Rumah sudah menjadi kebutuhan dasar manusia. Sayangnya, kebutuhan ini kerap kali terabaikan karena harganya yang selangit. Tingkat kenaikan gaji sudah tidak mampu menandingi kenaikan harga rumah.
Artinya, harga rumah semakin tak terkejar bagi calon pembeli rumah bila mereka terbatas pendapatannya. Dan, harga itu semakin tidak masuk akal manakala berbicara harga rumah di DKI Jakarta.
Di ibu kota negara, harga tanah per meter sudah mencapai kisaran di atas puluhan juta rupiah. Tak heran, tingkat warga yang menyewa atau mengontrak rumah di Jakarta lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Pemerintah pun sangat perhatian terhadap kebutuhan dasar masyarakat tersebut. Di masa Presiden Joko Widodo (Jokowi), masalah kebutuhan rumah telah menjadi perhatian serius. Ketika di periode pemerintahannya yang pertama, Presiden Jokowi telah menuangkannya di Nawacita.
Sejak dicanangkan Presiden Jokowi pada 29 April 2015, capaian Program Satu Juta Rumah terus meningkat. Pada 2015 sebanyak 699.770 unit, lalu sebanyak 805.169 unit (2016), dan sebanyak 904.758 unit (2017).
Pada 2018, untuk pertama kalinya capaian Program Satu Juta Rumah adalah 1.132.621 unit. Secara keseluruhan dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 telah terbangun 3.542.318 unit rumah.
Khusus 2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali menetapkan Program Satu Juta Rumah target tahun 2019 sebanyak 1.250.000 unit. Kementerian itu sangat optimistis target itu akan tercapai.
“Capaian Program Satu Juta Rumah status per 27 Mei 2019 sudah mencapai angka 400.500 unit. Masih sesuai target sehingga kami optimistis bisa tercapai,” ujar Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid di Jakarta, Senin (27/5/2019).
PPN Dibebaskan
Demi lebih meringankan kepada calon pemilik rumah itu, pemerintah juga baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No.81/PMK.010/2019. Isi dari PMK itu adalah Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar Serta Perumahan Lainnya Yang Atas Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Dengan keluarnya PMK baru tersebut, para pengembang juga akan lebih bersemangat membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Apalagi banyak juga kemudahan perizinan untuk perumahan di daerah,” tuturnya.
Dari capaian 400.500 unit rumah yang ada, tercatat rumah yang dibangun untuk MBR telah mencapai 86% dan 14% adalah rumah non-MBR. Dari jumlah tersebut, rumah MBR yang dibangun oleh Kementerian PUPR berjumlah 56.070 unit.
Dari unit sebanyak itu, dari skema Kredit Pemilikan Rumah dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) sebanyak 37.949 unit dan rumah MBR yang dibangun pengembang 247.270 unit dan masyarakat 2.889 unit. Sedangkan pembangunan rumah nonsubsidi oleh pengembang sebanyak 56.232 unit dan masyarakat sebanyak 90 unit.
Menurut Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, angka ini akan terus bertambah hingga akhir tahun ini karena Kementerian PUPR melalui Ditjen Penyediaan Perumahan akan meningkatkan program rumah berbasis komunitas seperti perumahan para pemangkas rambut asal Garut.
“Saat ini sudah 13 Kabupaten/Kota yang telah mengajukan program ini di mana lahan telah disediakan,” jelas Khalawi Abdul Hamid.
Tentu, kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berkaitan dengan pencapaian program satu juta rumah 2019 itu patut diapresiasi. Artinya, upaya untuk mengatasi masalah backlog perumahan di Indonesia tetap menjadi perhatian pemerintah.
Backlog rumah adalah salah satu indikator yang digunakan pemerintah sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) terkait bidang perumahan. Tujuannya untuk mengukur kebutuhan rumah.
Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang RPJM tahun 2015 – 2019 menetapkan baseline backlog (kepenghunian) rumah di Indonesia pada 2014 sebesar 7,6 juta. Konsep menghuni dalam perhitungan backlog itu merepsentasikan setiap keluarga tidak diwajibkan untuk memiliki rumah, tetapi pemerintah menfasilitasi dan mendorong setiap keluarga, terutama yang tergolong MBR bisa menghuni rumah yang layak.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan backlog perumahan berdasarkan konsep penghunian ditargetkan turun menjadi 6,8 juta unit pada 2019.
Untuk meningkatkan jumlah pasokan rumah layak huni, terutama yang terjangkau MBR, tak dipungkiri masih banyak tantangan yang dihadapi, terutama masalah pembiayaan dan masalah lahan terutama di kota metropolitan. Oleh karena itu, Kementerian PUPR juga mendorong terbentuknya Land Banking System. Kini, konsepnya yang sedang dikaji oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
Terlepas dari semua, tekad pemerintah dan pencapaian untuk pengadaan rumah, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah sudah berada di jalur yang diharapkan.
Meskipun demikian, kerja sama semua pemangku kepentingan—pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengembang, sektor perbankan—masih tetap dibutuhkan sehingga target pasokan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tersebut bisa terpenuhi. (F-1)