“Penduduk kita 267 juta, yang sebagian besar berada pada usia produktif," ujar Jokowi dalam pindato Visi Indonesia, di Sentul Convention Hall, 14 Juli 2019. Presiden ingin menekankan, sekaranglah saatnya yang menentukan masa depan bangsa.
Memang ada keterbatasan waktu. Penduduk yang sekarang berusia produktif, pada saatnya akan beranjak dewasa dan tua. Jika tidak sekarang dimanfaatkan dengan baik, Indonesia akan kehilangan kesempatan emasnya. Bagaimana memanfaatkan golden time ini?
Kerja-kerja besar harus dilakukan. Bukan cuma kerja rutin dan monoton. Bukan kerja yang hanya memiliki target-target jangka pendek. Bukan kerja sekadarnya. "Kita harus berani keluar dari zona nyaman. Kita harus lebih inovatif dan kreatif," ujar Presiden.
Apa yang akan dilakukan pemerintah Jokowi-Amin untuk kepentingan bangsa di masa yang akan datang? Pertama, komitmen untuk membangun infrastruktur. Selama periode pertama pembangunan infrastruktur memang digenjot besar-besaran. Pada periode selanjutnya sepertinya bukan hanya jalan, bandara dan fasilitas transportasi yang dibenahi. Tetapi juga pembentukan sawah, infrastruktur pendukung pertanian, serta pengembangan daerah-waerah wisata.
Tentu saja untuk mendorong kemajuan ketersediaan energi dan lingkungan perlu mendapat perhatian lebih. Sepertinya Presiden sadar bahwa keterbelakangan Indonesia selama ini salah satunya karena faktor minimnya infrastruktur. Kerja-kerja besar penyediaan infrastruktur adalah kelanjutan pada pembangunan periode sebelumnya. Pondasi infrastruktur inilah yang bisa menjadi landasan kemajuan Indonesia.
Kedua adalah pembangunan sumberdaya manusia. Infrastruktur memadai tidak akan ada artinya jika kualitas manusia Indonesia tidak mampu menjawab tantangan zaman. Tampaknya perhatian pemerintah periode ke depan fokus pada konsepsi pembangunan manusia Indonesia.
Sejak dari dalam kandungan anak-anak Indonesia harus diperhatikan gizinya, lingkungan yang lebih sehat, dan pendidikan yang lebih visioner.
Output pendidikan akan disesuaikan dengan kebutuhan industri dan tantangan global. Pemerintah akan mengembangkan berbagai program vokasi yang makin spesifik dan unik. Keunikan inilah yang akan menjadi daya saing manusia Indonesia.
Untuk mendorong kemajuan semakin cepat, pemerintah membutuhkan investasi besar-besaran dari segala lini. Inilah yang menjadi fokus ketiga dari pidato Preisden.
Kekayaan Indonesia dan kualitas SDM-nya diharapkan akan menjadi daya pukau agar investor mau menanamkan dananya di Indonesia.
Sepertinya Jokowi akan serius mematahkan faktor hambatan investasi. Tentu saja untuk itu diperlukan penyelarasan anatara aturan-aturan hukum pusat dan daerah. Di sanalah salah satu problem yang selama ini menjadi pengganjal masuknya investasi.
Oleh sebab itu, keempat, Jokowi mencanangkan akan melakukan program reformasi birokrasi secara serius. "Lembaga-lembaga yang tidak efisien dan tidak banyak manfaatnya akan saya pangkas," ujarnya berapi-api.
Bukan hanya memangkas lembaga negara yang tidak berguna, tapi yang paling penting adalah bagaimana kerja-kerja birokrasi harus lebih tangkas dan efisien. Maka, menurut Jokowi, dibutuhkan menteri-menteri yang berani. Maksudnya berani mengambil risiko dan mencari terobosan untuk solusi yang cepat.
Reformasi birokrasi sesungguhnya adalah kerja besar bagi bangsa ini. Setelah sekian lama birokrasi kita seperti lamban bergerak dan tidak adaptif terhadap perkembangan zaman. Diperlukan pendekatan baru dengan ukuran-ukuran pencapaian yang lebih riil agar semakin mudah menilai progres dari sebuah program.
Dari semua itu, diharapkan penggunaan setiap sen dana pemerintah menjadi efektif. Jokowi menekankan dalam butir terakhir pidatonya bahwa APBN di masa yang akan datang dipastikan digunakan sebaik-baiknya untuk kemajuan rakyat.
Itu semua hanya bisa dicapai apabila Indonesia makin menguatkan ideologi kebangsaan yang menjadi perekat semua anak bangsa. Berkali-kali Presiden menekankan bahwa Pancasila merupakan satu-satunya falsafah bangsa. Dengan kata lain, pembangunan ideologi juga menjadi titik fokus sehingga target-target praktis yang disampaikan Presiden Jokowi dapat terwujud.
Isi pidato yang disampaikan Presiden tampaknya lebih fokus pada hal-hal praksis. Ini menandakan Jokowi adalah seorang yang efisien dan berorientasi pada kerja. Mungkin karena itu juga dalam pidatonya kali ini, Presiden Jokowi tidak banyak mengulas soal menegakkan hukum. (E-1)