Infrastruktur akan tetap menjadi fokus Presiden Joko Widodo pada periode kedua pemerintahannya, yakni pada kurun 2019-2024. Hal ini disampaikan oleh Joko Widodo, selaku presiden terpilih di depan ribuan pendukungnya, dalam paparan konsep pembangunan yang dikemas dengan tajuk “Visi Indonesia”, yang dihelat di Sentul City International Convention Center (SICC) di Sentul, Bogor, 13 Juli lalu.
Dalam acara yang tergelar meriah dan dihadiri banyak tokoh nasional itu, Joko Widodo menyebut infrastruktur sebagai salah satu pilar utama pembangunan, selain empat pilar lain, yaitu sumber daya manusia (SDM), reformasi birokrasi, optimalisasi APBN, dan investasi. Dalam kesempatan tersebut, presiden terpilih ini lebih banyak menyinggung ihwal infrastruktur fisik.
Ada pun infrastruktur fisik ini secara umum merujuk kepada sejumlah struktur fisik yang diperlukan untuk memberi layanan atas kebutuhan dasar, baik untuk sektor masyarakat maupun negara, guna mendukung pengembangan ekonomi dan sosial. Infrastruktur fisik ini meliputi, antara lain, jalan tol, jalan raya, bandara, pelabuhan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, bendungan, saluran irigasi, dan seterusnya.
Pembangunan bendungan (waduk) tampaknya akan terus diprioritasnya. Dalam banyak kesempatan, Presien Jokowi berulang kali mengatakan bahwa air itu adalah sumber kehidupan, dan karenanya harus menjadi prioritas. Manusia tak akan hidup sejahtera bila akses akan air bersih, untuk air minum dan sanitasi, tak terpenuhi.
Visi pemenuhan kebutahan air, baik irigasi maupun air baku untuk program air bersih masyarakat, sebetulnya sudah dijalankan Presiden Jokowi pada periode pemerintahan yang pertama 2014-2019. Namun, dengan Visi Sentul Juni 2019 itu sepertinya program kecukupan air ini, dengan membangun waduk (bendungan) memperoleh garansi kontinyuitasnya pada periode 2019-2024.
Isyarat keberlanjutan program ini cukup jelas. Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) sejak awal 2019 telah telah mengumumkan rencana untuk membangun sembilan waduk baru dengan biaya Rp21 triliun untuk periode 2019-2023.
Kesembilan waduk baru itu meliputi Bendungan Mbay di Kabupaten Nagekeo, NTTT (Nusa Tenggara Timur), dengan daya tampung air 34 juta m3 untuk mengairi tanah pertanian 6,378 Ha dan pasokan air baru warga 230 liter/detik. Ada pula bendung besar Jenelata di Gowa, Sulawesi Selatan, dengan daya tampung 225 juta m3 untuk 23,2ribu ha sawah, dan air baku 3,1 m3 yang bisa melayani lebih dari 700 ribu juga rumah tangga. Bonusnya listrik 10,9 megawatt dan budidaya ikan keramba.
Berikutnya Bendungan besar Pelosika di Konawe, Sulawesi Tenggara (590 juta meter3, air baku 800 liter per detik, sawah 22 ribu ha, dan listrik k22 MW). Dalam ukuran yang lebih kecil di Konawe ini juga mulai dibangun Bendungan Ameroro. Memanfaatkan sumber daya air yang besar di Sulawesi Barat, Kementerian PUPR juga sudah memulai mengerjakan persiapan konstruksi Bendung Budong-Budong di Kabupaten Mamuju. Jawa Tengah kebagian proyek Waduk Jragung di Kabupaten Demak. Kapasitasnya 129 juta m3 untuk 6,4 ribu ha sawah dan air baku 3 m3/detik.
