Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali meminta seluruh pihak bekerja sama menurunkan angka stunting di Indonesia. Hal tersebut disampaikan pada Pidato Kenegaraan di Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Sidang Bersama DPD-DPR. Penurunan angka stunting dilakukan agar anak-anak Indonesia bisa tumbuh menjadi generasi yang premium.
Upaya itu harus dilakukan untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang sehat dan kuat. Sehingga nantinya Indonesia memiliki anak bangsa yang pintar dan berbudi pekerti luhur serta mampu berkompetisi di tingkat regional dan global.
Untuk mewujudkan generasi premium juga dibutuhkan perluasan akses kesehatan dengan pemanfaatan teknologi dan pembangunan infrastruktur dasar ke seluruh pelosok tanah air. Stunting sendiri adalah sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Penyebab utama stunting karena kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.
Pemerintah gencar mengkampanyekan gerakan pencegahan dan penanganan stunting karena saat ini prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita) Indonesia pada 2018 sebesar 30,8 persen. Angka ini berada di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20 persen. Menjadi perhatian juga karena prevalensi stunting/kerdil balita Indonesia ini terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8 persen.
Penyebab stunting sebenarnya multifaktor, karena itu penyelesaiannya harus dilakukan secara multisektor. Dalam pidato di Sentul International Convention Center, Bogor, belum lama ini, presiden terpilih Joko Widodo menyampaikan visi untuk membangun Indonesia di periode kedua pemerintahannya. Ada beberapa fokus program di antaranya pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, investasi, reformasi birokrasi, dan efektivitas serta efisiensi alokasi dan penggunan APBN.
Dalam pidato itu, Jokowi menyinggung pembangunan sumber daya manusia sebagai prioritas. Menurutnya titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Periode ini yang disebut sebagai umur emas untuk mencetak manusia Indonesia yang unggul ke depan. Oleh karena itu Jokowi minta hal tersebut dijaga jangan sampai ada peningkatan stunting, kematian ibu, atau kematian bayi.
Soal kesehatan ibu dan bayi memang selalu disinggung Jokowi dan pasangannya Ma'ruf Amin dalam debat pilpres sebelumnya. Ma'ruf Amin mengatakan, sejak hari pertama ibu mengandung akan menentukan permasalahan stunting dan kesehatan bayi di masa depan.
Ma’ruf Amin mengatakan stunting adalah 1.000 hari pertama sejak ibu mulai hamil sampai menyusui anaknya, yaitu melalui pemberian asupan yang cukup dan juga melalui sanitasi, air bersih, serta susu ibu selama dua tahun.
Stunting bisa terjadi karena kurangnya jumlah asupan makanan atau kualitas makanan yang kurang baik, misalnya, kurangnya variasi makanan. Selain makanan, kesehatan ibu selama kehamilan, pola asuh dan kesehatan anak, serta kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan.
Adapun dampak stunting bisa berlangsung sepanjang kehidupan. Gawatnya, kekurangan gizi pada masa anak-anak berdampak serius tidak hanya saat usia kecil anak, tapi berdampak pada sepanjang hidupnya. Stunting memengaruhi kapasitas belajar pada usia sekolah, nilai dan prestasi sekolah, upah kerja pada saat dewasa, risiko penyakit kronis seperti diabet, morbiditas dan mortalitas, dan produktivitas ekonomi.
Oleh sebab itu jika tidak ditangani dengan baik, persoalan stunting yang masif dapat menganggu produktivitas nasional dan mengancam masa depan generasi muda dan bangsa.
Stunting berdampak negatif pada daya tahan dan kecerdasan anak secara jangka panjang. Studi yang dilakukan oleh McDonald CM dkk (2013) atas negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menunjukkan bahwa tingkat kematian anak yang mengalami stunting dan kekurangan berat badan tiga kali lebih besar ketimbang anak dengan gizi memadai.
Adapun studi yang dilakukan Grantham-McGregor dan Baker-Henningham (2005) menunjukkan bahwa di banyak negara, stunting berkaitan dengan rendahnya kemampuan kognitif anak dan performa mereka di sekolah. Oleh karena itu jika kualitas sumber daya manusia Indonesia rendah akibat stunting, bonus demografi yang diprediksi akan dinikmati pada kurun 2030-2040 berpotensi menjadi petaka.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), persoalan stunting diperkirakan dapat menyebabkan hilangnya 3 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, atau sekitar Rp300 triliun. Angka ini setara dengan 13,8 persen proyeksi pendapatan negara tahun 2019.
Pemerintahan Jokowi periode pertama telah berhasil menurunkan angka stunting dari 37,2 persen di tahun 2013 menjadi 30,6 persen di tahun 2018. Namun angka ini masih di atas angka 20 persen berdasarkan standar WHO.
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan angka stunting baik melalui upaya pencegahan (preventif) maupun melalui intervensi. Salah satu catatan penting dalam upaya mengatasi stunting adalah terobosan yang dilakukan oleh Tim Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang dipimpin oleh Profesor Damayanti Rusli di daerah Pandeglang melalui dukungan Kementerian Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDT).
Awal 2018, tim yang dipimpin oleh Profesor Damayanti menangani sekaligus mengamati kasus stunting di Desa Banyumundu, Kabupaten Pandeglang, Banten. Metode mereka ternyata berhasil menurunkan angka stunting sampai 8 persen hanya selama enam bulan. Tim ini bersama Kemdes telah membagikan pengalaman mereka ke berbagai instansi serta pemerintah daerah termasuk Jawa Timur.
Di Jawa Timur, tim Profesor Damayanti telah berbagi dan menawarkan agar sejumlah kabupaten di provinsi ini mau menjadi pilot project pelaksanaan metode mengatasi stunting pada anak yang telah terbukti di Pandeglang.
Sementara itu pemerintah menyiapkan anggaran Rp1.162,83 triliun untuk empat proyek utama mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, mencetak SDM unggul harus ada terobosan dan inovasi, untuk itu pemerintah menyiapkan empat program untuk mencapai target tersebut dalam RPJMN 2020-2024.
Proyek utama yang pertama,yaitu percepatan pengurangan jumlah kematian ibu dan stunting. Kedua, pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi untuk industri 4.0. Ketiga, pembangunan science technopark dengan mengoptimalisasi Triple Helix di empat universitas utama. Keempat, digitalisasi dan integrasi bantuan sosial.
Bambang menambahkan bahwa pemerintah telah memproyeksikan dana yang besar bagi empat projek utama ini dengan rincian Rp26 triliun untuk percepatan penurunan kematian ibu dan stunting. Lalu Rp330,1 triliun untuk pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi untuk industri 4.0.
Kemudian, dana sejumlah Rp2,8 triliun untuk pembangunan science technopark (optimalisasi triple helix di empat major universitas). Terakhir yang terbesar sebanyak Rp803,93 triliun untuk digitalisasi dan integrasi bantuan sosial.
Adapun kementerian/lembaga (K/L) yang menjadi penyelenggaranya untuk proyek utama pertama adalah Kementerian Kesehatan, BKKBN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PPPA, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, dan Kementerian Pertanian. (E-2)