekspor unggulan itu, seperti udang, tuna, kepiting, cumi-cumi, rumput laut, rajungan, kakap, dan kerapu.

Bahkan, dalam rangka diversifikasi pasar, Kementerian itu juga mendorong dibukanya pasar baru, salah satunya adalah dengan mulai mengekspor patin ke Arab Saudi tahun ini. “Kami mengharapkan ekspor komoditas itu menjadi produk ekspor unggulan baru perikanan.”

Diharapkan Arab Saudi bisa menjadi salah satu bersama 10 negara lainnya menjadi negara tujuan ekspor perikanan Indonesia. Saat ini, berdasarkan data semester I Kementerian,  10 negara tujuan ekspor produk perikanan adalah Amerika Serikat, China, Jepang, Australia, Singapura, Thailand, Malaysia, Taiwan, Italia, dan Vietnam.

Diakui oleh Susi Pudjiastuti, sepanjang semester I 2019 ini KKP telah mendapatkan berbagai capaian sebagai buah manis dari ketegasan Indonesia dalam menangani illegal fishing selama 4,5 tahun terakhir. “Hilangnya kapal asing malah menambah produksi perikanan. Di saat sektor lainnya melemah, perikanan menunjukkan kenaikan secara signifikan,” ujarnya.

Peningkatan itu dibuktikan dengan naiknya nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan. Nilai PDB Perikanan naik dari Rp58,97 triliun selama triwulan pertama 2018 menjadi Rp62,31 triliun pada triwulan pertama 2019.

Khusus di sektor perikanan tangkap, di masa lalu, nelayan Indonesia masih minim dalam menggunakan pendekatan bisnis. Salah satunya minim alat pendingin. Itu sangat disadari pemangku kepentingan di sektor itu. Namun, kini kapal-kapal nelayan sudah memiliki peranti itu.

Menurut data KKP, selama semester I 2019, sebanyak 72,5% dari 7.987 kapal yang terdaftar di Kementerian itu sudah memiliki freezer untuk menjaga kesegaran produk ikan yang ditangkapnya. Artinya, mayoritas kapal sudah punya freezer sebagai rantai dinginnya untuk mendorong kualitas ikan yang segar.

Sementara itu, KKP juga terus menunjukkan ketegasannya secara konsisten dalam bidang pengawasan kelautan dan perikanan. Hingga Juni 2019, KKP telah melakukan penangkapan kapal ilegal sebanyak 67 kapal yang tediri dari 17 kapal Malaysia, 15 kapal Vietnam, 3 kapal Filipina, dan 32 kapal Indonesia.

“Bangsa ini butuh kedaulatan dan keberlanjutan. Industri perikanan negara ini,  bila tanpa kedaulatan dan keberlanjutan akan berhenti. Keep the sustainable natural resources agar bisa berlanjut terus,” kata Susi, Jumat (12/7/2019). (F-1)