Indonesia.go.id - Capai Persentase Terendah Sepanjang Sejarah

Capai Persentase Terendah Sepanjang Sejarah

  • Administrator
  • Jumat, 23 Agustus 2019 | 05:00 WIB
ANGKA KEMISKINAN
  Warga beraktivitas di kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa (2/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Penduduk miskin terus menurun dan mencapai angka terendah dalam sejarah NKRI. Selain angka kemiskinan, juga telah terjadi penurunan di angka pengangguran dan ketimpangan pendapatan.

Dalam pidato Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan Nota Keuangan 2020 di Gedung MPR-DPR, pada 16 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengklaim angka kemiskinan terus turun di masa pemerintahannya. Bahkan kini angkanya disebut sebagai yang terendah sepanjang sejarah Pemerintahan Indonesia.

Presiden mengatakan, penduduk miskin terus menurun dari 11,22 persen pada Maret 2015, menjadi 9,41 persen pada Maret 2019, terendah dalam sejarah NKRI. Selain angka kemiskinan, Jokowi juga menyebut telah terjadi penurunan di angka pengangguran dan ketimpangan pendapatan.

Angka pengangguran menurun dari 5,81 persen pada Februari 2015, menjadi 5,01 persen pada Februari 2019. Sementara itu, ketimpangan turun karena Rasio Gini mengecil dari 0,408 pada Maret 2015, menjadi 0,382 pada Maret 2019. Jokowi mengatakan, angka-angka tersebut merupakan capaian yang menggembirakan dalam lima tahun masa kepemimpinannya.

Pertumbuhan ekonomi memiliki tren yang meningkat dari 4,88 persen pada 2015, menjadi 5,17 persen pada 2018, dan terakhir Semester I-2019 mencapai 5,06 persen. "Kita patut bersyukur bahwa di tengah gejolak perekonomian global, pembangunan ekonomi kita selama lima tahun ini telah menunjukkan capaian yang menggembirakan," katanya.

Sementara itu, target penurunan kemiskinan pada 2020 menjadi 9.0 persen dan gini rasio 0,375. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2019 angka kemiskinan turun menjadi 9,41 persen dari 9,84 persen pada September 2018. Sementara itu, gini rasio (tingkat ketimpangan) juga menurun dari 0,384 menjadi 0,382 atau menurun 0,002 poin.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto menjelaskan, penurunan jumlah penduduk miskin ini disebabkan oleh beberapa faktor. Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dana bantuan tunai, dan berbagai kebijakan lain untuk bantuan sosial turut memberikan pengaruh signifikan.

Kenaikan upah nominal dan upah riil buruh tani sepanjang September 2018 sampai Maret 2019 juga berpengaruh. Nominal rata-rata upah buruh tani per hari pada Mei 2019 naik hingga 2,29 persen dibandingkan September 2018, dari Rp52.665,- menjadi Rp53.873,-.

Upah riil buruh tani per hari pada Maret 2019 naik 0,93 persen dibandingkan September 2018.  Jika dibandingkan Maret 2018, nilai nominal dan riil upah buruh tani mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,41 persen dan 2,25 persen.

Faktor lain yang menekan tingkat kemiskinan adalah laju inflasi yang terjaga. Menurut catatan BPS pada periode September 2018 sampai Maret 2019 tingkat inflasi umum adalah 1,53 persen. Jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2019 juga mengalami mengalami penurunan sebanyak 800.000 orang dibandingkan pada Maret 2018. Jumlahnya turun mencapai 0,41 persen.

Menurut Suhariyanto garis kemiskinan Indonesia pada Maret 2019 adalah Rp425.250,- per kapita per bulan. Garis kemiskinan Indonesia meningkat 3,55 persen dari garis kemiskinan September 2018 yang sebesar Rp410.670,-. Garis kemiskinan Indonesia Maret 2019 naik 5,99 persen dibandingkan Maret 2018 yang sebesar Rp401.220,-.

Jika rata-rata satu rumah tangga di Indonesia memiliki empat sampai lima anggota keluarga, maka garis kemiskinan rata-rata secara nasional menjadi Rp1.990.170,- per rumah tangga per bulan. Bila ada satu rumah tangga memiliki pendapatan di bawah angka tersebut, maka tergolong miskin.

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2018 mencapai 6,89 persen. Persentase tersebut turun menjadi 6,69 persen pada Maret 2019. Persentase penduduk miskin di daerah pedesaan juga mengalami penurunan. Dari 13,10 persen pada September 2018 menjadi 12,85 persen pada Maret 2019.

Jumlah penduduk miskin di perkotaan turun sebanyak 136.500 orang pada Maret 2019. Jumlahnya kini 9,99 juta orang pada Maret 2019 dari 10,13 juta orang pada September 2018. Di pedesaan, jumlah penduduk miskin turun sebanyak 393.400 orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan turun dari 15,54 juta orang pada September 2018 menjadi 15,15 juta orang pada Maret 2019.

DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki garis kemiskinan tertinggi. Angka garis kemiskinan DKI Jakarta adalah Rp637.260,- per kapita per bulan. Angka ini setara dengan pendapatan per rumah tangga sebesar Rp3.358.360,- per bulan dengan jumlah anggota keluarga sebanyak empat sampai lima orang.

Garis kemiskinan terendah terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Garis kemiskinan di NTB sebesar Rp384.880,- per kapita per bulan. Garis kemiskinan per rumah tangga NTB sebesar 1.578.008,- per bulan dengna empat sampai lima anggota keluarga.

Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro penurunan angka kemiskinan tersebut dipengaruhi beberapa faktor. Yakni, bansos dari pemerintah yang turun tepat waktu, pengendalian inflasi, dan tingginya nilai tukar petani. (E-2)