Indonesia.go.id - Indonesia Bangun Pabrik Besar Penyimpan Listrik

Indonesia Bangun Pabrik Besar Penyimpan Listrik

  • Administrator
  • Kamis, 25 Juli 2019 | 02:46 WIB
INDUSTRI
  Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Foto: Dok. IMIP

Indonesia akan segera punya pabrik bahan baku baterai litium terbesar di dunia yang dibangun di Morowali, Sulawesi Tengah. Investasinya mencapai USD4 miliar atau setara dengan Rp56 triliun.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengklaim pabrik bahan baku baterai litium di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, akan menjadi pabrik bahan baku baterai terbesar di dunia. Pasalnya, seluruh proses akan terintegrasi di kawasan tersebut.

Menko Luhut mengatakan, investasi pabrik baterai litium itu dilakukan oleh banyak perusahaan salah satunya Tesla milik Elon Musk yang dijuluki sebagai 'Iron Man'. Juga ada Volkswagen, LG, dan Tesla. Total komitmen investasinya USD4 miliar atau setara Rp56 triliun (USD14.000).

"Ya CATL kongsian dengan LG, Volkswagen (VW), Mercedes, macam-macam itu. Dia mau semua sampai USD4 miliar," kata Luhut.

Elon Musk dikenal sebagai pemilik Tesla, salah satu perusahaan yang memproduksi mobil listrik. Ada juga CATL yang berkongsi dengan LG, Volkswagen, hingga Mercedes. Dari total komitmen, Luhut mengatakan sudah ada USD1 miliar yang direalisasikan selama proses pembangunan pabrik.

Sebelumnya pernah  disebutkan bahwa PT QMB New Energy Materials merupakan kerja sama antara perusahaan Tiongkok, Indonesia, dan Jepang yang terdiri dari GEM Co.,Ltd., Brunp Recycling Technology Co.,Ltd., Tsingshan, PT IMIP dan Hanwa. Nilai investasi senilai USD700 juta dilakukan oleh konsorsium GEM Co. Ltd. Sebesar 36%, Tsingshan Group 21%, CATL 25%, Hanwa 8%, dan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) 10%.

Ketertarikan mereka berinvestasi di Indonesia karena negara ini merupakan potensi pasar besar mobil listrik. Apalagi dalam waktu dekat regulasi yang berkaitan dengan kendaraan listrik akan segera diterbitkan. Dan yang penting adalah 60%—80% komponen baterai litium berasal dari nikel, dan Indonesia memiliki cadangan nikel paling besar.

Pabrik litium ini akan dikembangkan di lahan seluas 120 hektare. Saat ini, kawasan IMIP telah menyerap 30.028 tenaga kerja Indonesia dan sekitar 3.000 tenaga kerja asing dengan kontrak berjangka waktu. Diperkirakan pabrik tersebut akan beroperasi tahun depan.

PT QMB New Energy Materials akan memproduksi material energi baru dari nikel laterit untuk memenuhi kebutuhan bahan baku baterai litium generasi kedua. Pemerintah mendorong percepatan pembangunan industri bahan baku baterai litium untuk mendukung pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.

Pabrik ini memiliki kapasitas konstruksi nikel sebesar 50.000 ton dan kobalt 4.000 ton, yang akan memproduksi di antaranya 50.000 ton produk intermedit nikel hidroksida, 150.000 ton baterai kristal nikel sulfat, 20.000 ton baterai kristal sulfat kobalt, dan 30.000 ton baterai kristal sulfat mangan.

Pabrik ini melebur nikel laterit menjadi elemen penting untuk daya baterai. Adanya bahan baku nikel kobalt, dengan penggunaan teknologi canggih dan ramah lingkungan serta proses produksi yang pintar, mampu mencipatkan suatu proses produksi yang sempurna.

Proyek pembangunan pabrik nikel literit di Morowali ini merupakan industri pertama di Indonesia, bahkan akan menjadi salah satu produsen yang terbesar di dunia. Indonesia tak akan lagi ekspor raw material, sehingga ada peningkatan nilai tambah. Melalui proyek smelter berbasis teknologi hydrometalurgi tersebut, Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam pengembangan industri baterai untuk kendaraan listrik.  

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor baterai litium sepanjang Januari-November 2018 mencapai USD7,65 juta, meningkat 7,57% dibandingkan dengan periode sama tahun 2017. Selain baterai litium, Indonesia juga mengimpor jenis baterai lain.

Realisasi investasi ini juga akan mendukung percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik untuk transportasi.

Berdasarkan road map pengembangan industri otomotif nasional, pada 2025, target  pemerintah 20% dari total produksi kendaraan di Indonesia adalah yang berbasis elektrik. Jika produksi  mencapai 2 juta unit per tahun, sebanyak 400.000 itu kendaraan listrik.

Berdasarkan riset produsen baja, Posco, nilai pasar baterai kendaraan listrik secara global pada tahun ini diproyeksikan mencapai USD204 miliar, meningkat 68,59% dibandingkan nilai pasar 2018 sebesar USD121 miliar. Adapun capaian 2018 tersebut meningkat 47,56% dibandingkan nilai pasar 2017 sebesar USD82 miliar.

Making Indonesia 4.0 juga menargetkan pada 2030, Indonesia menjadi basis produksi kendaraan jenis internal combustion engine (ICE) maupun electrified vehicle untuk pasar domestik hingga ekspor. (E-2)