Waduk Riam Kiwa akan dibangun di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, yang juga menghasilkan air irigasi, air baru untuk air bersih serta listrik. Untuk Aceh, sedang dimulai pembangunan struktur Bendungan Tiro di Kabupaten Pidie. Sedangkan Bendungan Tiu Suntuk dibangun di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dengan kapasitas 56 juta m3, mampu mengairi sawah 1.743,3 hektar, air baku 68 m3 perdetik, dan listrik 0,60 megawatt.
Dengan tambahan 9 bendungan baru itu, maka Presiden Jokowi sudah mengerjakan 38 waduk dari 65 yang dicanangkan pada awal 2015. Dari jumlah itu, 10 di antaranya sudah dibangun sejak era pemerintahan sebelumnya, sehingga porsi Jokowi hanya melanjutkan dan menyelesaikan, termasuk memberi sentuhan akhir pada Waduk Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, bendungan terbesar kedua di Indonesia setelah Jatilihur, yang diresmikan Presiden Jokowi awal 2017.
Waduk Jatigede yang membendung Sungai Cimanuk ini mampu menyimpan 978 juta m3 air (hampir satu miliar meter kubik), hingga sanggup mengairi 90 ribu ha sawah/tanah pertanian, serta 3,5 m3 per detik, lainnya untuk air baku, yang dialirkan ke berbagai tempat untuk diolah menjadi air bersih. Bonusnya, ada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berukuran 2x55 WM, yang dapat menerangi 100 ribu rumah warga, masing-masing dengan catu daya 1.000 watt. PLTA ini baru akan beroperasi pada akhir 2019.
Sampai akhir 2018, konstruksi 10 bendungan lainnya telah diselesaikan, dan di akhir 2019 ini 10 lagi akan rampung. Di antaranya adalah Bandungan Karian di Lebak, Banten, yang menampung air dari Sungai Ciherang. Bila selesai nanti, Waduk Karian ini akan menjadi bendungan terbesar yang ketiga di Indonesia dengan genangan waduk seluas 1.780 ha dan daya tampung air 314,5 ribu meter kubik.
Dengan kapasitas sebesar itu, Bendung Karian itu akan sanggup mengairi sawah seluas 22,000 ha dan membangkitkan listrik hidro 1,8 MW. Ditambah pula kemampuan memasok air baku sebesar 10 m3/detik untuk Kota Serang dan Kawasan Industri Cilegon, serta 9,1 m3/detik lainnya mengalir ke Tangerang, Serpong, dan Jakarta.
Kalau saja Bendungan Karian bisa mengalirkan 5 m3/detik ke Jakarta (utamanya Jakarta Barat) , dan diasumsikan setiap keluarga (sederhana) mengonsumsi air bersih 500 liter per hari, maka lebih dari 1,7 juta keluarga di ibu kota akan punya pasokan air bersih dengan harga yang yang lebih ekonomis. Eksploitasi terhadap air tanah Jakarta bisa berkurang. Waduk Karian beroperasi tahun 2020/2021.
Pasokan air bersih dari Waduk Karian ini akan membuat wilayah Banten dan Cilegon lebih produktif, mandiri, dan punya daya tarik lebih kuat untuk investasi lokal maupun asing. Tak heran bila Presiden Jokowi menempatkan pembangunan bendungan dalam list program strategis nasional.
Dalam sistem pengendalian tata air, ketika kualitas daerah aliran sungai (DAS) sudah jauh merosot, yang ditandai dengan susutnya debit air secara ekstrem di musim kemaraau, dan meruahnya aliran air sungai di musim penghujan yang bahkan menimbulkan genangan banjir, fungsi bendungan jadi sangat vital. Selain menggurangi risiko banjir, reservoir waduk adalah cadangan air yang berharga. Penduduk dan tanah pertanian terhindar dari bencana karena mendapat pasokan air.
Dari bendungan itu bisa dihasilkan tenaga listrik hidro, dan genangan air waduk bisa menjadi area budidaya ikan sekaligus tempat rekreasi. Ada potensi ekonomi yang digerakkannya. (P-1)