Kemarau panjang adalah musim bunga api berkembang. Satu padam yang lain tumbuh berjilam-jilam. Situasi inilah yang sehari-harinya dihadapi anggota Brigade Manggala Agni, aparatur Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang betugas di garis depan setiap kali terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bersenjatakan kanon-kanon air, tanki air, dan pompa mesin diesel, mereka bergerak dari satu kobaran ke kobaran api yang lain.
Tugas dengan risiko tinggi itu yang harus dipikul selama bertahun-tahun oleh Asmara, Anggota Brigade Manggala Agni dari Pos Satgas Muara Bulian, Jambi. Bersama sejawat regunya, Asmara harus pontang-panting menyusuri jalan-jalan desa di Kabupaten Sorolangun, Batanghari, dan Muaro Jambi, yang ribuan km2 luasnya, sejak kemarau menyengat Provinsi Jambi, pada Juni lalu.
Sebagai anggota Manggala Agni tugasnya tidak semata-mata memadamkan api. Mencegah api menjadi prioritasnya. Maka, tim ini tidak jemu-jemu melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang risiko kebakaran (lebih sering pembakaran) areal hutan, baik dari segi lingkungan maupun akibat hukumnya. Dalam penyuluhan, sering kali Tim Manggala Agni ini terjun bersama aparatur TNI-Polri.
Tidak hanya penyuluhan, seringkali Asmara ikut terjun membangun embung-embung penampung air guna membasahi kawasan hutan bergambut itu. Dari embung tugas pun berlanjut dengan membangun kanal yang dihubungkan ke sungai terdekat. Tujuannya, agar kanal membasahi gambut dan membuat ia tak mudah dimakan api. Kalaupun api menerjang, kanal bisa membatasi rambatannya.
Memasuki Agustus 2019, titik panas terpantau makin banyak, bahkan sebagian telah tumbuh menjadi kobaran api. Kota Jambi sempat pula diterjang asap. Asmara terus bergerak, seringkali harus berhari-hari menginap di desa-desa terdekat, dalam balutan udara yang pengap dan berasap. Ketika api berkobar, Tim Manggala Agni ini menjadi andalan di lapangan. Selain mereka telah terlatih, tim ini juga dibekali kanon-kanon air.
Brigade Manggala Agni ini ditempatkan di daerah-daerah yang secara laten terancam karhutla seperti di Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, seluruh Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Lebih dari 2.000 anggota Brigade ditempatkan di provinsi rawan api ini. Mereka ditempatkan di bawah struktur Daops (daerah operasi). Kepala Daops ada di bawah kendali Direktorat Penggendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim di Kementerian LHK.
Dari setiap Daops itu kekuatan Manggala Agni dibagi ke beberapa pos pengendalian. Asmara, misalnya, dia ditempatkan di Pos Pengendalian Karhutla Muara Bulian, kota kecamatan di Kabupaten Batanghari. Adapun Daops Jambi memiliki empat pos, yakni Kota Jambi, Muara Bulian, Sorolangun, dan Muara Tebo. Riau juga memiliki empat pos Manggala Agni, yakni di Pekanbaru, Siak, Dumai, dan Rengat. Di provinsi lain yang potensial terpapar api itu, Manggala Agni disiagakan di tiga atau empat pos yang masing-masing diperkuat oleh 60-70 orang, lengkap dengan mobil tanki, selang panjang, dan kanon air. Para aggota Brigade Manggala Agni bertugas dalam balutan seragam warna oranye.
Brigade Manggala Agni juga dihadirkan untuk melindungi taman nasional (TN) atau hutan konservasi lainnya. Maka, ada pula satuan Manggala Agni yang bertugas menjaga TN Bukit Tigapuluh di Riau, TN Way Kambas Lampung, TN Gunung Gede Pangrango dan Halimun-Salak (Jabar), dan seterusnya.
Secara hukum, menjaga Taman Nasional dari tangan jail itu lebih sederhana. Hukum jelas melarang aktivitas penduduk di taman nasional. Namun, di wilayah hutan ulayat, tempat warga memiliki hak untuk memanfaatkannya, urusannya tak bisa dilihat secara hitam putih. Yang membuat makin rumit, hutan ulayat atau hutan adat itu sering kali berimpit dengan areal hutan produksi yang dikuasai oleh korporasi besar. Tidak jarang, areal hutan ulayat dan hutan produksi itu terbakar bersama, dan tidak jelas siapa yang menyulut api.
Petani punya hak untuk membersihkan lahan dengan api. Hak itu sebagai kelanjutkan dari kebiasaan peladang berpindah. Di Kalimantan Tengah, satu keluarga petani dibolehkan membuka lahan dengan membakar dengan ketentuan, luasnya tidak lebih dari 2 ha, harus ada ijin kepala desa (kades) dengan mempertimbangkan cuaca. Kalau lebih dari 5 ha harus ada izin camat. Semua dengan catatan, bahwa pimpinan resmi di akar rumput itu bisa menjamin api tak merambah ke mana-mana.
Di Riau, Jambi, dan Sumsel, juga berlaku aturan yang kurang lebih sama. Setiap satu keluarga petani diizinkan membakar dua ha lahan. Dengan syarat, tidak di tengah kemarau terik, dan secara kumulatif tidak melebihi 25 ha per desa dalam satu musim.
Memanfaatkan aturan itu, jumlah korporasi perkebunan sering kali mendorong pemilik persel sebelah membakar lahannya dan membiarkan api berkobar melalap pohon dan belukar di lahan konsensinya. Bukan hanya dua atau lima hektar, tapi bisa ribuan hektar. Modus inilah yang membuat bencana karhutla begitu meluas pada 2015 dan melahap 2,6 juta ha di seluruh penjuru negeri.
Maka, dengan alasan apapun di saat kemarau terik seperti saat ini, pembakaraan tidak diizinkan. Masalahnya, titik-titik api terus bermunculan. Kobaran api mucul di mana-mana. Lebih dari 100 bunga api terlihat di Riau, hingga Kota Pekanbaru terkepung asap. Puluhan titik api juga termonitor satelit muncul di Jambi dan Sumsel. Di Kalimantan terpantau ribuan titik api.
Di tengah situasi itulah Asmara, ayah dua anak itu, menjalani baktinya selaku anggota Manggala Agni. Bersama regunya, Asmara ditugasi menjinakkan api yang mengamuk di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Senami, Kabupaten Batanghari, Jambi, Kamis (22/08). Hari itu sebagian lahan Tahura Senami berubah menjadi padang api. Ia bekerja sama dengan anggota TNI-Polri dan sejumlah warga. Semburan kanon air memang bisa membuat pijaran api lunglai. Tapi, di tengah kemarau, api mudah berbiak.
Karena air sudah terkuras, mobil tanki Manggala Agni meluncur ke sungai terdekat, guna mengisi ulang airnya, diiringi dua orang petugas bersepeda motor. Salah satunya Asmara. Belum jauh bergerak, sebuah pohon yang batang bawahnya hangus terpanggang roboh. Batangnya yang sebesar badan orang dewasa menyambar kepala Asmara. Lelaki asal Dusun Bathin, Kecamatan Bajubang, Batanghari, itu tersungkur jatuh. Ia segera dilarikan ke Rumah Sakit Muara Bulian. Asmara meninggal malam harinya di rumah sakit. Asmara pun gugur dalam tugas. (P-1)