Indonesia.go.id - Digitalisasi, Pemutakhiran, dan Validasi demi Akurasi Sasaran Bansos

Digitalisasi, Pemutakhiran, dan Validasi demi Akurasi Sasaran Bansos

  • Administrator
  • Jumat, 23 Agustus 2019 | 22:55 WIB
NOTA KEUANGAN 2020
  Bantuan sosial nontunai di Pemkab Jombang, Jawa Timur, Rabu (24/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif

Pemerintah menaikkan pagu anggaran bantuan sosial. Supaya bantuan tepat sasaran, pemerintah akan melakukan digitalisasi data dan pemutakhiran dan validasi data secara periodik.

Salah satu upaya konkret pemerintah menaruh perhatian yang tinggi terhadap SDM, salah satunya memberikan anggaran yang cukup untuk bantuan sosial. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp1.162,83 triliun untuk empat proyek utama mencetak SDM unggul dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dari angka tersebut, sebesar Rp803,93 triliun untuk digitalisasi dan integrasi bantuan sosial.

Dari RAPBN tahun depan yang diajukan pemerintah ke DPR, tampak pagu anggaran untuk bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos) naik sebesar Rp3 triliun pada 2020. Jika tahun sebelumnya Rp56 triliun maka untuk 2020 anggaran bansos naik menjadi Rp59 triliun. Total untuk pagu anggaran Kemensos naik menjadi Rp62 triliun di 2020 dari sebelumnya Rp58 triliun pada 2019. Dan 95 persen anggaran tersebut untuk bansos.

Terkait kenaikan anggaran tersebut, disebabkan ada penyesuaian dalam Program Keluarga Harapan (PKH), tapi secara umum tidak akan mempengaruhi target Kemensos untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan (gini rasio). Penyesuaian itu untuk komponen ibu hamil dan anak usia dini bantuan akan naik menjadi Rp3 juta dari sebelumnya Rp2,4 juta setahun.

Saat ini bantuan yang diterima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebesar Rp110 ribu per bulan, pada 2020 akan naik menjadi Rp150 ribu per bulan. Dengan kenaikan indeks bantuan tersebut, KPM akan lebih fleksibel dalam membelanjakan uang bantuan di elektronik warung gotong-royong (e-warong).

Sebelumnya KPM hanya bisa membelanjakan uang untuk dua barang yaitu telur dan beras, tapi dengan tambahan indeks bantuan kemungkinan bisa belanja kebutuhan lain untuk pemenuhan gizi keluarga. Misalnya, minyak goreng, susu, daging, atau ayam

Namun demikian komitmen dari Pemerintahan Jokowi dalam mengalokasikan program bantuan sosial (bansos) hanya bisa berhasil kalau data baik dan akurat, sehingga perbaikan dan penyempurnaan data kesejahteraan sosial menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi Kementerian Sosial. Data yang baik akan membawa keberhasilan pada pelaksanaan program-program di kementerian tersebut. Karena semua  bantuan akan tepat sasaran.

Saat ini  upaya yang telah dilakukan adalah pembersihan data Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sebelumnya sekitar 5,2 juta PBI Program Jaminan Kesehatan Nasional dikeluarkan dari kepesertaan. Ketika dikeluarkan lima juta dalam waktu bersamaan juga dimasukkan lima juta baru yang memang dia 'by name by address' ada di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial).

Dari total 5,2 juta PBI yang dinonaktifkan itu, tercatat 5.113.842 individu memiliki NIK dengan status tidak jelas. Jumlah warga tersebut juga disebutkan secara keseluruhan tidak memanfaatkan layanan kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional sejak 2014 hingga saat ini. Sebanyak 114.010 individu tercatat telah meninggal dunia, memiliki data ganda, dan pindah segmen atau menjadi lebih mampu.

Prioritas pembersihan data dilakukan terkait penerima PBI yang tidak punya NIK valid serta yang terdata di dalam masterfile BPJS tapi tidak ada di DTKS dan sudah dari 2014 tidak pernah akses layanan kesehatan.

Kemensos melakukan penyempurnaan data dengan aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) menjadi acuan data. Sistem SIKS-NG ini  merupakan upaya Kementerian Sosial untuk digitalisasi bantuan sosial terutama terkait data.

Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kementerian Sosial didukung oleh pemerintahan daerah melakukan verifikasi dan validasi data kemiskinan yang akurat, up to date, dan terintegrasi.  Pemutakhiran data penerima bantuan sosial  dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Pada sosialisasi ini, keluarga yang sudah tidak layak dapat bantuan sudah dikeluarkan. Kemudian kalau ditemukan di lapangan mereka bisa membuktikan prasejahtera bisa masukkan kembali.

Margin kesalahan dalam pendataan penerima bantuan sosial yang masih berkisar antara enam dan tujuh persen akan diusahakan turun menjadi satu persen lewat kerja sama pendataan dengan dinas kependudukan dan pencatatan sipil.

Saat ini penduduk yang masuk dalam Basis Data Terpadu (BDT) jumlahnya 99,9 juta jiwa. Sementara itu, jumlah penduduk yang mendapatkan bantuan sosial dari Kementerian Sosial tercatat 27 juta orang, termasuk di antaranya 10 juta penerima bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) dan 15,6 juta penerima Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). (E-2)