Indonesia.go.id - Ketergantungan Jakarta pada Jasa Baik Juanda

Ketergantungan Jakarta pada Jasa Baik Juanda

  • Administrator
  • Sabtu, 24 Agustus 2019 | 05:15 WIB
AIR BERSIH IBU KOTA
  Warga memindahkan air dari jerigen ke dalam rumahnya di Muara Kamal, Jakarta, Kamis (11/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal

Sumur-sumur di Jakarta sudah mulai kering. Pasokan air baku Waduk Jatiluhur ke PDAM aman sampai Oktober. Jakarta sangat tergantung pada Jatiluhur. Sunga-sungai di Jakarta tak layak dijadikan air baku.

Dua bulan berlalu tanpa hari hujan membuat sebagian warga Jakarta cemas. Sebagian mengkhawatirkan cadangan air tanah pada sumur pompanya, sebagian lagi mencemaskan jaminan pasokan air dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) DKI Jakarta. Pada prakiraan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), hujan baru akan muncul di ibu kota pada awal November atau paling cepat akhir Oktober.

Namun, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) sebagai operator produksi dan distribusi air bersih untuk PDAM Jaya memastikan bahwa sampai akhir Agustus 2019, pasokan air bersih untuk Jakarta masih aman, tidak ada ganggguan. Produksi Palyja masih cukup aman di sekitar 9.600 liter per detik untuk kawasan Jakarta  Selatan dan Barat.

Satu operator yang lain adalah PT Atrea, dengan produksinya sekitar 7.400 liter per detik. Wilayah kerja kedua perusahaan ini dibatasi Sungai Ciliwung. Di sebelah Barat masuk wilayah pelayanan PT Palyja, dan  di Timur Ciliwung dilayani PT Atrea. Dua IPA andalan PT Aria ada di Buaran-Kalimalang  dan Pulogadung di Jakarta Timur. Keduanya mendapat pasokan air baku dari Waduk Jatilihur, sebutan lain Bendungan Ir Juanda yang menampung lipasan air dari Daerah Alliran Sungai (DAS) Citarum itu.

Produksi air bersih PT Palyja yang mencapai 9.600 liter/detik itu sebagian besar (65 persen) disumbang Instalasi Pengolahan Air (IPA) Pejompongan, yang semua air bakunya dari Waduk Jatiluhur, Purwakarta.  Sebagian lainnya dari IPA Serpong, yang air bakunya dari Sungai Cisadane, sebesar 31 persen, dari Kali Krukut lewat  IPA Cilandak 4,2 persen, selebihnya dari IPA Cikokol (Sungai Cisadane) serta  Cengkareng Drain (Sungai Pesanggrahan) dalam jumlah yang lebih kecil.

Setelah beroperasi 20 tahun, dua perusahaan swasta PT Palyja dan PT Aetra kini memproduksi sekitar 17.000 liter per detik, yang hanya menjangkau 60% warga ibu kota. Sebanyak 40% warga DKI lainnya masih mengandalkan air tanah (sumur). Kondisi ini jauh lebih baik ketimbang 20 tahun lalu, ketika warga yang dilayani PDAM hanya 45 persen. Namun, banyak yang menilai progres ke 60% itu jauh dari harapan.

Target sambungan layanan PDAM itu sendiri, baik melalui PT Palyja maupun PT Atrea, beragam. Mulai dari rumah sangat sederhana, rumah sederhana, rumah mewah, asrama, ruko, kantor pemerintah dan swasta, ruko, pasar, rumah susun, rumah ibadah, rumah sakit, hingga hotel, mal, dan tempat rekreasi. Namun, sebagian hotel, mal, serta apartemen mewah masih menggunakan sumur air dalam (artesis) yang kadang bocor sehingga bisa mengurangi air tanah warga.

Tidak mudah bagi kedua perusahaan tersebut untuk menambah pasokan. Dari 13 sungai di DKI Jakarta, hanya dua yang bisa dimanfaatkan untuk air baku, yakni Kali Krukut melalui IPA di Cilandak dan Sungai Pesanggrahan yang dimanfaatkan pada sisi hilirnya. Yang lain seperti Sungai Angke, Cipinang, Ciliwung, sudah terlalu tercemar sehingga memerlukan biaya yang  terlalu besar untuk diolah menjadi air bersih. Sampai saat ini, ketergantungan air baku pada jasa baik Waduk Juanda begitu absolut. Sumbangannya sudah di atas 80 persen.

Harapan yang ada dari Waduk Karian di Lebak, Banten. Bila waduk ini telah beroperasi dalam dua tahun ke depan, ada potensi air baku 4.000-5.000 liter per detik yang bisa digelontorkan ke Jakarta agar PDAM DKI bisa melayani warga lebih banyak lagi.

Bila hujan tak kunjung datang, yang akan menghadapi kesulitan adalah warga yang tidak terlayani oleh pipa PDAM. Sumur-sumur dangkal di berbagai wilayah Jakarta sudah mulai terkuras. Warga mulai ketat menggunakan air. Batas kecukupan air bersih secara layak, yakni 60 liter per kapita/hari (untuk minum,  makan dan masak) tampaknya sudah sulit terpenuhi bagi sebagian warga. Mereka turun derajat hanya bisa mengakses kebutuhan dasar, yakni 15 liter per hari per kapita.

Namun, pengelola Waduk  Jatiluhur menyatakan cadangan air cukup aman. Paras  air waduk memang sempat menyusut cepat  dari ketinggian normal 107 meter (dari permukaan laut) pada bulan Mei 107 meter ke posisi 98 meter pada pertengahan Agustus. Dengan konsumsi normal, tanpa pasokan hujan, muka air Jatiluhur bergerak di antara 10-15 cm per hari. Jakarta menjadi prioritas. Jatah untuk sektor pertanian bisa dikurangi, dengan pengairan bergiliran. Dengan demikian diperkirakan hingga Oktober pasokan air baku untuk Jakarta masih aman.

Akan halnya, bagi warga Jakarta yang tak terlayani air PDAM dan mengalami darurat air bersih, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) DKI Jakarta siap turun tangan. BPBD DKI telah menyiapkan truk tanki  air berukuran 2.500 liter hingga 10.000 liter untuk memasok air bersih bagi warga Jakarta yang memerlukan. Eloknya, sampai pertengahan Agustus 2019, belum ada laporan warga mengalami kesulitan dengan air bersih.

Untuk  keperluan pasokan darurat air bersih itu BPBD DKI telah bekerja sama dengan PDAM Jaya. Itu  artinya, air bersih itu akan diambil dari IPA Palyja dan Atrea. Bila kekeringan meluas, lebih banyak lagi  air Jatiluhur yang akan lebih cepat terkuras. Realisasi pasokan air dari Waduk Karian tampaknya tidak bisa diitunda-tunda lagi. (P-1)