Penggunaan energi hijau telah menjadi tuntutan di planet bumi ini. Begitu pun Indonesia yang juga telah menyatakan komitmennya untuk terus memajukan penggunaan energi baru dan terbarukan sebagai bagian dari Paris Agreement.
Wujud keseriusan Indonesia itu, sebagai bagian dari pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin SDGs No.7, yakni memastikan akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua. Komitmen itu semua sesuai dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo.
Sebagai implementasi SDGs itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kemudian menerjemahkannya menjadi ‘Energi Berkeadilan untuk Bertujuan Menyediakan Energi yang Berkelanjutan dan Terjangkau bagi Masyarakat’.
Sebagai perwujudan dan komitmen terhadap energi yang berkelanjutan, pemerintah telah melahirkan cetak biru kebijakan energi nasional, Di cetak biru cukup jelas menyebutkan jadwal dan besaran persentase yang harus dicapai.
Enam tahun dari sekarang, tepatnya pada 2025, peran energi baru dan terbarukan di Indonesa diharapkan sudah bisa mencapai 25%. Porsi itu naik lagi menjadi 36% pada 2050.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah komitmen hanya sebuah janji manis di sebuah kertas saja? Ternyata tidak. Di sektor kelistrikan misalnya, menurut data PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), kontribusi energi baru dan terbarukan untuk pembangkitan bisa dikatakan cukup berbunyi juga, yakni sudah mencapai 13,42% hingga Mei 2019.
Dari total pencapaian bauran energi sebesar itu, menurut laporan data PLN, porsi bauran energi terbesar berada pada energi air. Lebih terperinci, hingga Mei 2019, persentase pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang beroperasi mencapai 7,61%.
Selanjutnya, secara berturut-turut, porsi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) mencapai 4,95%, pembangkit listrik tenaga diesel 0,59%, serta EBT lainnya seperti surya, angin, dan biomassa 0,27%.
Selain memiliki porsi terbesar, PLTA juga mengalami peningkatan realisasi terbesar dari kondisi 2018 yakni naik 1,24%. Dalam jangka menengah, PLTA masih akan menjadi target bauran energi terbesar pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019—2028.
Pada RUPTL PLN 2019- 2028, ditargetkan ada penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 16,76 gigawatt (GW). Dari rencana penambahan tersebut, PLTA mendominasi dengan porsi 48%. Posisi kedua ditempati PLTP sebesar 27%.
Manfaatkan Air
Bila dilihat dari data itu, pemerintah sepertinya berupaya menggenjot pembangkit berbasis energi baru terbarukan berbasiskan kekayaan Indonesia, berupa sumber daya air. Tak dipungkiri, negara ini memiliki potensi besar untuk mengembangkan pembangkit listrik yang memanfaatkan air sebagai sumber energinya.
Hal itu diakui oleh Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM FX Sutijastoto. Menurutnya, pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang mampu dikembangkan dengan kapasitas besar saat ini di Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) maupun pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).
“Selain potensinya banyak, teknologinya juga relatif lebih sederhana sehingga tidak membutuhkan biaya investasi besar. PLTA lebih murah, selain potensinya banyak dan teknologinya juga relatif sederhana," ujarnya.
Menurut data Ditjen EBTKE, ada 74 kontrak EBT yang telah ditandatangani dengan kapasitas total 1.576 Dalam kontrak tersebut, PLTMH mendominasi dari sisi jumlah dan PLTA dari sisi kapasitas sepanjang periode 2017-2018.
Penandatanganan pembangkit minihidro mencapai 50 kontrak dengan kapasitas total 287,8 MW. Walaupun paling banyak kontraknya, porsi pembangkit minihidro yang ditandatangani tersebut hanya 18,3% dari total kapasitas. Untuk PLTA, jumlah kontrak yang ditandatangani hanya berjumlah lima. Namun, porsinya mencapai 1.104 MW atau 70,1% dari total kapasitas.
Berdasarkan data itu lagi, ada 36 pembangkit EBT yang akan beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) pada tahun ini. Sebagiannya besarnya juga didominasi pembangkit dengan sumber energi air. Setidaknya ada 28 proyek PLTA berkapasitas total 726 MW yang rencananya akan beroperasi pada 2019.
Selain PLTA, pembangkit lain yang akan COD tahun ini adalah satu pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) berkapasitas 72 MW. Lima pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas total 35 MW juga rencananya akan beroperasi tahun ini.
Proyek lain yang akan COD tahun ini adalah pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) dan satu pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) berkapasitas masing-masing 0,8 MW dan 3,5 MW.
Komitmen dan konsistensi pemerintah untuk pengembangan energi baru terbarukan dan berkelanjutan, termasuk di sektor kelistrikan, terutama pembangkitan patutlah syukuri. Udara yang bebas dan bersih dari polusi pembakaran pembangkitan batu bara di masa datang diharapkan mulai tergantikan oleh pembangkitan yang berbasiskan energi yang berkelanjutan.
Mimpi itulah yang kita tunggu sehingga generasi mendatang mendapatkan warisan dari masa kini berupa pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional di masa datang. (F-1)