Tanggal 12 Juli 2019, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melayangkan surat kepada Gubernur Papua untuk memberikan usulan Perubahan UU No 32 Tahun 2001 jo UU No 32 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Papua. Menurut Mendagri, berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, kebijakan Otsus Papua yang sudah berlangsung 18 tahun itu perlu dilakukan perubahan sesuai dengan kondisi kekinian dan kebutuhan masyarakat Papua. Sehingga aturan itu mampu menjawab isu-isu aktual.
Kemendagri juga mengingatkan bahwa penerimaan dalam rangka otonomi khusus yang besarnya 2% DAU nasional akan berakhir 2021. “Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat agar segera memetakan pelaksanaan kebijakan otonomi khusus dan mengusulkan perubahan sesuai ketentuan dan undang undang,” katanya.
Surat Kemendagri ini ditanggapi negatif oleh gubernur dan sejumlah kalangan di Papua. Gubernur Papua Lukas Enembe tegas menolak rencana pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi pelaksanaan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Gubernur menyebut, soal Otsus sudah diperjuangkan lewat UU Otsus Plus beberapa waktu sebelumnya, namun pemerintah pusat menolaknya.
Sebelumnya Gubernur Papua pernah menyodorkan konsep Otsus Plus untuk merevisi secara total UU Otsus dengan melihat secara kontemporer masalah Papua.
Namun setelah disampaikan, pemerintah pusat menolak rancangan itu. Tidak ada alasan yang terungkap.
Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Papua Hery Dosinaen evaluasi otsus itu hanyalah sebagian, ending-nya revisi UU Otsus. Poin-poin apa yang akan direvisi? Belum ada yang tahu. Hanya saja, menurutnya, dimungkinkan terdapat beberapa poin seperti masalah pilkada. Di mana yang harusnya pilkada dilakukan secara tidak langsung menjadi secara langsung dengan biaya yang besar.
“Yang jelas apa yang dilakukan Pemerintah Papua, untuk revisi secara total UU Otsus itu mencakup semua aspek dalam kegiatan pemerintahan,” kata Sekda.
Dalam draf RUU Otsus Plus mengakomodir lima kerangka utama membangun Papua. Pertama, kewenangan pemerintahan. Yaitu, memperkuat pemerintahan di Papua dan Papua Barat dengan kewenangan lebih luas. Kedua, kebijakan pembangunan strategis yang memuat 25 kebijakan strategis pembangunan.
Ketiga, dalam Draf RUU Otsus Plus pemerintah ingin memperkuat dan memperluas kebijakan desentralisasi atau asimetrikal. Pemerintah mengusulkan perubahan formula dana Otsus, dana bagi hasil serta perluasan pemanfaatan dana Otsus. Dana Otsus yang dulunya hanya untuk pendidikan dan kesehatan diperluas ke sejumlah sektor prioritas sesuai kebutuhan daerah. Juga diatur pola divestasi saham, kontrak kerja sama, penyertaan modal, maupun dana tanggung jawab sosial dunia usaha.
Keempat, kelembagaan pemerintahan. Revisi UU Otsus menjadi Otsus Plus untuk memperkuat ekonomi khusus di level provinsi, penguatan peran, dan kewenangan gubernur, MRP, DPRP.
Dan Kelima, draf RUU Otsus Plus bertujuan agar Papua memiliki kewenangan lebih besar karena bentuk susunan pemerintahan secara implesif disebutkan pilar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di Papua ada tiga komponen. Yakni, DPRP/DPRD, gubernur dan perangkatnya, serta MRP.
Otsus 2001, lahir dari sebuah tujuan yang mulia yaitu untuk menghentikan tumpah darah, tangisan pembunuhan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terus saja terjadi di atas tanah Papua. Lahirnya Otsus dan UU ini (Otsus) mampu memberhentikan konfik antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua sampai hari ini.
Penggarapan UU ini juga memakan waktu lama dan penuh kehati-hatian. Dalam pembahasan terjadi belasan kali revisi. Dari Draf 1 hingga draf 14. Barulah setelah draft 14, usulan disetujui dan lahirlah UU nomor 21 tentang Otonomi Khusus.
Ada lima hal penting yang termuat dalam UU Otsus. Yaitu Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur, Ekonomi Kerakyatan, dan Affirmasi. Juga dalam UU 21 ini memang memayungi pasal-pasal yang sangat penting untuk mengangkat hak kesulungan orang Papua, dalam NKRI. Sehingga apapun yang orang Papua lakukan, tidak ada kecurigaan dan potensi perlawanan terhadap NKRI. Dalam UU tersebut terdapat perubahan nama dari Irian Jaya menjadi Papua, lahirnya MRP, lagu Tanah Papua, Bendera dan lambang daerah, pelurusan sejarah, pembentukan partai politik lokal dan tambahan 14 kursi DPRP dan dana Alokasi Khusus 2 persen yang diambil dari dana alokasi umum nasional.
Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat tak perlu sungkan-sungkan untuk bertemu, tak perlu ribut di media. Duduk bersama membahas evaluasi dan revisi UU Otsus yang terbaik untuk masyarakat Papua dan Papua Barat. Termasuk pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kaum intelektual setempat. Karena dari mereka aspirasi rakyat sedikit banyak sudah terakomodasi. (E-2)