Indonesia.go.id - Ekonomi Papua Masih Bergantung pada Freeport

Ekonomi Papua Masih Bergantung pada Freeport

  • Administrator
  • Kamis, 25 Juli 2019 | 01:46 WIB
PEREKONOMIAN
  Pekerja tambang PT Freeport Indonesia. Foto: PT Freeport

Pertumbuhan ekonomi Papua sangat bergantung dengan Freeport. Tapi secara umum perkembangan kondisi kesejahteraan masyarakat Papua cenderung membaik dan jumlah penduduk miskin di Papua menurun.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua menyatakan turunnya produksi tambang PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika menyebabkan pertumbuhan ekonomi Bumi Cenderawasih berkontraksi sebesar minus 20,13 persen pada triwulan pertama 2019 jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Kontraksi pertumbuhan ini disebabkan terutama karena lapangan usaha pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi cukup dalam hingga minus 51,52 persen akibat turunnya produksi tambang Freeport. Produksi bijih logam PT Freeport pada triwulan pertama mengalami penurunan produksi diakibatkan masa transisi penambangan dari tambang terbuka (open pit) ke tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC). Diperkirakan selama 2019 produksi bijih logam PT Freeport akan mengalami penurunan dibandingkan pada 2018.

Sedangkan ekonomi Papua triwulan pertama terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar minus 13,64 persen. Aktivitas ekonomi pada triwulan pertama 2019 yang tidak sepadat triwulan keempat 2018 menyebabkan hampir seluruh lapangan usaha mengalami pertumbuhan negatif pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian merupakan kategori berkontraksi paling dalam yaitu sebesar minus 25,04 persen.

Pada triwulan pertama 2019 ini, struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Sedangkan PDRB per kapita pada triwulan pertama 2019 mencapai Rp12,95 juta, sementara PDRB tanpa pertambangan dan penggalian sebesar Rp10,05 juta.

Tidak hanya pertumbuhan ekonomi di Papua, ternyata perekonomian di Papua Barat juga tercatat turun karena rendahnya penerimaan gas alam cair (LNG) dari ladang gas di sekitar kawasan tersebut. Kondisi ini yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Papua dan Papua Barat tercatat negatif masing-masing sebesar 20,13 persen dan 0,26 persen dalam periode ini.

Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi Papua pada kuartal I 2019 minus 10,44 persen. Dari pertumbuhan ini, Papua berkontribusi sebesar 2,19 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara itu dalam Laporan Perekonomian Provinsi Papua Mei 2019, Bank Indonesia  menyebutkan kinerja perekonomian Papua pada triwulan I 2019 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan I 2019 terkontraksi sebesar -20,13% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar -17,79% (yoy). Kontraksi ekonomi Papua pada triwulan I 2019 disebabkan oleh semakin menurunnya produksi tambang terbesar di Papua yang telah memasuki fase akhir pertambangan terbuka serta adanya proses transisi dari pertambangan terbuka ke tambang bawah tanah yang menyebabkan belum optimalnya produksi tambang bawah tanah.

Jika tanpa mempertimbangkan lapangan usaha pertambangan dan penggalian, kinerja pertumbuhan ekonomi Papua mencapai 6,30% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional sebesar 5,07% (yoy).

Realisasi APBN di lingkup Provinsi Papua pada triwulan I 2019 mengalami penurunan pada pos pendapatan, sedangkan pada pos belanja mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018. Pada triwulan I 2019 sumber pendapatan terbesar berasal dari pajak dalam negeri sedangkan realisasi belanja terbesar berasal dari belanja barang. Di samping itu, realisasi APBD Papua pada triwulan I 2019 mengalami peningkatan pada pos pendapatan sedangkan pada pos belanja mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018. Salah satunya disebabkan oleh tidak adanya realisasi belanja barang modal dari APBD Papua pada triwulan I 2019.

Tekanan inflasi Papua pada triwulan I 2019 mencapai 4,17% (yoy) menurun jika dibandingkan dengan tekanan inflasi triwulan IV 2018 sebesar 6,36% (yoy), namun lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada triwulan I 2018 yang sebesar 3,16% (yoy). Dilihat dari kelompoknya, penyumbang inflasi tertinggi adalah kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar dan kelompok bahan makanan dengan andil masing-masing sebesar 2,24% (yoy), 0,61% (yoy), dan 0,57% (yoy).

Secara garis besar kinerja keuangan sektor korporasi dan rumah tangga yang menjadi penopang stabilitas keuangan daerah secara umum di Papua terjaga dengan baik. Aspek likuiditas dan rentabilitas korporasi pada triwulan I 2019 berada dalam kondisi yang positif, meningkat dari triwulan sebelumnya. Begitu pula dengan pengelolaan keuangan tumah tangga yang stabil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 

Kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan I 2019 masih tumbuh positif, beberapa indikator yang mencerminkan pertumbuan tersebut, antara lain, yaitu kredit yang tumbuh positif dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi pertumbuhan, meskipun diiringi peningkatan Non Performing Loan (NPL). 

Secara sektoral, peningkatan NPL secara signifikan terjadi pada sektor konstruksi yang berkorelasi sangat tinggi dengan tidak adanya realisasi belanja modal kerja Pemerintah Provinsi Papua pada triwulan I 2019. Sementara itu, kinerja sektor rumah tangga tumbuh positif pada triwulan I 2019, tercermin dari kondisi dan risiko keuangan di sektor rumah tangga yang relatif terjaga.

Secara umum perkembangan kondisi kesejahteraan masyarakat Papua cenderung membaik dan jumlah penduduk miskin di Papua menurun dari 27,76% menjadi 27,43%. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami penurunan mencapai 5,91 dibandingkan degan periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 6,24. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua pada April 2019 mengalami peningkatan dengan indeks sebesar 91,82. Nilai tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan kesejahteraan petani di Papua. 

Perkembangan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Papua tercatat mengalami penurunan pada triwulan I 2019. Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 3,2% pada periode Agustus 2018 menjadi 3,42% pada periode Februari 2019.

Perekonomian Papua pada triwulan III 2019 diperkirakan masih akan mengalami kontraksi namun tidak sedalam triwulan II 2019 yang utamanya disebabkan oleh terbatasnya kinerja Lapangan Usaha (LU) Pertambangan dan Penggalian. Terbatasnya kinerja LU Pertambangan dan Penggalian sebagai dampak dari cadangan bijih tembaga di tambang terbuka Grasberg yang diperkirakan akan habis pada triwulan II 2019 serta belum optimalnya operasional di tambang bawah tanah. Pada tahun 2019, Provinsi Papua diperkirakan akan mengalami kontraksi pertumbuhan cukup mengikuti pola produksi tambang tembaga terbesar di Indonesia. (E-2)