Indonesia.go.id - Semangat Sipil Para Bayangkara Baru

Semangat Sipil Para Bayangkara Baru

  • Administrator
  • Minggu, 21 Juli 2019 | 02:03 WIB
HARI BHAYANGKARA
  Sejumlah perwira yang baru dilantik Presiden Joko Widodo melakukan selebrasi dalam acara Prasetya Perwira TNI-Polri di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Dengan kekuatan 430.000  personel, Polri  yang terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Jawa Tengah yang paling aman. Sulteng paling rawan, tapi Sumsel mencatat angka tertinggi dalam kasus pembunuhan.

Sebanyak 306 perwira muda Polri siap memasuki masa tugas. Mereka telah menyelesaikan pendidikannya di Akademi Kepolisian (Akpol) di Semarang. Menandai kelulusan sekaligus kesiapan memasuki masa tugas, 306 perwira muda yang terdiri dari 256 kadet putra dan 50 kadet puteri itu dilantik Presiden Joko Widodo dalam upacara resmi di halaman Istana Merdeka Jakarta, Selasa (16/7/2019). Sesuai tradisi, para perwira Polri itu dilantik bersama 475 orang kolega mereka ksatria muda TNI-Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Para perwira baru Polri ini akan segera bergabung ke dalam organisasi besar Polri yang saat ini berkekuatan lebih dari 430.000 personel dari berbagai kecabangan. Jumlah itu terbesar kedua di dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Polri sendiri baru merayakan ulang tahunnya yang ke-73 dalam upacara di Silang Monas, Jakarta, Rabu (10/7/2019). Hari Bayangkara kali ini mengusung tema “Semangat Prometer dan Pengabdian Polri untuk Masyarakat, Bangsa dan Negara”.

Tema yang berunsur “Semangat Pro-Meter” itu menunjukkan kesiapan Polri memasuki era baru yang  serba internet of things, big data, dan cloud. Polri menunjukkan jati dirinya sebagai bagian masyarakat sipil.  Sejak terpisah dari struktur militer/ABRI (Angkatan Bersenjata RI), seiring dengan semangat reformasi 20 tahun lalu, Polri memang bergerak ke ranah sipil. Arah baru itu dikukuhkan dengan UU 2/2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Kapolri berada langsung di bawah Presiden, setara dengan Panglima TNI.

Sesuai peraturan perundangan yang berlaku, tugas pokok Polri ialah memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman  serta pelayanan pada masyarakat. Lembaga-lembaga seperti Kompolnas (Komisi kepolisian Nasional),  Ombudsman, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), terutama civil sosiety yang semakin kuat, memberikan mitra kritis dan sekaligus checks and balances bagi Polri. Situasi baru itu mau tidak mau mendorong Polri untuk bekerja lebih transparan, kredibel dan akuntabel.

Kinerja Polri semakin baik. Jajak pendapat oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) antara Juni-Juli 2018 lalu menunjukkan bahwa TNI, KPK dan Polri adalah institusi negara yang paling dipercaya masyarakat, dengan tingkat kepercayaan masing-masing 90,4%, 89% dan 87,8%. Skor ini jauh lebih baik katimbang sjumlah lembaga negara lain seperti Mahkamah Agung (75,8%), Kejaksaan (72,6%), Kehakiman dan Pengadilan (71,9%), atau DPR (65%). Survei ini melibatkan 1.200 responden.

Lembaga riset Markplus Insight, yang membuat survei dengan merinci kinerja sampai level Polres dan Polda, dengan melibatkan 29.250 responden, menyatakan bahwa tingkat kepuasaan dan kepercayaan masyarakat kepada Polri secara umum tinggi. Survei yang dirilis pada Februari 2019 itu menyatakan bahwa indeks kepercayaan masyarakat di atas 90% berhasil diraih  oleh 110 Polres dan satu Polda. Umumnya di luar Jawa.

