Presiden prihatin dengan fakta hanya sembilan perguruan tinggi di Indonesia masuk 1.000 universitas terbaik dunia. Dan tak ada satu pun perguruan tinggi tersebut berada di 100 besar. Ketiga perguruan tinggi yang disebut di awal adalah Universitas Indonesia di peringkat 296, Universitas Gadjah Mada di posisi 320, dan Institut Teknologi Bandung di posisi 331.
Menurut lembaga pemeringkat itu, dua indikator terendah adalah jumlah sitasi paper dalam lima tahun. Masing-masing dengan skor 2,4 dan 3,0. Di mana skor itu berbanding terbalik dengan rata-rata skor 10 universitas terbaik dunia, yakni 88,3 dan 84,6.
Persoalan mutu universitas di Indonesia telah menjadi masalah yang tak kunjung usai. Di antaranya persoalan belum adanya kolaborasi antarsektor keilmuan dan rendahnya anggaran riset.
Di sejumlah kesempatan Presiden Joko Widodo mengkritik kinerja perguruan tinggi yang tak kunjung maju itu. Presiden ingin menyadarkan semuanya, ada ekosistem yang harus dibongkar. Agar inovasi itu muncul, agar ekosistem baru itu muncul, agar respons terhadap perubahan itu muncul. Karena paling cepat memang harus dari perguruan tinggi perubahan ini direspons, tidak dari yang lain-lain.
Sekarang ini, lanjut Presiden, kalau perguruan tinggi Indonesia tidak segera merespons dinamika di masyarakat, maka perguruan takan ditinggal oleh kemajuan dunia. Untuk itu, Presiden Jokowi meminta, agar agenda penelitian fakultas dan program studi juga perlu tanggap terhadap tantangan dan peluang-peluang ini. Ia mengaku heran jika zaman sudah berubah, tapi fakultas dan program studi tidak banyak berubah.
Jokowi mengingatkan, beberapa universitas besar dunia, sudah sangat tanggap terhadap tantangan dan peluang yang baru ini untuk memberikan nilai lebih bagi masyarakat. Ia menunjuk contoh di MIT, di sana ada Departement of Brain and Cognitif Science. Di Kent State University ada Hospitality and Tourism Management, dan di University of Southern California ada juga college of games studies.
Bahkan saking prihatinnya dengan masalah perguruan tinggi Indonesia, Jokowi akan mewujudkan wacana penggunaan rektor dan dosen asing dalam perguruaan tinggi. Ide merekrut tenaga kerja asing sebagai rektor perguruan tinggi dalam negeri tersebut dilontarkan saat bertemu dengan 100 seniman dan musisi di Istana Bogor pertengahan Juli 2019.
Setidaknya, ada lima rektor asing yang akan memimpin lima kampus negeri di Indonesia. Ide itu muncul ketika Jokowi diskusi dengan pimpinan negara lain, yaitu Uni Emirat Arab dan Singapura. Kedua negara itu mengejar sektor pendidikan dengan memanggil pimpinan perguruan tinggi dari negara lain dan mengirim pelajar ke luar negeri.
Sebelumnya, di sejumlah kesempatan, Presiden RI Joko Widodo juga meminta perguruan tinggi maupun sekolah-sekolah kejuruan membuka program studi yang sesuai dengan perkembangan zaman, langkah ini sebagai upaya agar Indonesia tidak tertinggal dengan kemajuan dunia yang kian pesat.
Menurutnya, perguruan tinggi harus mampu melihat perubahan kebutuhan sumber daya manusia dan kebutuhan lapangan kerja ke depan. Dicontohkan kemajuan teknologi di antaranya telah memunculkan online store, toko-toko di dunia maya yang saat ini berkembang pesat, yang dapat mengancam keberadaan pasar tradisional.
Presiden juga meminta untuk mengejar ketertinggalan sebagai negara industri, meski dinilainya sangat sulit. Hal yang bisa disiapkan adalah memperkuat DNA yang ada, mengembangkan core bisnis yang dimiliki Indonesia. "DNA kita yang kuat adalah di bidang budaya, mungkin kekuatan kita ada di situ, kita kembangkan untuk menjadi kekuatan bangsa," pungkasnya.
Keseriusan Jokowi lainnya dalam menangani pendidikan, tercermin dari upaya meningkatkan dana abadi pendidikan dan penelitian. Saat ini dana abadi pendidikan sebesar Rp66 triliun. Ini jumlah yang besar sekali dan akan terus ditingkatkan hingga mencapai Rp100 triliun dalam waktu lima tahun ke depan," katanya.
Pemerintah, juga telah memulai Rp1 triliun dana abadi penelitian. Ke depan, Jokowi ingin meningkatkan dana abadi penelitian dan pengembangan hingga mencapai Rp55 triliun.
Presiden juga akan membentuk dana abadi untuk mendukung perguruan perguruan tinggi terbaik di Indonesia agar masuk dalam peringkat terbaik dunia. Pada 2020, akan memulai dengan alokasi dana kurang lebih Rp10 triliun. Sementara itu pemerintah telah memberikan digital talent scholarship untuk 1.000 orang pada 2018 dan ditargetkan hingga 20.000 orang pada 2020. (E-2)