Upaya pemerintah untuk terus melakukan relaksasi dari sisi regulasi terus dilakukan. Tujuan relaksasi regulasi itu cukup jelas, bagaimana dunia semakin mudah berusaha sehingga pertumbuhan ekonomi pun ikut terdongkrak.
Relaksasi regulasi itu juga dilakukan di sektor infrastruktur migas. Salah satu program relaksasi pemerintah itu berupa memangkas besaran iuran badan usaha penyalur BBM dan pengangkut gas bumi melalui pipa kepada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Pemangkasan tersebut diatur dalam PP No 48 Tahun 2019. Keluarnya PP itu merupakan bagian turunan dari UU Migas No. 22 Tahun 2001, yang menyebutkan BPH Migas berperan melakukan penarikan iuran badan usaha. Keluarnya PP No. 48 Tahun 2019 itu merupakan pengganti dari PP No. 1 Tahun 2006.
"Benar. Pemerintah baru saja mengeluarkan PP No. 48 Tahun 2019. Ini sesuai bunyi UU Migas No. 22 Tahun 2001 yang menyebutkan lembaga itu berperan melakukan penarikan iuran Badan Usaha,” ujar Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa di Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Beleid tersebut diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 3 Juli 2019 dan diundangkan pada 8 Juli 2019. Aturan ini akan berlaku 60 hari sejak tanggal diundangkan.
"Pada PP Nomor 48 Tahun 2019 salah satu yang diatur itu penurunan tarif iuran badan usaha ke BPH Migas. Jadi iuran itu akan turun dan berlaku mulai awal Agustus," kata Fanshurullah.
Berdasarkan aturan yang baru, iuran untuk volume penjualan BBM sampai dengan 25 juta kiloliter (kl) per tahun turun dari 0,3% menjadi 0,25%. Lalu, untuk volume penjualan di atas 25-50 juta kl per tahun, persentase iurannya dipangkas dari 0,2% menjadi 0,175%.
Terakhir, persentase iuran dengan volume penjualan BBM di atas 50 juta kl per tahun juga merosot dari 0,1% menjadi 0,075%. "Yang gas juga turun iurannya, niat kami sebagai BPH Migas merespons harapan masukan badan usaha ada 150 niaga umum dan 35 di bidang pengangkutan," kata Fanshurullah.
Iuran hasil gas dengan volume gas bumi yang diangkut sampai dengan 100 juta MSCF per tahun turun dari 3% menjadi 2,5%. Demikian pula untuk persentase iuran dengan volume pengangkutan gas bumi di tas 100 juta MSCF juga dipangkas dari 2% menjadi 1,5%.
Tak dipungkiri, relaksasi regulasi di bidang usaha jaringan distribusi gas itu tentu sangat disambut pelaku usaha. Salah satu pelaku itu adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). PGN dan PT Pertamina Gas merupakan anak perusahaan di bawah holding PT Pertamina (Persero).
Namun, kini PGN menjadi satu-satunya pelaku BUMN yang menyediakan pasokan gas termasuk penyediaan infrastrukturnya. Negara memberikan tugas kepada PGN alat strategis negara untuk mewujudkan visi pemerintah dalam mendorong gas bumi sebagai mesin pertumbuhan.
Oleh karena itu, sesuai dengan rencana besar perusahaan gas itu hingga 2024, PGN berencana membangun sejumlah infrastruktur baru, antara lain membangun jaringan pipa distribusi sepanjang 500 km, pipa transmisi 528 km, 7 LNG filling station untuk truk/kapal, dan 5 FSRU (Floating Storage Regasification Unit).
Selain itu, anak perusahaan Pertamina itu juga mendapatkan tugas mengaliri gas sebanyak 3,59 juta sambungan rumah tangga dan 17 fasilitas LNG untuk mensuplai kebutuhan kelistrikan dan menjangkau wilayah geografis dengan karakteristik kepulauan di seluruh wilayah Indonesia.
Tidak itu saja, PGN juga berencana membangun jaringan pipa gas dari Gresik – Semarang sejauh 267 km Di Semarang Jawa Tengah. Jaringan pipa tersebut akan mengalirkan gas dari blok migas Jambaran Tiung Biru yang dikelola oleh Pertamina EP.
Selain mengalirkan gas ke PLTGU Tambak Lorok milik PLN, maka jaringan pipa gas berukuran 28 inchi ini dapat menyalurkan gas untuk industri di wilayah Jawa Tengah.
"Diselesaikannya pipa transmisi di Semarang, sebetulnya ini akan menjadi tonggak baru untuk infrastruktur gas di Jateng. Dan juga di Semarang akan dilakukan oleh teman-teman Pertagas Niaga untuk pengembangan pasar di Jateng, kita sudah melakukan sosialiasasi kepada masyarakat Jateng," ujar Direktur Komersial PGN Danny Praditya.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menambahkan kebutuhan pembiayaan infrastruktur gas untuk menjangkau sentra-sentra ekonomi baru. “Itu semua pembangunan seiring pembangunan jalan tol sangatlah besar," tutur Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama dalam keterangannya, Minggu (25/8/2019).
Wajar saja, mereka terus berkejaran untuk mencapai target yang sudah diperjanjikan. Artinya, percepatan pembangunan infrastruktur mutlak dilakukan agar penggunaan gas bumi semakin meluas dan merata ke berbagai daerah. "Selama ini kami selalu mengambil risiko untuk membangun infrastruktur gas, kendati pasokan dan pasarnya belum terjamin. Inilah peran yang selalu dijalankan PGN sebagai pionir pemanfaatan gas bumi di Indonesia," ujar Rachmat.
Berkat inisiatif PGN dan entitas anak usahanya, saat ini lebih dari 10.000 kilometer jaringan pipa gas telah terbangun dan telah melayani lebih dari 300.000 konsumen dari berbagai segmen.
Adanya infrastruktur gas bumi memastikan gas bumi dapat tersalurkan secara berkelanjutan. Bila infrastruktur jaringan pipa gas dan jaringan distribusinya sudah tertata rapi, tinggal menyambungkannya dengan infrastruktur gas ke rumah tangga.
Dengan demikian, kekayaan terhadap produk gas akhirnya kembali untuk kepentingan rakyat juga. Konsumsi BBM, yang kini sudah sebagian dari impor, bisa diminimalisir, defisit anggaran pun bisa ditekan. Inilah peran yang diharapkan dari bahan bakar gas menjadi bagian alat strategis negara untuk mewujudkan visi pemerintah dalam mendorong gas bumi sebagai mesin pertumbuhan. (F-1)