Ada pun  indeks kepuasan (terkait dengan pelayanan) di atas 90% tercatat di 191 Polres dan enam Polda. Umunya di luar Jawa. Markplus Insight menyebutkan tiga polres yang meraih apresiasi masyarakat tertinggi, dalam hal kepercayaan dan kepuasan, adalah  Polres Talaut di Sulawesi Utara, Polres Ende dan Sikka yang keduanya Nusa Tenggara Timur (NTT). Survei dilakukan dengan metode computer assisted telephone interview (CATI) dan computer assisted personal interview (CAPI),yang berbasis internet, terhadap responden yang tinggal di wilayah hukum 34 Polda/461 Polres.

Secara umum tindakan  penegakan hukum oleh Polri semakin kuat dan sistemik, ketertiban umum semakin baik, dan rasa  aman masyarakat meningkat. Penggunaan metode ilmiah, termasuk ilmu kedokteran forensik mutakhir dan digital forensik,telah  banyak membantu aparatur kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya. Harapan masyarakat semakin terlayani, karena setelah urusan pangan, papan dan sandang, kepentingan masyarakat yang dianggap terpenting adalah rasa aman.

Tindak kejahanan bisa ditekan. Angka kejahatan (crime total) meski masih fluktuatif,  cenderung menyusut seperti tampak pada buku Statistik Kriminal 2018 yang diterbitkan BPS. Pada periode 2015–2017, menurut BPS, jumlah kejadiannya memang fluktuatif, cuma cenderung turun. Pada tahun 2015 ada  352.936 kasus, meningkat menjadi sebanyak 357.197 kasus pada tahun 2016 dan menurun pada tahun 2017 menjadi 336.652 kasus.

Sejalan dengan crime total, jumlah orang yang terkena tindak kejahatan (crime rate) setiap 100.000 penduduk juga mengalami penurunan. Pada tahun 2017  rata-rata 129 orang, dari 100 ribu, yang terpapar kejahatan. Angka ini menurun dari level 140 orang pada tahun 2015 dan 2016.

Angka kejahatan berat pembunuhan (homicde) juga menurun. Bila pada 2013 tercatat ada 1.386 kasus, kemudian 1.272 kasus (2014), meroket menjadi 1.491 kasus (2015), lalu menurun lagi menjadi 1.292 kasus di tahun 2016  dan 1.150 pada 2017.

Begitu halnya dengan angka kejahatan kekerasan fisik (violence). Pada 2013 terjadi kekerasan fisik sebanyak 44.990 kasus, meningkat ke 46.366 kasus pada 2014, melesat ke 47.128 tahun di 2015, menurun ke 46.706 kasus pada tahun 2016,  dan 42.683 kasus 2017.

Bila dirinci menurut daerah, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Utara(Sulut)  dan Sumatra Utara, menjadi tiga besar dalam crime rate. Di Wilayah Polda Sulteng pada 2017, secara rata-rata 345 warga terpapar kejahatan dalam setiap 100.000 populasi. Di wilayah Polda Sulut 324 dan Sumut 280. Di bawahnya ada Jambi (271) dan Gorontalo. Provinsi yang paling aman ialah Jawa Tengah (35 kasus), Banten (55) dan Jawa Barat (65).

Berbeda halnya dalam hal kasus pembunuhan. Pada tahun 2017, kasus pembunuhan yang terbanyak terjadi di Wilayah Polda Sumatra Selatan, yakni 147 kasus, kemudian Sulut 103 kasus, Sumut 92 kasus, Jabar 89 kasus dan DKI Jakarta 76 kasus. Yang terendah pada tahun itu adalah Yogyakarta 1 kasus, Kepulauan Riau 6 kasus dan Papua Barat 6 kasus.

Kejahatan memang sulit ditekan menjadi nol. Toh, dengan terus meningkatkan kapasitasnya, Polri diharakan bisa terus mengendalikan untuk tidak meledak. Semboyan Pro-Meter mendong Polri untuk melakukan penangan terhadap kejahatan, yang makin beragam dan makin canggih modusnya, dengan cara-cara yang tepat, cepat dan dalam koridor penghormatan terhadap kemanusiaan. (P-1)