Indonesia.go.id - Pilihan Jatuh ke Kalimantan

Pilihan Jatuh ke Kalimantan

  • Administrator
  • Jumat, 9 Agustus 2019 | 05:00 WIB
IBU KOTA BARU
  Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/8/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Presiden sudah menentukan lokasi ibu kota baru di Pulau Kalimantan. Memang, sampai saat ini lokasi persisnya masih menjadi bahan pertimbangan. Diperlukan kerja besar dengan biaya tidak sedikit untuk memboyong seluruh aktivitas pemerintah pusat ke lokasi yang baru.

Pilihan sudah dijatuhkan. Presiden Joko Widodo memilih Kalimantan sebagai lokasi ibu kota baru. Hanya saja belum dipastikan di kota mana nanti ibu kota akan berdiri. Pilihan ini akan disampaikan presiden langsung kepada DPR pada pidato Nota Keuangan, 16 Agustus 2019.

Presiden sendiri beberapa waktu lalu telah mengunjungi dua lokasi di Kalimantan, yang disebut-sebut sebagai calon ibu kota baru. Pertama, di Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Posisi dan letak geografis yang berada di daratan agak tinggi membuat pilihan ini layak dipertimbangkan. Bukit Soeharto sendiri letaknya antara Balikpapan dan Samarinda.

Lokasi kedua yang dikunjungi Presiden adalah Kabupaten Gunung Mas, di Kalimantan Tengah. Pilihan terhadap Kalimantan sendiri dengan pertimbangan letak pulau Kalimantan pas di tengah Indonesia. Sejatinya dulu, Presiden Soekarno juga pernah mewacanakan ibu kota Indonesia dipindah ke Kalimantan. Sayangnya, saat itu, Indonesia masih muda. Belum bisa merealisasikan kerja-kerja besar, seperti pemindahan ibu kota.

Rencananya pemerintah akan lebih dulu fokus pada pengembangan kota induk. Sedangkan kota-kota lain di sekitarnya diperkirakan akan di posisikan sebagai kota penunjang. Kota penunjang dimungkinkan berkembang dengan sendirinya. Proyeksi pemindahan ibu kota ini juga diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi bagi Indonesia Timur di masa datang.

Bappenas menghitung, biaya awal perpindahan ibu kota ini mencapai Rp466 triliun. Kota baru tersebut membutuhkan pembangunan infrastruktur dasar untuk menunjang segala aktivitas yang akan dibebankan kepadanya.

Pembangunan sarana utilitas seperti saluran multifungsi, sarana penerangan, air bersih dan minum, listrik, jalan, dan sejumlah sarana utilitas lainnya. Sedangkan untuk gedung perkantoran yang dibutuhkan dalam konsep pengelolaan ibu kota negara antara lain gedung-gedung untuk lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Sementara itu dibutuhkan juga fasilitas publik yang terdiri dari rumah sakit, transportasi urban, pasar, perumahan, dan berbagai fasilitas lainnya. Ini semua untuk memfasilitasi perpindahan sekitar satu juta ASN yang akan beraktivitas di ibu kota baru.

Belum lagi diputuskan lokasi pastinya, spekulasi terhadap harga tanah di lokasi calon ibu kota sudah sangat terasa. Memang kebutuhan tanah ibu kota baru dengan satu juta ASN yang berpindah diperkirakan sekitar 40 ribu hektar. Harga tanah di Bukit Soeharto, misalnya, kini meningkat rata-rata empat kali lipat dari harga sebelumnya. Begitu juga di sekitar Gunung Mas.

Perkiraan jumlah orang yang akan boyongan ke ibu kota baru ini terdiri dari PNS pusat serta legislatif dan yudikatif adalah 195.500 ribu orang. Polri dan TNI 25.660 ribu orang, pihak keluarga dari yang pindah 884.840 orang, dan pelaku bisnis 393.950. Total 1,5 juta orang. Semua proses dilakukan dalam rentang 5 sampai 10 tahun sejak ibu kota baru dibangun dan disiapkan.

Presiden sendiri berpesan ketika memindahkan ibu kota ini tidak boleh menggunakan cara berpikir yang sifatnya jangka pendek dan sempit. “Kita harus bicara tentang kepentingan yang lebih besar untuk bangsa dan kepentingan visioner jangka panjang,” ujarnya. (E-1)