Indonesia.go.id - Melintasi Hutan Raya dan Membelah Ibu Kota

Melintasi Hutan Raya dan Membelah Ibu Kota

  • Administrator
  • Rabu, 28 Agustus 2019 | 02:31 WIB
INFRASTRUKTUR
  Proyek pembangunan jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang melintasi wilayah Samboja di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Tol Balikpapan-Samarinda akan menjadi sarana dasar pengembangan ibu kota baru. Dari arah Balikpapan, jalan tol melewati hutan lindung, hutan raya, baru membelah ibu kota negara.

Kalau menggunakan kamus Pramuka bahwa arah jarum jam 12 itu Utara, jam 3 itu Timur, jam 6 Selatan dan ke Barat itu jam 9, maka bila ditarik garis lurus Jalan Tol Balikpapan-Samarinda itu akan menuju ke arah jam 1. Ke arah Utara agak serong ke Timur sedikit. Panjangnya 99 km. Kelak, sekiranya ibu kota pindah ke kawasan di antara kedua kota tersebut, jalan tol ini akan sibuk setiap harinya karena menjadi penghubung ibu kota dengan dua gerbang utamanya, yakni Balikpapan dan Samarinda.

Jalan tol pertama di Kalimantan itu kini sudah mendekati penyelesaiannya. Diperkirakan di akhir 2019, seluruh ruas jalan itu bisa dioperasikan sepenuhnya. Hingga akhir Agustus ini, badan jalan sudah mendekati penyelesaian. Progres konstruksinya mencapai 96,827 persen, pembebasan lahannya 99,33 persen, sehingga tinggal melengkapi sarana  pendukung seperti  lampu penerangan, marka jalan serta beberapa hal lainnya. Dengan jalan tol ini, Balikpapan-Samarinda bisa ditempuh dalam 1--1,5 jam, sedangkan bisa melewati jalan lama (nontol) butuh 3--3,5 jam.

Bebeda dengan tol di Jawa, yang kadang melewati tanah berbukit bergunung-gunung, tol Kalimantan ini relatif lebih banyak melintas hamparan datar. Ada sedikit perbukitan di kawasan Taman Hutan Raya Soeharto. Ada pula hamparan hijau di Kawasan Hutan Lindung Sungai Manggar, tak jauh dari Balikpapan. Di situ, sepanjang kanan kiri jalan terhampar vegetasi hutan yang hijau, rapat, dan menyejukkan.

Jalan tol itu dibangun atas inisiatif Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim). Berbekal APBD 2011-2013, Pemprov Kaltim memulai konstruksi tahap 1( kini disebut seksi 1) sepanjang 22 km yang terbagi lima segmen. Tidak cukup cepat, sehingga penyelesaiannya perlu didukung dengan APBN dan seksi 1 selesai 2018. Empat seksi lainnya diambil alih oleh pemerintah pusat. Bila selesai nanti, dari  Samarinda, jalan tol ini akan berujung di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, 11 km dari pusat Kota Balikpapan.

Bila bergerak dari arah pintu masuk Sepinggan, jalan tol akan menuju ke Kota Balikpapan sejauh 11 km. Belok kanan langsung ke arah jam 1 melewati Samboja, Muara Jawa, Palaran Junction, dan berakhir di Kota Samarinda. Pada tahap pertama, Jasamarga akan mengoperasikan gerbang tol (GT) di pintu masuk Sepinggan, Kota Balikpapan, Semboja, Muara Jawa, Palaran, dan Kota Samarinda.

Semuanya GT itu dilengkapi dengan ramp on/ramp off.  Tidak ada pembayaran tunai, semua transaksi secara elektronik. Perbankan pun telah siap memberikan layanan kebutuhan kartu elektroniknya. Bila kelak pembangunan ibu kota dimulai, tak tertutup kemungkinan adanya GT lagi. Secara umum jalan tol Balikpapan-Samarinda (masyarakat setempat sudah mulai menyebutnya Balsam) ini hanya memiliki dua lajur di kedua jalur, dengan bahu jalan yang cukup lebar.

Pada ruas Semboja-Muara Jawa, sepanjang 31 km, yang sebagian melintasi areal Hutan Raya Bukit Soeharto, dibangun empat buah terowongan khusus, diperuntukkan sebagai lorong perlintasan hewan. Sejauh ini, di kawasan hutan itu masih bisa ditemukan beberapa jenis mamalia seperti Beruang Madu, Macan Dahan, Landak, Owa, Kera Ekor Panjang, dan Trenggiling.

Taman Hutan Raya Soeharto itu juga tak bisa disebut baik-baik saja selama ini. Penambangan ilegal dan pembalakan liar marak di situ. Dari sekitar 64 ribu hektar hutan tersebut sebagian besar telah compang-camping. Alhasil, Menteri Kehutanan pada 2017 mengeluarkan SK untuk merehabilisasi 40.000 ha di antaranya. Sisa-sisa penambangan batubara ilegal itu terlihat sebagai galian-galian yang tak beraturan di kanan kiri jalan tol. Namun, bila vegetasi di situ telah rimbun kembali, galian-galian itu akan tertutup.

Pembangunan jalan tol di Kalimantan Timur itu tidak mudah dan tidak murah. Sebagian batu koral harus didatangkan dari Sulawesi Tengah. Untuk kebutuhan pasir, ada pasokan dari daerah setempat, terutama dari daerah Samboja dan beberapa temppat lainnya di sekitar Balikpapan. (E-2)