Bawang merah dan bawang putih itu kompak dan hampir selalu bersama-sama. Di pasar-pasar rakyat, keduanya hampir selalu dipajang di dua kotak kayu yang bersebelahan. Dua bersaudara ini juga sering bersama sama di dalam cobek, ruang blender, panci, wajan bahkan di oven microvawe. Bawang merah membawa rasa manis-manis pedas. Bawang putih menyajikan rasa gurih.
Namun, ada hal yang sangat berbeda dari keduanya. Sekitar 96% bawang putih itu barang impor yang sebagian besar dari Tiongkok. Sedangkan, bawang merah, bila musim bagus, 100 persen bisa terpenuhi dari produksi dalam negeri. Dan karena asal-usulnya berbeda, di pasar nasib keduanya pun berbeda.
Harga bawang merah relatif stabil, dan hampir selalu di bawah bawang putih. Sedangkan bawang putih harganya dapat berfluktuasi gila-gilaan, bahkan pernah hampir menyentuh Rp100 ribu per kg, dan itu berarti sekitar enam kali dari harga ketika dia datang di pelabuhan Indonesia. Apa boleh buat, sejak puluhan tahun silam, stok bawang putih hanya ada di tangan segelintir importir, dan harganya rawan digoreng-goreng sehingga melesat tinggi.
Bawang merah (shallot) dan bawang putih (garlic) itu berasal dari satu marga (genus) Allium. Keduanya diperkirakan berasal dari daerah yang sama di Asia Tengah dan kemudian menyebar ke berbagai lokasi., Dalam perjalanannya, sebagian varian bawang merah (Allium cepa) tiba ke daerah tropis dan beradaptasi dengan iklim yang panas dan lembab. Sedangkan bawang putih (Allium sativum) lebih banyak tersebar di wilayah subtropik, beradaptasi dengan udara sejuk dan lebih kering.
Maka, bawang merah lebih mudah dibudidayakan di Indonesia, meskipun curah hujan yang seringkali berlebihan membuat biaya untuk penyediaan pestisida menjadi mahal. Sentra-sentra produksi bawang merah, antara lainm, di Solok (Sumatra Barat), untuk Jawa Barat ada di Bandung, Majalengka, dan Cirebon. Jawa Tengah terutama di Brebes, serta beberapa tempat di Jawa Timur, Enrekang Sulawesi Selatan, dan Bima di Nusa Tenggara Barat.
Produksi nasional bawang merah sekitar 1,1 hingga 1,2 juta ton per tahun, dan 40 persennya dari Jawa Tengah. Areal penanamannya sekitar 100.000 – 100.000 ha. Rata-rata produksi per hektar 8 hingga 12 ton per hektar. Biaya usaha budidaya bawang merah mencapai Rp70 juta untuk kondisi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hampir sepertiganya untuk pengadaan bibit. Biaya pokok dari petani saat ini sekitar Rp7 ribu, dan kalau mujur bisa menjual Rp12 ribu per kilogram per kg. Di pasar, harga normal sekitar Rp20 ribu per kg.
Dengan 1,1 – 1,2 juta ton kebutuhan nasional bisa terpenuhi. Potensi untuk menambah produksi masih terbuka. Tapi, bila untuk tujuan ekspor, harga bawang merah produksi Indonesia tak cukup kompetitif. Lagi pula, demand bawang merah itu di pasar dunia tidak sekuat bawang putih. Pasar bawang merah terbatas di negara Asean saja. Sedangkan, Bangladesh, India, Pakistan, dan sekitarnya, mengkomsumsi bawang merah yang beda dari Indonesia atau Thailand. Bawang merah ala Indonesia lebih kecil, lebih manis, dengan sedikit nuansa pedas. Bawang merah India memberi aroma yang kuat.
Tidak ada yang salah dari bawang merah, tapi konsumsi garlic di Indonesia cenderung terus meningkat. Jika sebelum 2007, impor bawang putih itu masih di bawah 400 ribu ton, ia melompat di atas 500 ribu ton sejak 2016, dan pada 2018 sudah mencapai 583 ribu ton senilai USD497 juta (Rp7 triliun).
Tak mudah mengerek angka produksi dalam negeri. Budidaya bawang putih di Indonesia memerlukan lahan pada ketinggian 800 - 1.100 meter dari permukaan laut. Modal kerja untuk menanam bawang juga tak lebih murah dari bawang putih. Harga bibitnya lebih mahal dan bawang putih juga memerlukan pupuk kandang lebih banyak ketimbang bawang merah. Selain mahal, lahan pegunungan di atas 800 meter juga tak tersedia melimpah di alam indonesia.
Konsumsi garlic meningkat seiring adanya pergeseran selera sebagian penduduk Indonesia, terutama generasi milenial yang semakin menggemari seni kuliler dari Cina, Korea, Jepang, juga negara Barat, yang lebih mengedepankan bawang putih. Adopsi Gyu-Don dan Takariyaki dari Jepang, di tangan chef Indonesia, memberi tempat untuk garlic, tapi tidak untuk bawang merah. Bahkan, makanan khas baru dari Indonesia seperti Sate Taican dan Ayam Geprek pun meninggalkan bawang merah.
Meski rendang, sate Madura, tumis, tak akan ditinggalkan, tapi ada gerakan sebagia kuliner Indonesia bergerak mendekati cita rasa Asia Timur dan Eropa. Bawang putih akan lebih banyak diimpor. Bawang merah ditigggalkan. Dengan diberlakukannya sistem kuota impor bawang putih, perihal ijin impor harus ditata kembali supaya dirasakan lebih fair bagi konsumen..
Terlalu janggal bila harga bawang putih melesat mendekati Rp100 ribu rupiah, menjelang Ramadan, pada Mei lalu, tanpa harus menyebut adanya tata kelola pasar yang tidak sehat. Stoknya di tangan segelintir importir, maka ketersediaan bawang putih mudah dipermainkan, gampang digoreng, agar lebih gurih harganya. Sistem kuota ini rawan mengundang pelanggaran hukum dan penyalahgunaan kekuasaan. (P-1)