Keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur broadband—penyediaan akses Internet berbasis broadband—secara perlahan tapi pasti, mulai nyata dan dirasakan masyarakat.
Bukti nyata keseriusan itu, seperti dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kesempatan pernyataan Nota Keuangan RAPBN 2020, ada tiga kementerian yang bakal mengerjakan 11 proyek berbasiskan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Ketiga kementerian itu masing-masing adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Berapa potensi proyek berbasiskan KPBU itu? Ternyata cukup besar. KPBU untuk 2020 itu mencapai Rp19,7 triliun.
"Kami mendorong peran swasta maupun BUMN untuk membiayai proyek strategis nasional melalui skema pembiayaan kreatif," tutur bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Dari total potensi KPBU 2020 sebesar itu, ternyata Kemenkominfo mencatat sebagai kementerian yang paling besar mendorong proyek dengan skema KPBU itu, yakni Rp14,2 triliun.
Apa saja kegunaan dana yang mencapai Rp14,2 triliun? Seperti disampaikan Sri Mulyani, proyek KPBU di sektor telekomunikasi adalah proyek Palapa Ring Barat Palapa Ring Barat (Rp 1,2 triliun), Palapa Ring Tengah (Rp1 triliun), Palapa Ring Timur (Rp5,4 triliun), dan satelit Multifungsi (Rp6,6 triliun).
Khusus proyek Palapa, baik mulai dari ring barat hingga ring timur, bisa dikatakan telah tuntas. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, konstruksi jaringan tulang punggung (backbone) Palapa Ring paket Timur sudah selesai dan segera dapat diintegrasikan pada 17 Agustus lalu.
Sulit Diakses
Namun apa lacur, dari 52 menara yang harus dibangun di Palapa Ring Timur, ada sekitar 28 menara yang sulit diakses, terutama di wilayah pegunungan Papua. Untuk membangun menara itu, helikopter superpuma pun harus dikerahkan dengan penjagaan khusus dari tentara.
Namun Rudiantara menjamin, pada minggu ketiga September, Palapa Ring Timur sudah tuntas 100%. “Kini kami sedang melakukan stabilisasi dan integrasi ke Palapa Ring Barat dan Tengah," ujarnya.
Proyek Palapa Ring berupa pembangunan jaringan kabel serat optik di seluruh Indonesia, menjangkau 440 kabupaten/kota. Total panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, dan kabel di daratan adalah sejauh 21.807 kilometer.
Rencana besar Palapa Ring berupa infrastruktur mengitari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua, juga delapan jaringan penghubung dan satu cincin besar yang mengitari Indonesia di darat dan laut.
Palapa Ring merupakan jaringan serat optik pita lebar yang berbentuk cincin yang mengitari tujuh pulau, yakni Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua, serta delapan jaringan penghubung dan satu cincin besar yang mengelilingi Indonesia baik lewat dasar laut atau pun lewat daratan.
Untuk mewujudkan mimpi menyatukan Indonesia melalui koneksi broadband, pemerintah tidak hanya mengandalkan jaringan di darat saja tetapi mendapatkan dukungan dari satelit.
“Satelit menjadi solusi bagi daerah-daerah yang tidak terjangkau Palapa Ring. Satelit ini diperuntukkan bagi pemerintah dan berbagai layanan publik termasuk sekolah, puskesmas, kantor desa, koramil, dan polsek yang membutuhkan akses internet,” tambah Rudiantara.
Inilah yang melatarbelakangi inisiasi pengadaan satelit. Skema KPBU pun sudah disiapkan, bahkan proyek satelit multiguna itu pun masuk dan terdaftar sebagai salah satu proyek strategis nasional sesuai yang tertera di Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
Tender pengadaan satelit multifungsi atau satelit bernama Satria, kependekan dari Satelit Republik Indonesia bahkan telah tuntas. Tahapannya kini sudah mencapai pembuatan satelit. Konsorsium Pasifik Satelit Nusantara, pemenang tender, telah memilih Thales Alenia Space sebagai pembuat satelitnya.
Pengerjaan satelit telah dilakukan sejak pertengahan tahun ini. Butuh waktu 36 bulan untuk pengerjaannya. Target rampung penyelesaian pembuatan satelit Satria pada pertengahan 2022. Satelit ini memiliki kapasitas 150 Gigabyte per second (Gbps) dan tercatat yang terbesar di Asia.
Satelit ini menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) dengan frekuensi Ka-Band. Cakupan layanannya akan mencapai hampir 150.000 titik layanan publik di seluruh Indonesia. Satelit ini didesain khusus untuk layanan internet.
Begitu juga dengan roket peluncurnya. Menurut rencana, satelit itu diluncurkan ke orbit pada akhir 2022 dari Florida, Amerika Serikat. Roket peluncur pun sudah ditetapkan menggunakan roket Falcon 9 milik Space-X.
Tak dipungkiri, tantangan Kementerian Komunikasi dan Informatika di bawah komando Rudiantara tidak ringan. Kondisi geografis negara ini sebagai negara kepulauan dengan 17.000 pulaunya membutuhkan kombinasi infrastruktur broadband terrestrial dan satelit untuk bisa memenuhi layanan Internet berkecepatan tinggi tersebut.
Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika—dahulu bernama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika/BP3TI—telah mengindifikasi ada sebanyak 149.000 titik lokasi layanan, baik pendidikan, kesehatan, kepolisian, pertahanan, dan keamanan serta pemda, yang membutuhkan koneksi broadband, termasuk dukungan dari satelit.
Semua titik layanan itu tinggal menunggu hari dan sudah semakin nyata di depan mata. Harapan kita semua, Indonesia sebagai negara kepulauan bisa segera terkoneksi dan terlayani melalui jaringan internet berkecepatan tinggi tersebut. (F-1)