Hari Raya Idul Adha kemarin ada sesuatu yang tampaknya sedikit berbeda. Banyak panitia di berbagai masjid tidak lagi menggunakan kantong plastik untuk mendistribusikan daging hewan kurban ke masyarakat. Sebagian besar menggantinya dengan besek, sebuah kotak yang terbuat dari anyaman bambu.
Memang harga besek jauh lebih mahal ketimbang kantong plastik. Tetapi jelas, kondisi sampah plastik yang sangat mengkhawatirkan membuat masyarakat mulai terbentuk kesadarannya untuk mengurangi kemasan plastik.
Industri kantong plastik sendiri memang berkembang sesuai dengan kebutuhan praktis masyarakat modern. Selain harganya murah, juga sifat praktisnya. Konsumsi plastik di Indonesia mencapai 17 kilogram per tahun dengan pertumbuhan 7% per tahun.
Nilainya juga tidak tanggung-tanggung. Untuk industri kantong kresek saja, bisa mencapai Rp600 miliar setahun. Belum lagi kemasan plastik bentuk lain.
Saking berkembangnya industri ini, sampai kini Indonesia dikenal sebagai penghasil sampah plastik di lautan nomor dua terbesar di dunia.
Alam menjadi sangat memprihatinkan. Plastik bukan saja berhamburan di daratan, tetapi juga merusak lautan. Di darat plastik tidak bisa diurai secara almiah. Ketika dibakar asapnya mengandung banyak racun. Sedangkan di laut, plastik bertebaran menganggu berbagai biota laut.
Serbuan sampah plastik ini memang sangat memprihatinkan. Pemerintah sendiri sudah mulai mengantisipasi ini dengan rencana menerapkan cukai terhadap kantong plastik. Bukan hanya itu, pemerintah juga akan memberikan insentif kepada industri yang mengurangi penggunaan plastiknya. Kini kalangan industri sudah mulai memproduksi berbagai bahan alternatif pengganti kantong plastik.
Salah satunya adalah Enviplast, produk kantong plastik dari bahan organik. Enviplast dibuat dari tepung tapioka. Bahkan untuk prosesnya, Enviplast tidak menggunakan bahan dari minyak bumi. Artinya, jauh lebih ramah lingkungan. Enviplast sendiri mudah terurai secara alami karena bahan dasarnya adalah tepung tapioka.
Untuk konsumsi di dalam negeri, Enviplast memang memang belum umum digunakan. Harganya memang dua kali lipat dibanding kantong plastik biasa. Tetapi pasar luar negeri yang memiliki kesadaran lingkungan lebih baik, mulai menggunakan produk asli Indonesia ini.
Selain berbahan dasar tapioka atau singkong, Indonesia juga memproduksi plastik dengan bahan dasar rumput laut. Orang mengenalnya dengan sebutan evoware. Bahkan jenis bahan plastik ini aman jika dikonsumsi manusia. Hanya saja, harga kantong plastik jenis ini sedikit lebih mahal.
Plastik berbahan dasar rumput laut membutuhkan pengolahan yang jauh lebih repot ketimbang menggunakan bahan tepung tapioka. Tetapi seratnya jauh lebih kuat. Karena struktur kimianya lebih mengikat.
Ada lagi bahan lain yang disebut Shrilk Biodegradable Plastic. Produk hasil temuan peneliti dari Harvard University ini sangat ramah lingkungan. Plastik ini terbuat dari bahan alami, yakni cangkang arthropoda. Di Amerika Serikat, produk plastik jenis ini sudah mulai banyak digunakan. Harganya secara rata-rata jauh di atas produk berbahan dasar tapioka atau rumput laut.
Dunia juga mengenal Nanocellulose. Sejenis plastik yang terbuat dari serat tanaman kecil. Plastik ini bertekstur padat. Cocok dijadikan gelas atau gerabah berbahan plastik. Plastik ini juga bagus digunakan sebagai komponen elektronik.
Ternyata susu sapi bisa juga menjadi bahan pengganti plastik. Tessa Silva-Dawson perusahaan asal Finlandia mendesain vas unik yang terbuat dari bahan mirip plastik. Mahasiswa Royal College of Art ini membuat vas dari susu sapi yang diekstraksi. (E-1)